Sementara Wagubnya asik-masyuk ngurusi bisnisnya yang makin merajalela. Dan program OKE-OCE yang dijalankan ternyata tidak semuda merdunya janji karena ternyata pinjaman-pinjaman itu akan menjadi utang yang dibebankan melalui APBD yang sudah diatur oleh peraturan yang berlaku.
Terakhir, saya menunggu rumah tanpa DP (Down Payment bukan Dewi Persik lho ya…) yang dijanjikan. Tak satupun lembaga pembiayaan mau memberikan pinjaman, dan melalui BUMD coba menangani rumah tanpa DP, tapi terkendala dana karena kurang lebih 2 Juta warga Jakarta juga mengajukan kepemilikan rumah tanpa DP tersebut. Akhirnya semua tidak berjalan sebagaimana mestinya. Marbot-marbot pada ngamuk, pasukan oranye dan pasukan hijau tidak dikontrak lagi karena ekonomi pun semakin melambat. Jakartapun semakin semrawut, jorok, padat sumpek.Â
Terkadang, Gubernur Anies sulit ditemui karena sedang ada pertemuan tertutup dengan forum ulama-ulama, dan para elit-elit partai yang ingin berkonsultasi. Tidak seperti Gubernur pendahulu yang kerjanya super hebat yang hanya tidur 2 jam sehari sangat cekatan dan hafal dengan setiap rupiah APBD sehingga tidak terjadi kebocoran yang tidak perlu.
Dalam kondisi sedemikian, maka Jakarta melambat, perekonomian stagnan, sementara orang yang merasa berjasa berjuang untuk Anies-Sandy setiap harinya menunggu gilirian dibahagikan oleh sang Gubernur sebagai politik balas jasa.
Akhirnya saya tersadar. Kita tidak sedang mencari pemimpin agama. Kita tidak sedang mencari guru, dosen atau profesor. Kita tidak sedang mencari sosok pemimpin yang pinter merangkai kata. Â Yang kita cari ternyata adalah orang yang tegas, berani berjuang untuk kepentingan rakyat, berani melawan mafia. Tidak mudah dipermainkan parpol, serta konsisten berjuang mewujudkan keadilan sosial. Memberi diri untuk Jakarta, bahkan nyawanya untuk mengusakan keadilan social. Berani bertepuk meja dengan para politisi busuk di parlemen. Berani membuka lembar-lembar APBD ke publik.
Untunglah, hal ini tidak terjadi di alam nyata. Dan ketika otak, perut dan dompet terisi, maka saya pun dengan lega, bahagia bisa bersujud syukur dan berkata, Alhamdulillah. Nikmat yang Kau berikan terhadap kami yang mengalami kebahagiaan yang sempurna, karena kami diberi pemimpin yang punya hati, niat, dan kemauan keras untuk menyejahterakan kami; lahir dan batin. Meskipun dia buka seiman dengan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H