Mohon tunggu...
Vau-G
Vau-G Mohon Tunggu... Wiraswasta -

" ...Menulis merupakan salah satu kesempatan berbagi hal baik (berupa inspirasi, pengalaman, dan pengetahuan) kepada banyak orang dalam jangkauan ruang lintas waktu yang jauh ke depan. Salam Olah Kata & Pikiran...Terus mem-Baca, me- Nelaah & me-Nulis..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Festival Cap Go Meh dan Yuan Xiao Jie

22 Februari 2016   22:37 Diperbarui: 22 Februari 2016   22:44 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yuan Xiao Jie - traditions.cultural-china.com images

Perayaan Yuan Xiao Jie populer dirayakan Negeri Tiongkok. Bulan Pertama ( Zhen Yue - 正月) dalam penanggalan Imlek disebut juga dengan istilah “Yuan Yue [元月]”. Dalam bahasa Mandarin, malam disebut juga dengan istilah “Xiao - 宵“. Yuan Xiao berarti  Malam Bulan Purnama Pertama di Tahun Baru Imlek. Banyak lampion-lampion yang digantungkan hingga dikenal pula dengan Festival Lampion. Saat festival Yuan Xiao diadakan juga Festival Shang Yuan - 上元节.

 

Kisah Perayaan Yuan Xiao Jie

Pada masa pemerintahan Kaisar Wu Di ( 156 -87 BC)  dari Dinasti Han, di Istana tinggal seorang wanita bernama Yuan Xiao yang berasal dari daerah Barat-Laut ibu kota Chang’an.  Sejak memasuki  Istana, para dayang dilarang untuk pulang berkumpul dengan keluarga. Yuan Xiao telah beberapa tahun tidak dapat mengunjungi orang tuanya. Ia merasa rindu dan telah menjadi anak yang tidak berbakti. Hal ini membuatnya sedih.  Rasa bakti kepada orang tua merupakan suatu nilai hidup yang telah ditanamkan sejak zaman dahulu. Rasa putus asa yang mendera, membuat  Yuan Xiao ingin melompat ke dalam sumur. Untungnya,  seorang penasehat Sang Kaisar, Dongfang Shuo melihat kejadian tersebut . Dongfang Shuo segera mencegah dan dapat pula mengetahui penyebab dari  kejadian tersebut. Penasehat bijaksana ini berjanji mencari jalan keluar atas permasalahan ini.

Sang Penasehat  memutuskan menyamar menjadi ahli ramal di kota Chang’an. Ia mengelar lapak dan menyatakan bahwa pada tanggal 15 bulan 1, akan terjadi kebakaran hebat. Sang Peramal meminta agar para tetua untuk menemui wanita berpakaian merah di luar kota di sebelah barat laut. Setelah bertemu, wanita tersebut memberikan surat untuk diberikan kepada Kaisar Wu Di. Dan berpesan bahwa, Kaisar Langit  memerintahkan Dewa Api pada tanggal 15 ini akan membakar seisi kota.

Setelah membaca surat tersebut dengan seksama, Kaisar menjadi khawatir dan segara memanggil Penasehat untuk dimintai pendapat.

Sang Penasehat bijaksana memberikan saran bahwa seluruh rakyat harus menggantungkan lampion merah di pintu-pintu rumah, jembatan dan jalan-jalan pada tanggal 15 bulan 1 dan menyalakan petasan serta kembang api . Kerajaan akan membuat persembahan berupa makanan berbentuk bola  dari tepung beras ketan yang disajikan bersama kuah manis. Konon Sang Dewa Api senang memakan bola ketan. Sang Penasehat memberitahukan Sang Kaisar  bahwa di Istana, ada seorang dayang bernama Yuan Xiao yang sangat pandai membuat makanan bola ketan. Dan meminta dayang tersebut juga yang membawa persembahan beserta lampion sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Api. Oleh Penasehat, lampion tersebut tertulis nama “Yuan Xiao”.

Pada tanggal 15, Chang’an menjadi merah menyala penuh lautan lampion. Diharapkan agar Kaisar Langit mengira seluruh kota telah terbakar. Yuan Xiao yang memasuki kota Chang’an dengan membawa lampion tertulis namanya, ternyata membuat keluarganya mengenali bahwa itu adalah putri mereka, Yuan Xiao yang telah lama dirindukan. Sekeluarga menjadi terharu  dan bahagia atas pertemuan ini.

Kaisar Wu Di senang, kota Chang’an menjadi aman dan damai. Diumumkan setiap tanggal 15 bulan 1 untuk  menggantung lampion dan membuat serta makanan bola ketan. Orang-orang menyebut bola ketan ini dengan sebutan Yuan Xiao. Demikianlah asal-usul festival Lampion dan makanan bola ketan bernama Yuan Xiao pada tanggal 15 bulan 1 penanggalan Imlek.

 

Yuan Xiao - windhorsetour.com images

Yuan Xiao atau Onde merupakan makanan khas  berbentuk bola yang dibuat dari tepung beras ketan dengan  kuah rebusan gula. Biasa di konsumsi di daerah Tiongkok bagian Utara. Sedangkan di Tiongkok bagian selatan, onde dikenal dengan nama Tang Yuan yang dikonsumsi pada waktu perayaan Dong Zhi ( Festival Musim Dingin).

Di Indonesia sendiri,  festival Yuan Xiao Jie lebih dikenal dengan sebutan “Cap Go Meh” yang artinya adalah malam ke-15 Tahun Baru Imlek. Berasal dari bahasa Hokkian yaitu yaitu Cap – Sepuluh; Go-Lima; dan Meh – Malam. Cap Go Meh merupakan festival yang jatuh pada tanggal lima belas bulan pertama kalender Imlek. Sebagai bulan purnama pertama di tahun yang baru,  juga sekaligus hari terakhir dan puncak dari perayaan Tahun Baru Imlek.

Perayaan Cap Go Meh bersifat sosial dan merupakan “pesta rakyat” di pusat keramaian seperti di jalan raya dan Klenteng. Diisi dengan kegiatan berbagai atraksi dan hiburan budaya.

 

Atraksi Lok Thung - wpxi.com images 

Saat ini perayaan Cap Go Meh terdapat  tarian Liong (Naga) , Barongsai, atraksi bela diri, upacara kirab dengan mengusung patung Dewa dan hiasan dekorasi kota berupa lampion. Pada acara kirab, kerap kali diisi atraksi “Lok Thung atau Thang Sin” dimana seseorang menjadi “ medium perantara” bagi Dewa sehingga mampu melakukan beberapa kegiatan berbahaya seperti menusuk mulut, menyayat lidah dan mengiris anggota tubuh tanpa mengalami luka dan kesakitan yang berarti.

 

Perayaan Cap Go Meh di Jakarta Masa Silam

Pada awal abad ke-20, perayaan Cap Go Meh di  Jakarta, terdapat orang menari-nari di jalan raya hingga pagi hari. Sejumlah orang menyamar menjadi tokoh terkenal seperti Rudolph Valentino dan Douglas Fairbang ( tokoh Zorro dalam “Mark of Zorro”). Kegiatan menyamar bertujuan untuk membuang kemalangan dimana harus dilakukan hingga 7x berturut-turut. Masih terdapat satu atau dua rombongan orang asli Tiongkok yang berjalan sambil membawa lampion diiringi dengan te-tambuhan khas. Perayaan ini diramaikan juga oleh orang keturunan Belanda, Arab, Jawa, Bali, Makasar,  dan lain-lain.

Para wanita berjalan sambil membawa hio sebanyak 7 batang untuk dibakar di 7 buah jembatan yang diyakini dapat mendatangkan kebaikan. Pada festival  Cap Go Meh, orang tidak boleh marah dan menyumpahi orang lain. Karena sumpah serapah itu akan kembali kepadanya.  Ini menginspirasi para pemuda bandel  yang  senang berbuat usil kepada lawan jenis lewat merampas bunga-bunga yang dibawa oleh para wanita. Terjadilah permainan saling rebut yang penuh kegembiraan. Supaya aman dari aksi usil, terkadang bunga-bunga tersebut telah diberi jarum.

Aneka pertunjukan juga turut dipertontonkan selama festival seperti Wayang Cokek , Wayang Sip Pat Moh, Komedi Bangsawan Stambul dan Wayang Sinpe. Wayang Cokek ditarikan oleh empat wanita berbaju kurung aneka warna. Diiringi musik Gambang Kromong dengan sepasang badut bernama Empe Sin Siang dan Mak Babu. Sedangkan  Wayang Sip Pat Moh dengan dua orang berpakaian Tiongkok kuno membawa tambur sambil menyanyikan lagu dalam bahasa Tionghoa. Lain dengan Wayang Sinpe yang berasal dari Tangerang , dimainkan oleh anak-anak dibawah pengarahan dan pengiring lagu oleh orang dewasa. Alat musik yang digunakan adalah Tehian (rebab). Cerita Wayang Sinpe berupa cerita Tiongkok kuno dan Lakon Bayan Budiman dari Kisah Seribu Satu Malam.

Orgel putar orang-orang Italia pun turun meramaikan acara Cap Go Meh. Pada masa silam, diisi pula pertunjukan magis Nini Thowok. Boneka dari kayu dengan gayung batok kelapa sebagai kepala, dipakaikan pakaian dan mampu menari setelah diucapkan mantera. Terdapat “Cungge” semacam tandu berhias, duduk  anak kecil berpakaian kostum tokoh mitologi seperti Sie Jin Kui-pun turut meramaikan acara.

Barongsai turut turun berpawai di jalan dan mengunjungi rumah orang-orang kaya. Orang kaya tak lupa memberi angpao yang cukup besar. Terkadang di depan toko dipasangi rencengan petasan besar yang menggantung di tiang-tiang tinggi, dengan ujung diikat angpao. Angpao ini khusus rombongan barongsai yang pandai berakrobat, memanjat tiang yang tinggi yang telah digantung petasan yang terbakar. Banyak warga yang berharap untuk didatangi oleh hewan mitologi ini. Karena dipercaya mampu mengusir makhluk jahat, penyakit dan kemalangan bagi seluruh penghuni rumah.

Kebiasaan unik saat festival yaitu mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh orang yang lalu lalang di depan rumah pada waktu jalanan sepi. Menurut kepercayaan, kata-kata yang telah diucapkan merupakan ramalan nasib.

Pesta Cap Go Meh dilanjutkan dengan pesta rakyat Cap Lak Me ( Malam Ke-enam belas) yang diadakan di daerah Tanah Abang, Pal Merah, dan Meester Cornelis (sekarang Jatinegara).

 

Semarak Cap Go Meh di Pulau Bangka

Salah satu daerah sebelah barat Pulau Bangka yaitu Parit Tiga-Jebus merayakan festival Cap Go Meh dengan mengarak  patung Thai Pak Kung dari Klenteng Bakti menuju klenteng Kim Jung disertai iringan Barongsai, anak-anak dan orang dewasa dengan kostum dewa-dewi, dan permainan drumband. Masyarakat umum datang dan mendekati arak-arakan sambil membawa hio untuk bersembahyang di hadapan joli (gotongan) Thai Pak Kung.

Puri Tri Agung - bangka.tribunnews.com images

Vihara Puri Tri Agung di kawasan Pantai Tikus - Kecamatan Sungailiat menyelenggarakan acara Cap Go Meh dengan mengundang beberapa artis terkenal. Lengkap dengan sajian makanan khas seperti Lontong dan Thew Fu Fa -豆腐花 (kembang tahu siram sirup gula aren dan jahe).

 

Makanan Khas Cap Go Meh

Lontong Cap Go Meh - wikipedia.org images

Makanan khas festival Cap Go Meh di Indonesia adalah Lontong Cap Go Meh. Terdiri dari potongan lontong, ayam opor,  sambal goreng ati ampela, sayur lodeh terong atau labu, telur pindang, bawang goreng, taburan bubuk Koya (campuran bubuk kacang kedelai dan bubuk ebi - udang yang dikeringkan) ataupun dapat ditambahkan abon sapi .

Lontong Cap Go Meh ditenggarai merupakan bentuk penyesuaian dari hidangan onde dengan budaya setempat. Onde yang terbuat dari tepung beras ketan, disesuaikan dengan beras nasi yang telah menjadi makanan utama nusantara. Mengadopsi teknik pembuatan bakcang ( nasi ketan isi daging, jamur, ebi, telur, dan bumbu kacang  yang dibungkus daun kelapa). Sajian opor ayam  merupakan modifikasi dari “sup ayam” Tiongkok dengan bumbu rempah masyarakat Jawa. Onde yang bertekstur kenyal dan berwarna putih memiliki kemiripan dengan tektur dan warna lontong. Kuah Onde yang manis berganti menjadi kuah santan berempah , gurih dan asin.

Kuah lontong yang berwarna kuning bermakna kemakmuran. Warna merah sebagai warna perayaan Imlek tertuang pada warna sambal goreng ati ampela sebagai simbol keberuntungan.

Lontong Cap Go Meh memiliki makna kebersamaan dan kekeluargaan.

 

Lampion Cap Go Meh

Lampion - flickr.com images

Lampion adalah sarang lampu yang terbuat dari bambu yang dibungkus dengan kain sutra.Diisi penerangan berupa lilin. Saat ini material bambu digantikan dengan kawat besi dan kain sutra menjadi kain ataupun kertas. Penerangan-pun telah berganti menggunakan bola lampu. Menggantung lampion memiliki makna akan harapan hidup yang senantiasa terang-benderang di sepanjang tahun.

 

Tarian Khas Cap Go Meh

Tarian Naga - getlostmagz.com images

Tarian Liong (Naga) adalah pertunjukan khas festival Cap Go Meh. Naga merupakan simbol keberuntungan dan kemakmuran bagi orang Tionghoa. Tarian Naga  dengan panjang sekitar 30 meter dibagi dalam 9 bagian dan badannya  terdiri 81 bulatan berupa cincin. Pertunjukkan tarian naga memerlukan kerjasama yang baik oleh 20 orang pemain.

Naga menari mengikuti gerakan dan mengejar sebuah mutiara yang disebut Liong Cu. Liong Cu merupakan simbol matahari dan kebijaksanaan...(Vau-G/www.bapang007.blogspot.com)

 

Referensi:

1.          ^ Danandjaja, James; Folklor Tionghoa ;  PT. Pustaka Utama Grafiti; 2007

2.          ^ Christine dkk, 5000 Tahun Ensiklopedia Tionghoa 1, Penerbit St. Dominic Publishing, 2015

3.          ^ Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang Pandang, Penerbit Keng Po, Jakarta, 1961.

4.          ^ Rika Theo dan Fennie Lie, Kisah Kultur dan Tradisi Tionghoa Bangka, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014.

5.          ^ Goh Pei Ki, Origins of Chinese Festivals – Asal Mula Festival Cina, PT. Media Elex Komputindo, Jakarta, 1997.

6.          ^ Sylvia Lim & Ellen Conny, Festival Lampion, PT. Elex Media Komputindo, 2010

7.          ^ Bromokusumo, Aji “Chen”; Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara;  Penerbit Buku Kompas; Jakarta; 2013.

8.          ^ 8 Festival Budaya Orang Tionghoa, primabangka.com, diakses tanggal 16 Februari 2016, Jam 21.41 Wib.
9.          ^ Listya Ayu Saraswati & P. Ayu Indah Wardhani, Perjalanan Multikultural Dalam Sepiring Ketupat Cap Go Meh,  Prosiding Seminar Internasional Multikultural & Globalisasi 2012.

10.       ^ Chen, Josh; Serba-serbi Cap Go Meh; baltyra.com, diakses 16 Februari 2016, Jam 22.24 Wib.

11.       ^ Silviana, Yoan; Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek Pada Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar; Universitas Sumatera Utara; Medan; 2012.

12.       ^ Puri Tri Agung Siapkan 2000 Porsi Lontong, bangka.tribunnews.com, diakses tanggal 21 Februari 2016, Jam 22.00 Wib.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun