Mohon tunggu...
veldy umbas
veldy umbas Mohon Tunggu... -

Penulis buku yang menggeluti dunia jurnalistik sejak lima belas tahun terakhir aktif sebagai penulis di beberapa media.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Abortus Politik Ahok

13 Desember 2016   02:56 Diperbarui: 13 Desember 2016   03:56 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini adalah sidang perdana Ahok terkait tuduhan penistaan salah satu agama di Indonesia. Dan seterusnya bakal ada salah satu dari dua hal yang pasti terjadi. Pertama, Ahok diputus bersalah. Atau Ahok didapati tidak bersalah. Nanti akan dibuktikan dipengadilan.

Apapun, Ahok sebagai Cagub DKI sudah divonis oleh public bersalah. Hal ini sudah dilakukan oleh media atau yang dikenal trial by the press dan trial by the public opinion. Di negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum harusnya ini tidak boleh terjadi. Lembaga pengadilan harusnya bebas dari tekanan. Karena kebenaran bukan soal selerah mayoritas.

Katakanlah, Ahok akhirnya diputuskan oleh pengadilan bersalah, maka Ahok akan dihukum penjara sesuai dengan Pasal yang disangkakan kepadanya, atas ucapannya yang dianggap mencederai kedaulatan Agama dimaksud. Bukankah kita malu?

Ada orang terpenjara Karena dia berucap, berkata-kata, yang lalu diinterpretasikan menista agama. Hal ini kelak akan menjadi sejarah yang akan dibaca oleh seluruh jagad, Karena ucapan Ahok yang mengandung kata-kata: Jangan mau dibodohi pake Surah Almaida 51, sebagai hal yang telah membuat jutaan massa berkumpul di Monas, bersusah payah jalan kaki beribu-ribu kilometer untuk hal sedemikian.

Padahal kita tahu bersama bahwa ini hanya terjadi Karena Ahok sedang bersaing dalam Pilkada. Siapalah yang gubris hal sedemikian bila yang mengatakannya adalah orang sekelas penulis yang biar pun seribu kali memperkatakan kalimat seperti yang diucapkan itu pasti tidak akan digubris Habib Rizieq itu.

Sebenarnya ketakutan paling besar pada Ahok bukan soal surah Almaida 51. Tapi Ahok nanti mampu menunjukkan kehebatannya sebagai Gubernur DKI. Dan faktanya Ahok adalah seorang non muslim. Sebagai besar rakyat Indonesia memang tidak rela dipimpin oleh orang Kafir. Meski pun semiliyar kebaikan yang dilakukan oleh Ahok di Jakarta, tetaplah Ahok kafirun yang harus dimusnakan.

Keberhasilan Ahok sebagai Gubernur Jakarta jelas akan menjadikan pertimbangan positif bagi Presiden Jokowi yang memang percaya Ahok adala sosok bersih dan professional. Maka besar kemungkinan Ahok pasti diajak tarung dalam Pilpres 2019 mendampingi Jokowi. Selanjutnya sudah bisa ditebak, dengan pola Ahok yang sangat persistence dalam membangun, Indonesia akan seribu kali lebih baik dan akhirnya, Ahok bisa jadi maju Presiden 2024.

Itulah sebenarnya yang tidak disukai oleh elit-elit garis keras. Ketakutan ini lalu memunculkan gerakan besar bersamaan dengan kebangkitan kebersamaan dalam satu harapan agar kelak dasar negara Pancasila itu dirubah sesuai dengan perjuangan kelompok pendukung Piagam Jakarta.

Hal inilah yang lalu diplintir oleh kelompok elit parpol yang ingin mengalahkan Ahok pada Pilkada DKI. Maka, atas dasar itulah kitapun harus merelakan seorang pemimpin bersih, berani, tegas, berkomitmen, berintegritas, dan berkualitas dijebloskan ke penjara. Inilah abortus politik yang halal saja, dari pada nanti terlanjur Ahok menjadi pemimpin kualitas dunia.

Maka, peristiwa ini kemudian akan disimpan rapi di file-file server google dan semua web-web local maupun intenasional yang akan mencatat kebodohan bangsa yang pernah ratusan tahun dijajah oleh bangsa asing Karena rakyatnya yang bodoh dan mau saja dijajah lama-lama tanpa keberanian. Setelah 350 tahun nanti Sukarno Hatta lah yang mengumumkan proklamasi padahal defakto nusantara belum berdaulat.

Ahok boleh saja abortus oleh kelompok radikal dan politisi berkedok agama. Tapi, ingat setiap aksi bakal melahirkan sejuta reaksi. Bandul dialektis secara alamiah selalu terjadi. Satu Ahok boleh abortus, tapi sejuta Ahok nanti akan bermunculan, sebagai reaksi dari penistaan manusia yang dilakukan oleh kelompol agama politis. Coba lihat dulu Nabi Muhammad, mengalami peristiwa kelam hingga harus hijrah dari Mekah ke Madinah, kemudian akhirnya memberikan kemenangan yang gemilang.

Jenderal Mc Arthur bahkan dipukul mundur dari kawasan Pasific, untuk kemudian kembali dengan kemenangan yang luar biasa. Isa Almasih yang merupakan Tuhan kaum Kristen dibunuh Yahudi untuk dikemudian hari melahirkan 2/3 penduduk dunia percaya kepadaNya.

Di Indonesia, SBY  dulu mengaku dizolimi untuk kemudian akhirnya mampu merebut simpati dan menjadi Presiden 2 Periode. Keluarga Sukarno selama 30 Tahun dianiaya untuk selanjutnya melahirkan Ibu Megawati menjadi Presiden dan menjadi Pimpinan Parpol terbesar hari ini. Dan terlalu banyak contoh seorang itu justru makin menjadi besar saat dia terzolimi.

Ahok sudah minta maaf. Bukan satu kali, tapi berkali-kali. Tapi tetap saja, kelompok elit agama dan agama elit itu bersih keras Ahok harus dihukum, seolah dia sudah merepresentasi Tuhan untuk menutup pintu maaf. Meski kita mahfum ini sekali lagi abortus politik. Karena itu, sidang hari ini, dengan segala kebencian dan kemurkaan yang telah ditanamkan untuk membantai karakter Ahok, justru akan menjadi pupuk yang akan makin membesarkan Ahok.

Semakin Ahok dinistakan, semakin Ahok bersinar. Ia akan makin teruji, dan ibarat logam mulia, dia akan ditempa oleh panasnya api persidangan untuk kemudian mengeluarkan cahaya kemuliaannya. Apapun keputusannya. Saya yakin 1.000%. Orang akan mulai bersimpati kepada Ahok. Namanya akan harum dikenang sepanjang masa. Karena Ahok salah satu orang bersih, berintegritas dan bermartabat yang hal politiknya diaborsi karena hasrat berkuasa dengan segala cara oleh kelompok politik pemanfaat agama. (Penulis adalah Ketua Umum ABJ)

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun