Mohon tunggu...
VAZA SABILAANANDA
VAZA SABILAANANDA Mohon Tunggu... Lainnya - tangguh satu perjuangan

salah satu mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Polemik Kasus Terorisme di Indonesia yang Tak Kunjung Usai

15 April 2021   09:07 Diperbarui: 15 April 2021   10:39 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir akhir ini aksi terorisme di Indonesia mulai muncul kembali seolah hal tersebut merupakan suatu hal yang baru terjadi. Dalam waktu yang bisa dikatakan berdekatan, aksi terorisme di Indonesia sudah dua kali terjadi. Yang pertama yaitu aksi bom bunuh diri yang dilakukan di Gereja Katredal Makassar dan yang kedua yaitu penyerangan mabes polri. 

Terorisme sendiri bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia, teroris sudah ada mulai abad ke-18 meski begitu.  menurut Grant Wardiaw dalam buku yang berjudul Political Terorism (1982). Sebelum revolusi prancis manifestasi dari terorisme sudah nyata adanya, tetapi baru kelihatan menjadi tindakan yang progresifitas dan populer pada paruh kedua abad ke-19. Hal tersebut terjadi dikarenakan perkembangan fanatisme terhadap aliran kepercayaan yang teraktualisasikan dalam bentuk kejahatan sampai pada pembunuhan.

Pada mulanya terorisme memiliki nama Le terreur yaitu berasal dari bahasa prancis, kata tersebut pada awalnya digunakan untuk penyebutan pembunuh orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah hasil revolusi prancis dengan melakukan kekerasan secara brutal yang menggunakan cara memenggal sampai 40.000 orang. 

Setelah itu, gerakan kekerasan anti pemerintah yang dilakukan di rusia juga di sebut terorisme. jadi hal tersebut memiliki kesimpulan bahwa kata terorisme sejak dari awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan anti pemerintah maupun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah (eprints.undip.ac.id).

terorisme di Indonesia memiliki keanekaragaman dalam proses pergerakannya, menurut Kaprodi kajian Terorisme yang juga sebagai Ketua Badan Penangulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI Muhammad Syauqillah bahwa teroris yang ada di Indonesia, akhir akhir ini muncul terdapat dua pola. Pola pertama yaitu teroris yang telah tergabung dalam jaringan, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang merupakan masih memiliki keterkaitan dengan jaringan ISIS dan Jamaah Islamiyah. Pola yang kedua yaitu menggunakan pola lone wolf  atau biasanya disebut bergerak sendiri. Pola lone wolf  menurutnya lebih sulit penanganannya karena teroris bergerak secara individual dan sangat susah untuk mencegah serangannya karena pergerakannya yang relatif tidak kelihatan. Sementara untuk aksi terorisme yang kerap kali ditujukan pada pihak kepolisian akhir akhir ini, pengamat teroris dari Universitas Islam Negeri Jakarta Roby Sugara, menurutnya Polri sebagai garda terdepan dalam menjaga Undang Undang di negara ini dinilai sebagai thaghut. Oleh karena itu polisi dianggap sebagai musuh dan kerap diserang oleh kawanan terorisme. dengan demikian alangkah baiknya jika satuan anti teror bisa diterapkan mulai dari polsek dan meningkatkan kerjasama antara polri dan TNI.

Dalam kasus terorisme di Indonesia masih banyak masalah masalah yang harus diselesaikan dalam proses penanganannya, menurut mantan Kepala Badan Intelijen TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B P bahwa terorisme yang terjadi di mabes polri sudah beliau prediksi setelah terjadinya bom di Makassar. Menurutnya kesalahan dalam proses penanganan aksi terorisme di Indonesia bisa dilihat dari proses tata cara penanganannya. Dia menganalogikan seperti proses pemadaman api, jika kita ingin memadamkan api maka sebaiknya kita megetahui tiga penyebabnya. Yaitu bahan bakarnya, obyeknya dan api itu sendiri. Jadi untuk memadamkan kita harus mengambil salah satu dari tiga unsur yang ada. Begitupun dengan terorisme, dia berkata bahwa ada sembilan unsur yang membentuknya dan seharusnya untuk menanganinya harus diambil salah satunya, sementara yang dilakukan saat ini kita salah mengambil dan menanganinya.

Selain itu, eks Kepala Badan Intel TNI tersebut menyinggung tentang penyebab permasalahan penanganan terorisme di Indonsia. Menurutnya penanganan terorisme di Indonesia mengalami kemunduran sejak dibentuknya dan diambil alih oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Seharusnya penanganan terorisme diserahkan kembali kepada Intel TNI, karena merekalah yang tugas pooknya mengatasi terorisme. Tetapi tugas tersebut nampaknya kini sudah diambil alih semua oleh BNPT, dan disitulah menurut soleman salah. Setelah hadirnya BNPT intel TNI seperti sudah dipinggrikan dan hanya dipakai sewaktu – waktu saja, harusnya dimasukkan kedalam sistem dan didalam UU juga sudah diatur. Agar penanganan dan fungsi dari intel itu sendiri bisa berjalan dengan optimal dalam proses penanganan terorisme.

Selain kasus terorisme yang beraneka ragam di Indonesia kita juga harus mengetahui motif dan tujuan dari aksi teror yang dilakukan oleh teroris.aksi dari terorsime tersebut tentunya banyak dilatarbelakangi oleh kepentingan kepentingan tertentu, dan secara garis besar bentuk dan tujuan aksi teror dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: irrational terrorism, criminal terrorism, political terrorism, dan state terrorism.

Yang pertama adalah Irrational terrorism yaitu sebuah gerakan teror yang memiliki motif dan tujuan tidak bisa diterima oleh akal sehat, bentuk tindakan dari teror ini misalnya adalah bom bunuh diri (salvation). Yang kedua yaitu criminal terrorism yaitu gerakan teror yang dipicu dan memiliki motif berdasarkan kepentingan kelompok, teror yang dilakuan kelompok kepercayaan ataupun agama tertentu dapat masuk dalam kategori ke dalam jenis teror ini. Termasuk juga kelompok yang memiliki tujuan untuk balas dendam (revenge)

Setelah itu yang ketiga adalah Political terrorism yaitu aksi teror yang memiliki motif dalam politik. Dalam praktik bentuk aksi teror ini memiliki perbedaan dan kesamaan tergantung di negara mana political terror ini dilakukan. Perbedaanya adalah Jika political terror ini dilakukan di negara yang sudah bisa dikatakan memiliki kemapanan ekonomi, politik dan supermasi hukum yang kuat, maka political terror ini dilakukan bertujuan untuk merubah kebijakan. Sedangkan jika dilakukan didalam sebuah negara yang belum memiliki sistem supermasi hukum serta kestabilan politik yang kuat maka tujuan dari political terror ini yaitu untuk merombak struktur politik. Sedangkan kesamaanya yaitu sama sama menjadikan teror sebagai alat untuk mengubah dan menciptakan suatu keseimbangan.

Selanjutnya yang keempat adalah state terrorism. Yaitu suatu tindak kekerasan negara terhadap warga negaranya yang penuh dengan tindakan kekerasan dan intimidasi serta dalam bentuk ancaman lain yang biasanya dilakukan oleh oknum dalam suatu negara termasuk penegak hukum dalam suatu negara itu sendiri. Teror oleh penguasa negara, misalnya yaitu penculikan aktivis yang dilakukan oleh suatu negara kepada warganya. Teror oleh negara biasanya juga bisa dilakukan lewat kebijakan ekonomi yang dibuat. Atas nama kekuasaan, stabilitas politik, dan kepentingan ekonomi elite negara atau aparat bisa melakukan terorisme dan mereka merasa sah untuk menggunakan kekerasan dalam segala bentuk untuk merepresi dan menghilangkan kelompok – kelompok kritis dalam masyarakat sampai dengan kepada kelompok yang berjuang demi aspirasinya didengar dengan mengangkat senjata.

Bentuk bentuk terorisme yang ada diatas sudah seharusnya diketahui oleh masyarakat, agar masyarakat mampu mengenali indikasi persoalan terorisme yang dihadapi olehnya, Pemerintah Indonesia sendiri terus melakukan upaya upaya untuk mencegah dan menanangani kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, meski sudah sejak lama pemerintah terus melakukan upaya untuk menangani kasus terorisme yang ada di Indonesia ini, akan tetapi hal tersebut tidak membuat kasus terorisme di Indonesia semakin menurun. Upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya yaitu penegakkan hukum. Penyelenggaraan untuk menjamin penegakan hukum terhadap tindak pidana aksi terorisme telah diatur dalam UU No. 15 tahun 2003 yang menetapkan perpu No 1 tahun 2002 tentang tindak pidana terorisme sebagai undang- undang. Lalu dibuat UU no 8 tahun 2010 yang didalamnya memuat pencegahan dan pemberantasan tindak pidana dan pencucian uang, serta No. 9 Tahun 2013 yang berisi tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana kasus pendanaan terorisme. Akan tetapi undang undang yang telah dibuat tersebut belum cukup untuk memayungi operasi pencegahan dalam bentuk operasi intelijen.

            Selain itu upaya pemerintah yang sudah dilakukan untuk mengatasi permasalahan terorisme yaitu dengan pembentukan badan nasional penanggulangan teroris (BNPT) dan pelibatan TNI dan Polri. BNPT telah dibentuk oleh perpres no 12 tahun 2010. Selain itu pada UU No 34 tahun 2004 juga mengindikasikan bahwa TNI juga telah diberikan payung hukum untuk ikut membantu mengatasi aksi terorisme. TNI disini lebih difokuskan untuk melakukan tindakan preventif yaitu memberikan bantuan kepada pihak kepolisian sesuai koridor yang berlaku secara efekktif. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menangani kasus terorisme yaitu dengan deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan suatu bagian cara untuk melawan terorisme. deradikalisasi dipahami sebagai salah satu cara untuk memahamkan ideologi teroris agar menjadi tidak radikal lagi. Menurut (Agus, 2014:174) dengan progam reorientasi motivasi, resosialisasi, reduksi, serta mengupayakan kesejahteraan sosial dengan masyarakat merupakan suatu langkah untuk mewujudkan progam deradikalisasi.

Tiga Bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 6 Januari 2021, presiden Indonesia Jokowidodo telah menandatangani Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme (RAN PE). RAN PE didalamnya  mengandung serangkaian yang dilakukan secara sistematis dan negara yang digunakan untuk acuan bagi lembaga, kementrian, dan pemerintah dalam melakukan kegiatan pencegahan serta penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorsime yang nantinya pada implementasinya bisa bekerja sama dengan melibatkan masyarakat.

Dengan adanya Perpres RAN PE tentunya memberikan angin segar bagi masyarakat Indonesia karena dengan Perpres tersebut merupakan tindakan nyata negara kita untuk berkomitmen menjamin dan melindungi hak dan rasa aman seluruh rakyatnya dari ancaman terorisme. kebijakan yang diwacanakan bisa dibilang cukup kolaboratif dan komprehensif. Akan tetapi, substansi yang ada didalam Perpres RAN PE masih memiliki banyak koreksi, karena didalamnya belum memiliki kesamaan definisi serta indikator dari ekstremisme kekerasan yang mengarah pada tindakan terorisme. selain itu, didalam RAN PE pemetaan permasalahan masih cukup luas yang didalamnya belum disertai sistem monitoring dan evaluasi yang memadai. Hal tersebut seharusnya bisa di perbaiki mengingat monitoring dan evaluasi sangat penting untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi. Selain itu untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pemerintah seharusnya melibatkan pemangku kepentingan.

Setelah pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk menangani kasus terorisme ini, akan tetapi masih ada banyak kendala didalamnya. Dari sudut pandang milliter belum adanya payung hukum yang kuat bagi intielijen TNI untuk ikut serta dalam proses penanganan aksi terorisme ini. Selanjutnya masih banyaknya kasus kesenjangan sosial dan ekonomi yang dihapadi pemerintah saat ini sehingga mengakibatkan mudahnya proses masyarakat kita untuk dipengaruhi. 

Lalu, teroris di Indonesia di ketahui memiliki sistem pendanaan yang kuat sehingga membuat kelompok teroris dinegara ini bisa berkembang secara masif. Selain itu dengan majunya teknologi yang memudahkan akses telekomunikasi bisa dimanfaatkan kelompk teroris untuk memuluskan aksinya. Dan yang terakhir yaitu kendala pada kerjasama antar negara dikarenakan setiap negara memiliki kepentingan nasional masing masing.

Terorisme yang sudah ada sejak abad ke 18 sampai saat ini masih menjadi polemik di Indonesia, justru akhir akhir ini aksi teror muncul kembali, seakan pemerintah yang telah memberikan banyak upaya untuk mengatasi masalah ini tetap gagal, selain itu banyaknya perbedaan pendapat dalam proses penanganan serta pembagian tugas dan fungsi dari lembaga masing masing juga masih menjadi persoalan selama ini, kurang bersatunya antara badan lembaga negara dan kejelasan peraturan yang masih kurang optimal juga belum bisa teratasi dengan baik. Kendala yang dimiliki juga semakin banyak seiring dengan perkembangan zaman. 

Hemat saya persoalan ini tidak akan pernah usai seiring dengan kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin melebar dan belum bisa teratasi di negara ini serta kurangnya edukasi terhadap masyarakat yang memiliki pendidikan agama maupun umum yang kurang sehingga membuat mudah terpengaruh oleh ajakan yang kiranya bisa berdampak pada faham ekstremisme yang berujung pada aksi terorisme.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun