Mohon tunggu...
Dea Avega Editya
Dea Avega Editya Mohon Tunggu... Penulis - Manajer Layanan Lembaga Rating dan Pemberi Pinjaman di Kemenkeu RI

Menulis agar tidak dilupakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Exit Strategy dari Pandemi Covid-19

18 April 2020   21:38 Diperbarui: 19 April 2020   19:33 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu media ABC Australia mengulas mengenai exit strategy yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Australia atas permasalahan pandemi covid-19 (link berita). Ada hal menarik yang dikemukakan di artikel tersebut yaitu mengenai prioritas apa yang dapat diambil oleh Pemerintah apabila pandemi ini terus berlangsung dengan batas waktu yang tidak dapat ditentukan. 

Berdasarkan angka statistik, covid-19 secara umum menargetkan (baca: membahayakan) kelompok usia tua dan hanya memberikan gejala ringan (mild symptom) bagi kelompok usia muda (meskipun juga terdapat persentase kecil kasus kematian). Dengan melihat kenyataan tersebut, apakah tidak sebaiknya Pemerintah lebih memprioritaskan kesehatan ekonomi dan keuangan negara yang berpotensi babak belur ketimbang mementingkan "keselamatan" warga negara senior dengan beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia muda/produktif? 

Dengan adanya pembatasan aktivitas, tentu akan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi kelompok warga negara usia produktif terlebih apabila dilakukan dalam periode waktu yang panjang. Pembatasan aktivitas bisnis misalnya akan membuat golongan warga negara tersebut kehilangan mata pencaharian. Warga negara lain yang berstatus pelajar pun dirugikan dengan diliburkannya sekolah ataupun menurunnya kualitas belajar mengajar akibat metode online. Bukan hanya itu, biaya penanggulan covid-19 yang tidak kecil pun akan dibebankan kepada kelompok warga negara usia muda dengan besarnya utang yang harus dibayarkan oleh generasi ini di masa mendatang. Pemerintah Indonesia misalnya, baru-baru ini menerbitkan Global Bonds sebesar $4,3 miliar (salah satu serinya $1 miliar memiliki tenor 50 tahun) sebagai respon awal penanganan dampak pandemi.

Negara-negara lain pun melakukan langkah serupa. Saya meminjam grafik olahan mentor saya, seorang kandidat Phd yang telah membuat dan mengupload grafik respon pandemi dari sejumlah negara di akun IG beliau. Dana stimulus penanganan covid-19 di negara-negara ini bersumber dari utang.

Besaran Dana stimulus yang digelontorkan beberapa negara berdasarkan GDP (%)
Besaran Dana stimulus yang digelontorkan beberapa negara berdasarkan GDP (%)

Presiden Jokowi memperkirakan bahwa wabah covid-19 akan berakhir di akhir tahun 2020. Namun, dengan munculnya hasil studi terkini dari Korea Selatan yang baru saja diberitakan oleh media Wall Street Journal kemarin (link berita) dan isu sebelumnya yang mirip terjadi di China, Jepang dan India membuat saya khawatir, jangan-jangan covid-19 ini, seperti halnya influenza, tidak akan pernah bisa secara tuntas dihilangkan. 

Dokter di Korea Selatan yang melakukan penelitian terhadap sekitar seratusan ex-penderita covid-19 yang dinyatakan sembuh (tes dilakukan 13 hari setelah keluar dari RS) menyatakan bahwa para survivor covid-19 tersebut ternyata kembali terinfeksi virus. Studi tersebut juga membuktikan bahwa alat tes standar yang sekarang dipakai untuk menguji seorang pasien terinfeksi atau tidak ternyata tidak mampu untuk mendeteksi infeksi virus yang telah berada di stage 2. Kesimpulan sementara dari penelitian ini adalah bahwa covid-19 dapat berdormansi dan kembali aktif sewaktu-waktu. 

Isu mengenai second wave covid-19 pun berpotensi turut menambah kusut masalah ekonomi akibat pandemi ini. Apabila Pemerintah bersikukuh terus melanjutkan kebijakan untuk membatasi aktivitas masyarakat, pertanyaan selanjutnya adalah sampai berapa lama hal ini akan terus dilakukan? dan berapa dana tambahan yang akan digelontorkan? 

Apabila second wave benar-benar terjadi, bukan tidak mungkin juga akan muncul third, fourth, fifth wave dan seterusnya. Hal ini membuat saya sadar bahwa mungkin ada alternatif kebijakan lain yang dapat ditempuh oleh Pemerintah untuk mengatasi dan keluar dari persoalan pandemi utamanya dibidang ekonomi. Beberapa negara (termasuk Amerika Serikat) sudah mulai "tidak tahan" dengan dampak ekonomi yang harus ditanggung dan telah melonggarkan sebagian aktivitas yang berkaitan dengan bisnis. 

IMF memprediksi GDP global akan tergerus sebesar 3%, bahkan di dalam skenario terburuk, pandemi yang berkepanjangan di tahun 2020 akan mengerek turun angka tersebut hingga ke 8%. Dampak yang akan jelas terlihat adalah adanya peningkatan utang negara yang sangat tajam untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh covid-19. Permasalahan ini perlu dikaji oleh Pemerintah secara mendalam dengan mempertimbangan alternatif terbaik yang memberikan net-benefit paling besar.  

Haruskah kita mengorbankan generasi masa depan?

Artiker berita terkait:

Economics vs. Epidemiology: Quantifying the Trade-Off

New Data Suggest the Coronavirus Isn’t as Deadly as We Thought

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun