ESENSI KONTRAK SOSIAL MENURUT THOMAS HOBBES
Teori Perjanjian Masyarakat atau yang disebut juga teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory) yang merupakan teori paling penting, tertua, dan relative yang bersifat universal, karena teori ini dijumpai dalam beberapa tulisan para sarjana dari Barat maupun sarjana dari Timur, baik dalam agama Nasrani maupun Islam. Negara Timur pun mengemukakan bahwa negara dan pemerintah dibentuk untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
Thomas Hobbes adalah salah satu filsuf politik yang terkemuka. Dia hidup bersamaan dengan keadaan korup Inggris pada abad ke--17. Thomas Hobbes menilai bahwa manusia memiliki hasrat untuk terus menerus berkuasa dan baru berhenti saat kematian mendatanginya. Manusia memiliki sifat egosentris dan hanya memikirkan diri sendiri. Selain itu manusia juga bersifat apolitis, yang artinya tidak memiliki minat pada politk.
Menurut Thomas Hobbes, dengan begitu dalam kondisi alamiah manusia tidaklah cocok untuk bersatu dalam masyarakat sipil. Dua sifat dominan ini dapat mengakibatkan suatu konflik atau situasi perang antar individu. Maka dari itu harus ada sesuatu yang berfungsi menekan dua sifat dominan manusia dan mengatur agar tidak terjadi konflik antar individu. Oleh sebab itu, negara harus hadir guna memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakatnya.
Negara memiliki peran yang penting untuk masyarakatnya. Negara dibentuk dengan adanya kesepakatan antar sekelompok manusia yang memiliki hubungan sosial. Negara mengatur segala sesuatunya seperti hak, kewajiban, dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh semua masyarakat dalam negara tersebut yang disahkan dalam undang-undang yang berlaku.
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sudah di atur dalam undang- undang yang berlaku. Misalnya pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau yang selanjutnya disebut sebagai UUD NRI Tahun 1945, tepatnya pada pasal 27 ayat (1) tentang kewajiban rakyat Indonesia dalam menaati hukum dan pemerintahan. Begitu pula dengan hak rakyat Indonesia yang sudah di atur dalam UUD NRI 1945 pasal 27 ayat (2) tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, namun semua itu tentu saja tidak semua hak dapat dikelola oleh rakyat Indonesia itu sendiri, karena rakyat tidak memiliki kapasitas dalam mengelola haknya. Maka dari itu ada sebagian atau keseluruhan hak rakyat yang dialihkan kepada pemerintahan.
"Selain itu, kontrak sosial harus dimaknai sebagai bagian dari kehidupan bernegara yang mengutamakan kesejahteraan. Oleh karenanya, keterbukaan informasi sangat diperlukan dan senantiasa ditingkatkan"[1]
Contohnya dalam dunia kesehatan, pemerintah mempunyai program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diperuntukkan ke semua kalangan masyarakat Indonesia. BPJS dibagi menjadi tiga kelas, setiap bulannya masyarakat harus membayar sejumlah uang yang sudah ditetapkan. Jika suatu hari ada kejadian buruk yang menimpa seseorang seperti sakit atau kecelakaan, biaya kesehatannya akan ditanggung oleh BPJS. Ini dapat dikategorikan dalam kontrak sosial sebagian hak yang dialihkan kepada pemerintah karena uang yang diberikan kepada BPJS akan dikelola kembali oleh pemerintah. Uang dari anggota BPJS akan diambil untuk menutup biaya kesehatan anggota lainnya yang membutuhkan karena BPJS bersifat gotong royong.
Contoh kedua adalah uang jalan tol. Seperti yang kita tahu pengguna jalan tol diwajibkan untuk membayar uang jalan tol di gerbang tol yang sudah ditentukan. Semua uang jalan tol yang sudah dibayarkan oleh pengguna akan masuk ke dalam rekening Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) seperti PT. Jasamarga, PT. CMNP, PT. Waskita Toll Road, dan lain sebagainya. Uang tersebut akan dikelolah oleh BUJT untuk keperluan biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan untuk pengembalian investasi jalan tol. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) bekerja sama dengan BUJT dalam pembangunan jalan tol yang awalnya menggunakan dana pinjaman dan modal sendiri, lalu uang yang sudah dibayarkan akan dikembalikan ke pengguna jalan tol sebagai hak pengguna.
Contoh yang ketiga adalah penanggulangan wabah Covid-19 yang melanda Indonesia di tahun 2020. Pada dasarnya penanggulangan wabah ini termasuk kewajiban pemerintahan demi memutus tali rantai penyebaran Covid-19. Hal ini sejalan dengan amanat konstitusi yang mengisyaratkan bahwa seluruh masyarakat Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Ketentuan mengenai hak ini dapat ditemukan di UUD NRI 1945 pasal 28H ayat (1) tentang kesejahteraan lahir dan batin.
Menurut Tomy Michael [1, hlm. 232] "adanya wabah Covid-19 membuat makna hak asasi manusia menjadi sensitif dan satu penafsiran".
Ada beberapa pihak yang mencoba menyepelekan wabah ini dengan memaknainya sebagai bagian dari hak asasi manusia dengan cara bebas menentukan nasib kesehatannya. Di sisi lain, negara dalam kondisi pandemi bertugas memberikan pelayanan kesehatan, rasa aman, ekonomi yang stabil, hingga keberlangsungan hidup.
"Pertanggungjawaban negara ini sebetulnya juga bagian dari kontrak sosial dengan masyarakat, artinya bukan karena Covid-19 muncul maka pertanggungjawaban negara juga muncul. Ketika adanya kontrak sosial maka masyarakat menyerahkan sebagian haknya kepada pemerintah atau seutuhnya kepada pemerintah" [1, hlm. 234].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H