Pukul 8 malam aku dan teman-teman ku berkumpul di dalam tenda pengungsian. Sesekali aku melihat ke arah, Zahra, yang sedari tadi mengucek-ngucek mata bahkan mengeluarkan sedikit air mata.Â
"Zahra, kalau mengantuk kenapa tidak tidur?" Tanya ku.
"Aku takut," jawab Zahra.
Yusuf, temanku menyahut. "Takut untuk apa Ra?"
"Aku takut, nanti saat aku tidur dan aku terbangun aku tidak melihat kalian lagi, tidak melihat ayah dan ibu, aku takut seperti Fatimah yang di culik penjahat-penjahat itu."
Semua terdiam, begitu juga dengan aku. Untuk mengirup udara saja kami selalu tidak tenang, tak bisa bersekolah seperti yang lainnya, hanya berada di tenda pengungsian. Di keheningan itu, Ali teman ku bersuara.
"Hey, tak perlu takut apapun! Kita memang anak-anak yang tidak punya kekuatan untuk melawan mereka tapi kita punya Allah yang akan menolong kita."
Ali berucap dengan suara yang tegas, persis seperti yang dikatakan oleh guru mereka. Selama di pengungsian kegiatan anak-anak Palestina adalah menghafal Al-Qur'an. Karena mereka yakin dengan Al-Qur'an mereka dapat melawan para zionis-zionis itu.
Ahmad mengangguk setuju dengan ucapan Ali. Tak perlu ada yang di takuti, selagi Allah bersama mereka. Lalu Ahmad mengambil tinta di saku celana nya membuat aku dan yang lainnya menatap heran.
"Kita tulis nama kita masing-masing, di tangan, di kaki, atau dimana pun itu. Agar ketika kita tidak lagi bisa bertahan hidup, kita dapat teridentifikasi."