Mohon tunggu...
Vedy Koy
Vedy Koy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antisipasi Dampak Pengambilan Keputusan Terhadap Konflik Laut China Selatan yang Melibatkan Indonesia

9 April 2024   03:14 Diperbarui: 9 April 2024   03:17 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS


Berbicara mengenai Laut China Selatan, sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa Laut China Selatan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Karena kekayaan sumber daya alam yang melimpah di sana serta lokasinya yang strategis menjadi penyebab utama mengapa wilayah ini menjadi perebutan bahkan diklaim secara sepihak oleh beberapa negara seperti: China, Malaysia, Vietnam, Filipina Brunei Darussalam. 

Ada 3 (tiga) alasan utama negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut China Selatan, seperti China, Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam dan Malaysia saling berkepentingan memperebutkan wilayah kawasan laut dan daratan dua gugusan Kepulauan Paracel dan Spratly di Laut China Selatan. Pertama, wilayah laut dan gugusan kepulauan di Laut China Selatan mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar.

 Kedua, wilayah perairan Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang menjadi jalur perlintasan aktivitas pelayaran kapal-kapal internasional, terutama jalur perdagangan lintas laut yang menghubungkan jalur perdagangan Eropa, Amerika dan Asia. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Asia, membuat negara-negara seperti China dan negara-negara di kawasan Laut China Selatan bahkan termasuk Amerika Serikat sangat berkeinginan menguasai kontrol dan pengaruh atas wilayah Laut China Selatan yang dinilai sangat strategis dan membawa manfaat ekonomis yang sangat besar bagi suatu negara. 

Sengketa Laut China Selatan ini mulai mencuat pada  tahun 1970-an hingga saat ini belum menemui titik akhir yang jelas (Toruan, 2020). Pada tahun 2010 Indonesia juga mulai terlibat dalam kasus ini setelah Tiongkok mengklaim wilayah utara Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia (Sulistyani, dkk., 2021). 

China terus gencar melakukan aktivitas yang mengganggu kedaulatan negara Indonesia seperti melakukan penangkapan ikan tanpa izin di ZEEI, peringatan yang dikirimkan China atas pengeboran minyak di wilayah Laut Natuna Utara, hingga kapal perang China yang memasuki wilayah Laut Natuna Utara (Manek, 2022).
Sebagai Negara yang berdaulat dan menjunjung tinggi UUD 1945, Indonesia tentunya juga telah menempuh langkah-langkah penyelesaian, baik itu melalui jalur hukum maupun pengamanan yang dilakukan oleh TNI/POLRI yang aktif melakukan pengawasan teritorial perbatasan wilayah laut yang masih masuk dalam ZEEI maupun pemanfaatan sumber daya alam yang ada di sana. 

Tindakan tersebut merupakan wujud perlawanan yang nyata terhadap konflik yang berkepanjangan ini. Hal ini diperlukan agar kedaulatan negara Indonesia sebagai bangsa yang besar dan disegani tidak dipandang remeh oleh dunia internasional, selain itu juga untuk melindungi hak-hak setiap warga negara Indonesia. 

Seperti yang dikutip dari Buku Putih Pertahanan Indonesia terkait kebijakan dan strategi pertahanan negara yang secara garis besar memuat beberapa strategi yang dapat diterapkan agar membantu mengurangi ketegangan di Laut China Selatan (LCS);
1. Peningkatan Kapabilitas Militer: Melalui Minimum Essential Force (MEF), Indonesia dapat memperkuat pertahanan nasional. Ini termasuk peningkatan kualitas kebijakan keamanan nasional, modernisasi deteksi dini, dan penempatan pasukan yang memadai di wilayah Natuna. Dengan kekuatan militer yang memadai, Indonesia dapat menjaga keutuhan wilayahnya dan berkontribusi pada stabilitas Laut China Selatan.
2. Diplomasi Preventif: Indonesia dapat memperkuat diplomasi dengan negara-negara yang mengklaim wilayah di Laut China Selatan. Melalui dialog dan negosiasi, Indonesia dapat meredam ketegangan dan mendorong solusi yang menguntungkan semua pihak. Peran Indonesia sebagai mediator netral dapat membantu mengurangi konflik antara negara-negara yang terlibat.
3. Eksploitasi Sumber Daya: Indonesia dapat mengambil langkah-langkah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di wilayah Laut China Selatan. Ini termasuk eksploitasi minyak, gas alam, dan pengelolaan perikanan. Dengan pendekatan yang bijaksana, Indonesia dapat memperkuat posisinya dan mengurangi ketegangan.
Beberapa kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia sudah tepat, namun ada beberapa hal perlu untuk dijadikan bahan pertimbangan sebagai antisipasi dari dampak yang mungkin saja akan timbulkan dari pengambilan keputusan tersebut. Antisipasi dampak pengambilan keputusan yang dimaksud di sini adalah mempertimbangkan kebijakan maupun strategi yang mungkin saja dapat berdampak pada kestabilan ekonomi maupun dan ketahanan nasional Indonesia. Terutama penggunaan agresi militer dalam penyelesaian konflik internasional ini.
Kita dapat mengambil beberapa contoh kasus agresi militer pada konflik antar Negara yang kemudian berdampak pada keamanan negara dan kestabilan ekonomi negara dalam beberapa dekade terakhir ini seperti;
1. Rusia-Ukraina; seperti yang dilansir dari CNN Indonesia bahwa korban perang perang ini memakan korban hingga ratusan ribu korban jiwa sejak awal perang ini dimulai. Bukan hanya itu saja, akibat perang ini juga akhirnya mengakibatkan kestabilan ekonomi dunia pun ikut terganggu seperti inflasi dan peningkatan berbagai kebutuhan pangan lainnya juga ikut meningkat.
2. Israel-Palestina; perang kedua negara ini sudah berlangsung cukup lama hingga menjadi trending topik di berbagai media masa dan berjuta-juta korban pun berjatuhan namun belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus ini cukup menyita perhatian dunia dan menuai kecaman dari berbagai negara namun hingga saat ini.
3. Amerika-Irak; perang kedua negara ini juga berlangsung cukup lama sejak Amerika menginfasi Irak sejak 2006. Jumlah korban dalam perang ini masih menjadi perdebatan hingga saat ini, namun yang pasti adalah banyak korban yang berjatuhan dari konflik antar 2 negara ini.
Beberapa contoh kasus di atas dapat menjadi bahan reverensi dan pembelajaran bagi kita agar dapat mempertimbangkan setiap keputusan yang hendak di ambil oleh pemerintah RI.  Pengambilan keputusan harus benar-benar mempertimbangkan dampak dari keputusan tersebut agar tidak berimbas ke berbagai aspek yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan NKRI. Apabila Pemerintah Indonesia tidak mengambil tindakan yang tepat atas konflik ini maka tidak menutup kemungkinan bahwa ketegangan di Laut China Selatan sakan terus meningkat serta ke-khawatiran kita akan hal-hal yang tidak diinginkan mungkin saja akan menjadi kenyataan yang akan kita jalani.  
Mengantisipasi dampak yang mungkin saja akan terjadi apabila pemerintah Indonesia kurang tepat memilih langkah penyelesaian konflik ini, maka sejauh ini diplomasi preventif mejadi salah satu alternatif yang tepat yang dapat digunakan dalam penyelesaian konflik ini. Hal tersebut dimungkinkan karena Indonesia merupakan salah satu negara yang terbilang cukup dipercaya bahkan sukses menangani berbagai konflik antar negara melalui jalur diplomasi.  Seperti yang dilansir dari Kompas.com Presiden RI yakni Bapak Joko Widodo mengatakan bahwa "Indonesia sekarang ini diberikan kepercayaan untuk menyelesaikan berbagai konflik dan perang di negara-negara lain". Terbukti bahwa Indonesia mampu menangani konflik yang berlangsung di Myanmar; Indonesia juga diminta oleh PBB untuk ikut menangani proses kembalinya pengungsi Rohingnya; selain itu Indonesia juga menjadi inisiator perdamaian atas konflik Afganistan.
Dari berbagai konflik yang pernah ditangani oleh Indonesia, maka posisi Indonesia cukup akan diuntungkan karena telah terbiasa menangani konflik-konflik yang sedemikian rupa. Langkah diplomasi preventif ini selain dapat menghemat biaya juga dapat meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan bangsa.
Ingatlah bahwa Laut China Selatan adalah kawasan yang kompleks dengan banyak kepentingan yang terlibat. Strategi yang bijaksana dan kerjasama internasional akan menjadi kunci untuk mengurangi ketegangan dan mencapai stabilitas di kawasan ini.

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia, 2023. Pejabat AS: Hampir 500 Ribu Tentara Jadi Korban Perang Rusia-Ukraina (Online). Www-cnnindonesia-com.cdn.ampproject.org (diakses pada 8 April 2024).
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2015. Buku Putih Pertahanan Indonesia. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Jakarta
Kompas.com, 2019. CEK FAKTA: Jokowi Sebut Indonesia Dipercaya Atasi Konflik di Negara Lain (Online). Nasional.kompas.com (diakses pada 8 April 2024).
Manek A., 2022. Strategi Pertahanan Udara Indonesia: Kasus Sengketa Laut Natuna Utara. Jurnal Lemhannas RI. Universitas Pertamina. Jakarta
Sulistyani A., Y., Pertiwi A., C., Sari M., I., 2021. Indonesia's Responses toward the South China Sea Dispute During Joko Widodo's Admininstration. Politica. Universitas Pertahanan. Jakarta
Toruan G., T., L., 2020.  Peran Strategis Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut China Selatan dalam Perspektif Stabilitas Keamanan Regional. Jurnal Keamanan Nasional. Kementerian Pertahanan dan Universitas Pertahanan. Jakarta

#KedaulatanIndonesia
#JagaNatuna
#LombaISDS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun