Mohon tunggu...
Vedia
Vedia Mohon Tunggu... Guru - Guru PNS

Hobi membaca dan menulis di bidang bahasa dan sastra Indonesia, pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya Positif

20 Agustus 2024   21:48 Diperbarui: 21 Agustus 2024   04:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998)

Budaya Positif

Oleh: Vedia

Zaman terus berubah tantangan yang didapat oleh siswa kini bukan lagi hanya masalah mencotek di kelas atau sekadar datang terlambat. Banyak masalah yang dihadapi siswa karena berbagai permasalahan. Tingkat perceraian yang semakin tinggi sehingga menyebabkan keluarga menjadi berantakan (broken home), kecanggihan teknologi dengan dampak buruknya seperti pornografi, kecanduan main game, keasyikan menonton konten yang tidak semua positif telah menyita waktu dan pikiran siswa.

Kondisi yang demikian menuntut guru sebagai individu dalam dunia Pendidikan harus memahami berbagai kondisi yang dialami siswa. Oleh karena itu penting menciptakan budaya positif di sekolah. Untuk lebih memahami budaya positif. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai budaya positif yang disarikan dari modul 1.4 Budaya Positif Program Pendidikan Guru Penggerak.

Perlu kita sadari budaya positif dapat terbentuk dari pembiasaan melalui program yang diselenggarakan sekolah. Selain itu yang tidak kalah penting budaya positif akan tercipta dari keteladanan guru kepada murid-muridnya.

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam upaya menumbuhkan budaya positif:

1. Makna disiplin positif

2. Nilai-nilai kebajikan

3. Lima kebutuhan dasar manusia

4. Teori motivasi perilaku

5. Hukuman, penghargaan, dan konsekuensi

6. Keyakinan kelas

7. Lima posisi kontrol

8. Segitiga restitusi

1. Makna disiplin positif

Disiplin positif merupakan kebiasaan-kebiasaan positif yang tumbuh tanpa paksaan.  Disiplin positif ada pada seseorang yang memiliki motivasi internal yang tinggi dalam mengusai diri untuk melakukan Tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal.

Sebagai pendidik tugas guru adalah membimbing siswa untuk memiliki disiplin diri yang berasal dari dirinya sendiri. Siswa dalam melakukan disiplin positif tidak terlepas dari motivasi yang ingin dicapai oleh siswa itu sendiri. Peran motivasi menjadi hal yang sangat penting

2. Nilai-nilai Kebajikan

Untuk menerapkan disiplin positif maka kita perlu memahami nilai-nilai Kebajikan yang berlaku secara universal. Adapun nilai-nilai Kebajikan yang berlaku secara umum di Indonesia yang selanjutnya akan menjadi profil pelajar Pancasila ketika penanaman budaya positif sudah bisa terlaksana dengan baik yaitu:

  • Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
  • Mandiri
  • Bernalar Kritis
  • Berkebinekaan Global
  • Bergotong royong
  • Kreatif

3. Lima Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

Selain memahami nilai-nilai Kebajikan seperti yang disebutkan di atas untuk dapat menerapkan disiplin positif juga perlu dipahami 5 kebutuhan dasar manusia yaitu:

  • Kebutuhan Bertahan Hidup
  • Kasih sayang dan Rasa Diterima
  • Penguasaan
  • Kebebasan
  • Kesenangan

Dengan memahami lima kebutuhan dasar manusia diharapkan guru mau lebih meluangkan waktu untuk melihat dan mendengar apa yang sesungguhnya siswa alami ketika ia melakukan suatu kesalahan. Setelah melihat dan mendengar diharapkan guru juga merasakan apa yang siswa rasakan. Dengan seperti itu guru akan dapat memandang siswa dari sudut pandang siswa bukan hanya berdasar dari sudut pandangnya sendiri. Kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi kadang bisa menyebabkan orang lupa akan nilai-nilai kebajikan dan melakukan kesalahan.

Dunia Berkualitas

Dunia Berkualitas adalah tempat khusus dalam pikiran, tempat menyimpan gambaran representasi dari semua yang diinginkan: bisa berisi orang-orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup dan membuat  rasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda.

Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.

4. Teori motivasi perilaku

Pada dasarnya apa yang terjadi pada diri seseorang bisa dipengaruhi oleh banyak factor. Untu memahami hal ini maka perlu diketahui 3 motivasi yang mendasari orang melakukan suatu perilaku, yaitu:

  • Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman.
  • Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
  • Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Dari 3 teori motivasi ini jelaslah bahwa seseorang yang melakukan sesuatu akan sangat bergantung  pada apa yang diinginkannya. Ketika ada dua orang yang selalu rajin beribadah maka bukan tidak mustahil motivasinya berbeda. Begitu juga Ketika ada 2 anak berbuat kesalahan maka motivasinyanya juga bisa saja berbeda.

5. Hukuman, penghargaan, dan konsekuensi

Dalam dunia Pendidikan selama ini kita mengenal adanya hukuman yaitu hal yang dilakukan kepada seseorang jika ia melakukan kesalahan. Sebaliknya jika ia melakukan hal baik seperti rajin dan pintar guru sering melakukan penghargaan. Guru juga mengenal adanya konsekuensi jika memberikan tindakan atas kesalahan yang dilakukan siswa. Benarkah apa yang selama ini sudah sering guru lakukan? Coba pelajari table berikut ini:

(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hukuman memiliki dampak yang negatif apalagi dilakukan secara berulang-ulang. Konsekuensi agak lebih baik Ketika mengatasi kesalahan yang dilakukan oleh siswa, namun sebisa mungkin konsekuensi pun hedaknya bis akita hilangkan karena dampaknya bisa membuat siswa tidak nyaman. Cara yang  relative lebih aman adalah dengan melakukan restitusi karena di sini alih-alih erasa tersakiti, siswa malah mendapat penguatan dan merasa dihargai.

6. Keyakinan kelas

Dalam mewujudkan prilaku warga sekolah yang memiliki budaya positi hal pertama perlu diciptakan dan disepakati adalah membuat keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan yang disepakati Bersama.

  • Keyakinan kelas hendaklah bersifat lebih 'abstrak'
  • Keyakinan kelas dituliskan berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan sesuai dengan kondisinya
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu

7. Restitusi-Lima posisi control

Restitusi sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

Dalam melakukan restitusi kita perlu mengenali ada 5 posisi control yang bisa dilakukan oleh guru. Hal tersebut dapat dilihat pada table berikut:

(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998)
(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998)

Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui posisi penghukum dan pembuat orang merasa bersalah adalah posisi control yang harus dihindari oleh guru karena berpotensi menyebabkan kegagalan dalam proses mendidik. Posisi guru sebagai teman dan pemantau merupakan posisi control positif walaupun jika posisi ini terus-menerus dilakukan maka siswa akan ketergantungan dan hanya mau melakukan hal yang positif jika ada gurunya. Posisi guru sebagai manajer adalah posisi yang paling aman. Di sini guru bertindak dengan bijak dan menghargai hak siswa untuk didengarkan dan dimengerti. Dengan demikian posisi guru sebagai manajer akan membawa pada kesuksesan nantinya.

8. Segitiga Restitusi

 Segitiga restitusi adalah cara untuk menerapkan posisi control guru sebagai manajer. Dalam segi tiga restitusi di temukan Langkah-langkah yang bisa memberdayakan siswa meskipun ia bersalah. Ada tiga Langkah dalam segitiga restitusi yaitu:

  • Stabilkan Identitas
  • Memvalidasi Tindakan
  • Menanyakan Keyakinan

Stabilkan identitas adalah saat ketika guru menanyakan sesungguhnya apa yang terjadi. Validasi tindakan yang salah adalah ketika guru menanyakan  kesalahan apa  yang telah dilakukan siswa.Menanyakan keyakinan adalah saat guru menanyakan apakah yang dilakukan siswa telah menyalahi keyakinan kelas/sekolah. Dalam hal ini siswa sendiri yang menyampaikan apakah ia salah atau tidak. setelah menemukan kesalahannya ia akan menemukan solusi perbaikan ke depannya. Dengan demikian siswa akan sadar seutuhnya akan kesalahannya sendiri bukan langsung di-cap salah.   

Dengan mendengarkan alasan yang dilakukan siswa dan meminta siswa sendiri yang mencari solusi maka siswa akan merasa  didengar dan dihargai.  Siswa akan merasa nyaman karena tindakannya yang dilakukannya dilihat tidak semata-mata sebagai suatu kesalahan. Siswa belajar menemukan jati diri dengan cara yang benar. Adapun contoh praktik segitiga restitusi dapat dilihat pada link berikut: https://youtu.be/aZCddQIKPtQ?si=KdjclhS4v0OGp6Mk 

              Pada akhirnya budaya positif akan membuat siswa merasa nyaman dan mampu mengembangkan dirinya secara maksimal. hal ini terjadi karena dengan memahami  budaya positif guru akan mampu mendengar dengan hati suara siswa sehingga siswa pun akan memberikan hatinya dengan senang. Sudah semestinya dalam pikiran dan tindakan seorang guru adalah bagaimana dapat menciptakan student wellbeing. Diseminasi budaya positif yang dilakukan penulis dapat disaksikan pada link berikut: https://youtu.be/RK64f_meLQ8?si=kS9mtNVM5zbHNn3C

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun