Mohon tunggu...
Vedia
Vedia Mohon Tunggu... Guru - Guru PNS

Hobi membaca dan menulis di bidang bahasa dan sastra Indonesia, pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kuda-kudaan dalam Dunia Pendidikan, Pendidikan sebagai Kendaraan Politik?

21 Agustus 2024   12:11 Diperbarui: 21 Agustus 2024   12:19 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kuda-kudaan Dalam Dunia Pendidikan

:Pendidikan Sebagai Kendaraan Politik?

Oleh: Vedia

 

Kuda-kudaan adalah mainan dari kayu yang ketika dinaiki ia akan bergoyang-goyang ke depan dan ke belakang. Namun judul dalam  tulisan ini bukan tentang kuda-kudaan mainan seperti itu. Bukan pula kuda-kudaan yang banyak dimainkan anak SMA. Seperti yang baru saja terjadi di kelas penulis yang menyebabkan lutut seorang anak luka sampai harus dijahit karena ketika tersungkur terkena lantai kelas yang pecah sejak lama dan belum juga diperbaiki.

Tulisan ini menyoroti tentang masih adanya praktik kuda-kudaan dalam dunia pendidikan. Hal ini terjadi karena masih masifnya perilaku tunggang-menunggangi dalam dunia pendidikan. Peristiwa tunggang-menunggangi sering kali terjadi dan terus saja terjadi berulang kali ketika penerimaan siswa baru. Lihat saja berita yang belum lama ada di Instagram https://www.instagram.com/p/C-B1JxNyca_/?igsh=MWpqcG9rcndrbWU3aA== Berita di Instagram ini menyebutkan adanya praktik pungli saat penerimaan siswa baru. 

Hal yang menyedihkan dari 1.493 komentar yang diberikan 98% mengakui adanya praktik kotor di sekolah-sekolah. Tentu saja berita ini hanya salah satu dari sekian banyak berita tentang praktik kotor menjelang tahun ajaran baru.

Berdasarkan informasi yang penulis dapat, banyak praktik kuda-kudaan yang menyebabkan hal ini terjadi. Namun masing-masing selalu merasa menjadi yang ditunggangi. Lantas siapa sesungguhnya yang menunggangi? Wallahu a’lam bishawab. Ada banyak pihak yang sering disebut-sebut sebagai joki mulai dari kalangan masyarakat biasa sampai yang berhubungan dengan partai politik yang sudah menjadi wakil rakyat. Lagi-lagi hal ini sulit untuk diusut karena semua  punya kepentingan sendiri-sendiri. Wakil rakyat, LSM, atau yang lainnya konon melakukan praktik “kuda-kudaan” baik secara langsung maupun melalui perantara. 

Para pelaku praktik kotor ini seharusnya sadar kalau tindakan mereka yang katanya “menolong” justru merugikan pihak lain yang sebenarnya lebih berhak. Ini sama saja merampas hak orang lain karena tindakan memaksakan kehendak apalagi dengan iming-iming uang.

Dalam hal peningkatan karir bagi guru pun sering kali terjadi “kuda-kudaan”. Baru-baru ini  Prov. Banten menyelenggarakan pelantikan dengan judul “PJ Gubernur Al Muktabar lantik 73 Kepala Sekolah” berita ini dimuat pada https://www.bantenraya.com/daerah/12713373594/pj-gubernur-banten-al-muktabar-lantik-73-kepala-sekolah Berita ini memuat tentang pelantikan 73 kepala sekolah dan pengawas. Jumlah ini jelas masih kurang dari yang dibutuhkan. Masih banyak sekolah-sekolah yang hingga kini hanya dijabat oleh PLT kepala sekolah. Kondisi kekosongan kepala sekolah bukan terjadi hanya hitungan bulan, melainkan tahunan. 

Padahal posisi kepala sekolah sangat penting sebagai pemimpin yang bisa menggerakkan arah kebijakan dan mewujudkan visi dan misi sekolah. Kepala sekolah juga menjadi kunci roda untuk menciptakan budaya positif di sekolah. Tidak adanya kepala sekolah secara definitif sudah pasti akan menghilangkan beberapa peran yang sangat penting. PLT tidak akan bisa maksimal melaksanakan tugas karena kelebihan beban kerja.

Tak kalah pentingnya terkait  berita ini adalah masalah pengawas sekolah. Hal aneh yang terjadi dalam pelantikan tertanggal 19 Agustus 2024 adalah hanya ada 1 pengawas sekolah yang dilantik. Padahal kebutuhan pengawas sekolah masih sangat banyak. Saat ini  satu orang pengawas sekolah memiliki  beban tugas ada yang hingga 40 sekolah. Padahal idealnya 1 orang pengawas hanya membina 7-sampai 10 sekolah. Sementara masih banyak calon pengawas di Prov. Banten yang menunggu dengan penuh harapan untuk bisa mengabdi sebagai pengawas sekolah.

Sebelumnya dari 178 jumlah calon pengawas yang telah dilantik baru berjumlah 58, pelantikan dilakukan pada bulan Desember tahun 2022. Siapakah mereka yang dilantik? Tak ada kriteria yang jelas karena mereka yang dilantik tidak mencerminkan kriteria tertentu yang pasti. Kriteria bisa saja dari sertifikat diklat dengan kategori sangat memuaskan, namun nyatanya tidak semua yang memiliki  kategori sangat memuaskan yang dilantik, masih ada yang memiliki kategori sangat memuaskan tetapi tidak dilantik. 

Sebaliknya seseorang yang memiliki sertifikat dengan kategori memuaskan ada yang dilantik. Kriteria pengalaman, pendidikan, dan prestasi sama sekali tidak dilihat karena banyak yang memiliki pengalaman, pendidikan, dan prestasi yang mumpuni namun tidak dilantik. Sementara mereka dengan pengalaman yang sangat minim dan tidak berprestasi, dilantik. Mengapa ini bisa terjadi? Lagi-lagi dugaan praktik “Kuda-kudaan” terjadi karena tidak ada kejelasan dan penjelasan yang pasti.

Sementara itu penantian calon pengawas sekolah di Prov. Banten terus berlanjut dan kini sudah 6 tahun lamanya sejak pendaftaran dibuka tahun 2018. Nasib calon pengawas sangat memprihatinkan. Banyak pengorbanan sudah dilakukan oleh calon pengawas mulai dari tenaga, pikiran, dana, dan korban perasaan. Entah sampai kapan calon pengawas di provinsi Banten harus menunggu. Seharusnya ada kejelasan hingga tak ada dugaan praktik “kuda-kudaan”.

Selain 119 calon pengawas yang bersertifikat namun belum dilantik ada pula guru penggerak yang menanti adanya perubahan nasib setelah mengikuti pendidikan guru penggerak. Mereka pasti sudah sangat ingin mengimplementasikan ilmu yang didapat di tempat dan jabatan yang berbeda. Bahkan sebenarnya dari 119 calon pengawas itu sendiri ada yang sudah menjadi guru penggerak, pengajar praktik, bahkan fasilitator pendidikan guru penggerak. 

Apakah kiprah guru yang terlibat dalam pendidikan guru penggerak ini mempunyai arti bagi Prov. Banten? Guru penggerak begitu pula calon pengawas bersertifikat, apalagi yang sudah memenuhi keduanya perlu apresiasi perlu wadah untuk mengimplementasikan ilmunya secara nyata dalam lingkup yang lebih luas bukan hanya bisa menjadi pemimpin pembelajaran di dalam kelas. Namun kenyataannya jalan untuk mereka masih tertutup. Apakah ini terjadi karena adanya praktik “kuda-kudaan” lagi? Wallahu a’lam bishawab. Pertanyaan ini bergulir lagi karena 1 orang pengawas yang dilantik pun tidak jelas kriterianya. 

Dunia pendidikan harusnya dibuat jelas tidak buram yang menimbulkan multi tafsir. Dunia Pendidikan harusnya Merdeka dari kepentingan-kepentingan termasuk kepentingan politik yang dapat merugikan. Jangan jadikan pendidikan sebagai kendaraan politik agar mendapat kursi lebih banyak atau lebih lama. Politik harusnya mendukung dunia pendidikan berkembang mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang mengarah pada profil pelajar pancasila. 

Enam dimensi profil pelajar Pancasila yaitu 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif. Praktik “kuda-kudaan” tentu sangat jauh dari dimensi ini. Kalau praktik “kuda-kudaan” terus dilakukan bagaimana pendidikan di negara ini mau berubah ke arah yang lebih baik? Jika pendidikan dijadikan kendaraan politik maka hasilnya hanya bisa dinikmati sebagian dan ini bertanda pendidikan di negeri ini masih jauh dari  kata “M E R D E K A”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun