[caption id="attachment_190738" align="aligncenter" width="640" caption="Emak dan Bapak ( ailopyu-ol)"][/caption] Rasaku dahulu :
Senangnya, hari ini sudah hari jum'at yang sama artinya sore nanti aku bisa pulang kerumah ketemu Bapak sama Mamakku. Meskipun di kost-an banyak teman, tetap saja aku selalu pulang kerumah seminggu sekali. Alasannya bukan saja rumahku yang hanya mempunyai jarak tempuh kurang lebih satu jam perjalanan, tapi juga karena uang pemberian Emak memang hanya untuk jatah seminggu. Emak dan Bapak berjualan Bakso di pasar dan terminal, tentu saja mereka menyisihkan pendapatan penjualannya setiap harinya sedikit demi sedikit dan kemudian hingga Jum'at sore aku pulang dan Senin pagi berangkat lagi kuliah dengan membawa uang simpanan Emak tadi.
Setiapkali aku sampai dirumah, entahlah senang sekali rasanya. Mungkin karena bertemu Emak sama Bapak, mungkin karena aku bisa tidur dikamar kecilku dirumah, mungkin karena aku bisa bantuin Emak jualan dipasar, mungkin karena aku akan dapat jatah uang mingguan lagi. Atau masih ada berbagai kemungkinan yang lain. Jika aku tidak salah menerka, kulihat Emak dan Bapak juga gembira dengan kepulanganku, mungkin karena mereka memang kangen denganku, mungkin karena aku anak bungsunya, mungkin seminggu adalah waktu yang cukup lama untuk menanti kehadiranku, tapi mungkin juga aku salah menerka.
Sesampai dirumah, kucium tangan Emak dan Bapak dan akupun mendapat hadiah ciuman di pipi. Kemudian Emak tak pernah lupa memberikan apapun itu untukku. Selama seminggu itupun, Emak menyisihkan buah atau makanan yang Emak makan untukku. Tidak selalu sama. Terkadang Emak memberikanku dua buah Salak, satu buah Jeruk, dua buah permen, selalu berlainan. Emak bilang : tiap Emak makan, selalu ingat kamu, jadi Emak simpan untukmu. Meskipun aku seringkali bilang, sudahlah tak perlu selalu menyimpan makanan, menyisihkan untukku, tapi tetap saja Emak lakukan. Seringkali kudapati buah Jeruk itu mulai keriput, bukan karena terlalu lama disimpan didalam lemari pendingin( lemari pendingin sudah kehilangan fungsinya alias rusak, itupun peninggalan kakakku yang sulung) tetapi Emak menyimpannya dalam beras. Bukan pula beras yang disimpan dalam penyimpanan beras seperti Cosmos dan sejenisnya, melainkan beras emak hanya disimpan dalam Gentong Beras. Hm, Gentong itu masih ada ya, Mak...
Pernah aku bertanya, kenapa Emak selalu beli buah, selalu punya makanan yang disimpan untukku. Ternyata bukan berarti Emak membelinya setiap hari, tapi terkadang ketika acara nyumbang di pesta pernikahan atau sunatan sekalipun ketika ada jamuan makan disertai buah, diberi kue plus permen yang biasanya dikemas apik dalam mika atau kotak snack, saat itulah Emak membawanya pulang disimpan untukku. Tidak harus berlebihan begitu Mak, aku sudah cukup bahagia punya Emak yang ketika aku sekolah dulu Emak selalu membuatkan aku susu kemudian Emak antar kekamarku karena aku sibuk berdandan untuk keberangkatanku ke sekolah. Tapi Emak tidak berubah...
Emak itu mudah menangis. Aku juga cengeng, mestinya warisan dari Emak. Emak menangis ketika mengantarkanku ke kost untuk pertama kalinya, ketika Senin pagi aku kembali berangkat kuliah, ketika aku menyelesaikan studi-ku, ketika aku putus hubungan dengan teman dekatku, ketika menjelang pernikahanku, saat pernikahanku, ketika mengantarkanku kerumah suamiku, ketika mendengar kehamilanku, ketika aku melahirkan malaikat kecilku, ketika aku sakit, ketika malaikat kecilku sakit, ketika lebaran, ketika Emak shalat dipertiga malam, ketika hatinya sedikit terluka oleh Bapak, ketika Bapak memarahiku karena kebandelanku, dan masih banyak lagi ketika-ketika yang lain. Ajaibnya, sepertinya Emak selalu lebih tahu rasaku juga dukaku sehingga Emak selalu lebih dahulu menangis. Terlalu banyak tangisannya, dan sepertinya banyak tangisnya yang tidak aku ketahui. Terlalu banyak dukanya yang sengaja Emak sembunyikan dariku. Terlalu banyak catatan memilukan yang sedikit saja tersampaikan untukku.
Rasaku Sekarang :
Hebatnya lagi,
Sampai sekarangpun Emak tetap menyisihkan makanan untukku. Sehari aku tak berkunjung, Emak pasti telpon :" Kok ga kerumah, ini Emak simpenin bumbu urap sama Ayam Kecap ". Belum lagi petis yang dibawa Bapak sepulang dari Jawa Timur. Masih banyak lagi yang tak mungkin aku tuliskan semuanya disini. Pun ketika aku berkunjung membawakan buah tangan selalu saja disisihkan beberapa untuk dibawa aku pulang kembali kerumah. Aneh. Tapi aku sudah tidak pernah protes lagi tentang makanan yang disisihkan untukku. Sejak Emak selalu bilang bahwa Emak selalu ingat anak. Aduh indahnya, dan merinding disko mendengarnya. Terimakasih, Mak. Sekarang aku tahu alasanmu. Aku mencintaimu, dan sepertinya cintaku tak cukup mengimbangi rasa cintamu untukku.
Kata Emak dahulu :
Sudahlah, jangan selalu tanya kenapa Emak melakukan ini dan itu untukmu, mbak-mu dan mas-mu. Melihat kalian senang, hidup bahagia itu sudah cita-cita Emak. Setiap Emak makan, selalu ingat kamu juga mbak dan mas-mu. Kamu nanti akan tahu ketika kamu sudah menikah dan punya anak. Emak itu selalu ingat anak. Kalau kamu tidak suka dengan yang Emak lakukan selama ini, ya sudah diem aja karena Emak tidak mau berhenti. Kalau kamu tetap tidak suka, yowes, besok kamu punya anak, jangan seperti Emak.
Kata Emak sekarang :
Jadi isteri yang baik ya, Nduk. Isteri solehah. Jangan kasar sama anak, Emak sakit kalau kamu kasar sama anak. Besok libur to, dolan kerumah. Mamak sama Bapak kangen, palagi sama Anakmu. Nginep yo, Nduk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H