Dewasa ini jadwal tayangan Infotaiment ada disetiap saat. Sudah menjadi syarat hampir di semua stasiun televisi. Saya mengistilahkan Infotaiment sebagai makanan. Dikonsumsi dari pagi hingga malam. Saya pun tidak munafik untuk mengatakan pernah menjadi konsumen Infotaiment. Pagi hari, sarapan saya sudah disajikan dengan kisruh rumah tangga selebriti. Walaupun bukan hal yang menyenangkan, tapi ya memakannya seakan makanan yang sangat lezat. Tanpa terasa hari sudah siang. Saya pun sudah berada di kantor. Jadwal makan siang sudah tiba. Ternyata saya harus memakan makanan yang saya makan tadi pagi. Tapi, baiklah saya makan. Setidaknya lumayan buat pengganjal perut. Ketika sore hari, kembali saya mengkonsumsi makanan yang sama. Hanya bedanya, dikemas dalam bentuk Investigasi. Mensejajarkan gossip dengan berita yang sangat penting seperti pidato presiden tentang kebijakan kenaikan BBM. Saat bersantai di malam hari, makanannya masih sama. Kalau hari itu menceritakan kisruh rumah tangga artis tertentu, maka seharian tanpa sadar kita menyaksikan tayangan yang di ulang-ulang.
Satu bulan kemudian si artis ternyata jadi bercerai. Wah sepertinya semakin nikmat disantap saja. Hari demi hari berlalu. Yang jadi "artis" bukan hanya si artisnya sendiri, tetapi pengacaranya, ibunya, kakaknya, bahkan selingkuhannya (kalau ada). Ternyata ketika resmi bercerai tetap saja bisa jadi berita. Masih saja ditanya apakah ada kemungkinan rujuk? Akhirnya si artis punya pasangan, lalu mantan pasangannya ditanyai komentarnya tentang hal ini. "Jaka sembung bawa golok ...... " dong kalau begitu (tidak perlu saya lanjutkan istilah diatas.
Karena penayangan yang terus-terusan, maka semua kalangan sepertinya sangat tahu tentang kehidupan artisnya. Merasa sangat tahu tentang kehidupan seseorang hanya dari tayangan yang dia konsumsi setiap harinya. Tahu karena media. Efek media memang dapat membentuk opini publik. Lalu bagaimana jika pemberitaannya keliru? Itu namanya pembodohan terhadap publik. Ketika masih mengalami masa kuliah (semester awal), salah satu dosen pengantar jurnalistik mengatakan:"Jurnalistik mempunyai proses kerja yang berdasarkan kode etik. Keakuratan suatu fakta amat sangat penting. Jika kalian menganggap Infotaiment itu bagian Jurnalistik, itu salah besar. Bapak pernah melihat prosesnya. Ternyata Infotaiment bak sinetron yang sudah ada skenarionya". Pernyataan dosen itu menyadarkan saya bahwa selama ini saya memakan makanan yang berbeda dengan kemasannya. Bahkan penipuan. Makanan yang selama ini saya kira semur ayam, ternyata hanya semur jengkol yang pahit dan bau (walaupun sebagian orang menyukainya).
Gambaran diatas mengingatkan saya terhadap pengaruh komunikasi peluru ajaib" (bullet theori). Dalam teori ini individu-individu dipercaya sangat dipengaruhi langsung dan secara besar oleh media, karena media dianggap sangat berkuasa dalam membentuk opini publik. Kekuatan Infotaiment sangat besar, tayangannya "menyerang" masyarakat bak jadwal makan, ada makan pagi, siang, sore, hingga malam. Efeknya terhadap masyarakat pun sangat kuat. Jika salah-salah menayangkan suatu pemberitaan, maka sama saja menyuguhkan racun kepada masyarakat. Tanggung jawab produsen makanan Infotaiment itu amat besar. Ini bukan hanya suatu tontonan, tetapi doktrin yang memiliki efek yang kian dahsyat. Hampir semua kalangan menyaksikan. Bahkan anak SD saja membicarakan perceraian selebritis disela-sela jadwal istirahatnya. Memang efek Infotaiment memang super dahsyat. "Mendewasakan" apa yang masih belum dewasa.
S ekarang semua dikembalikan kepada individunya. Apakah kita termasuk orang-orang yang selektif memilih "makanan" yang kita konsumsi? Dan jika saya boleh bermimpi, seandainya saja produsen "makanan" itu bertindak sedikit elegan dan bermoral. Buatlah makanan yang bermutu, bukan hanya sekedar laku dijual. Jika yang jadi alasan karena urusan perut, semua orang juga banting tulang untuk makan. Alangkah indahnya jika kita makan dari sesuatu yang berkah. Kalian sudah memiliki "power" maka jadikanlah kekuatan itu untuk memberi yang bermutu untuk masyarakat. Kerja memang susah. Semua orang juga melalukan upaya untuk hasil yang terbaik. Fakta memang harus dicari, bukan direkayasa sendiri. Jika membicarakan agama, anak kecil juga tahu bahwa berbohong itu dosa. Dan kalian pun tidak ingin disebut pembohong, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H