Mohon tunggu...
Vara MadinaYazikra
Vara MadinaYazikra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Saya adalah mahasiswa Universitas Andalas jurusan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Laki-Laki sebagai Mamak dan sebagai Ayah di Minangkabau

18 April 2024   17:50 Diperbarui: 18 April 2024   18:55 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Tradisional Minangkabau (sumber : Dokumentasi Pribadi)

Minangkabau adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Barat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera barat pada tahun 2022 ada sebanyak 5.640.629 penduduk di Provinsi Sumatera Barat, dengan 2.841.802 penduduk laki-laki, 2.798.827 penduduk perempuan.

Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal. Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan dimana menarik garis keturunan dari pihak ibu, baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Jadi di Minangkabau suku itu dari pihak ibu, seorang anak mendapatkan suku yang sama berdasarkan suku ibunya. Perempuan minangkabau lah yang mengatur dan mengelola warisan dan harta pusaka. Perempuan juga yang mengelola rumah gadang milik keluarga atau kaum. 

Berdasarkan cerita tambo, pada awalnya harta warisan diberikan kepada anak-anaknya. Namun pada saat mahkota Sri Maharaja jatuh ke laut, saat anaknya disuruh untuk mengambilnya mereka tidak mau. Lalu saat kemenakannya disuruh untuk mengambil mahkota tersebut mau, oleh karena itu akhirnya harta warisan turun ke kemenakan.

Meskipun sistem kekerabatan itu ditarik dari garis ibu, tetapi yang memiliki otoritas dalam kesatuan keluarga tersebut adalah saudara laki-laki dari pihak ibu, atau dalam budaya minangkabau disebut mamak. Mamak memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan membimbing atas keponakannya atau dalam bahasa minang "kemenakan" dan saudara perempuannya, seperti kata pepatah minang "Mamak mambuang jauah, manggantuang tinggi". 

Dalam perkawinan, kepada kemenakannya mamak memiliki kewajiban untuk menentukan calon yang tepat untuk dinikahi. Jika calon mempelai sudah menemukan calon yang dirasa tepat, perlu ada perundingan terlebih dahulu bersama mamak, dan butuh persetujuan dari mamak. Selain mencarikan calon, mamak juga memiliki tugas untuk memikirkan keuangan untuk membiayai kemenakannya, tidak hanya pada acara pernikahan tetapi juga yang lainnya seperti pendidikan. Hal ini tercermin dalam karya sastra novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, seperti pada kutipan berikut : 

" 'Pikiran yang sedemikian, acap kali timbul pula dalam hatiku. Memang pangkat itu aku sukai dan harus dijaga benar-benar, supaya jangan bercacat nama. Tetapi janganlah hendaknya karena itu, berubah kelakuan adat dan pikiran. Coba kaupikir! Aku dan Rukiah saudaranya dan kemanakannya yang perempuan, jadi tanggungannya. Tetapi tiada dijaga, tiada dikunjung-kunjunginya dan tiada dilihat-lihatnya, apalagi dibelanjainya; pendeknya tidak diindahkannya. Hanya anak dan istrinya sahaja yang dijaga dipelihara dan dihiraukannya. Kalau terjadi apa-apa pada malam atau siang hari atau kami ditimpa bahaya---sekali disebut seribu kali dijauhkan Allah hendaknya, bagaimana kami? Akan mati seoranglah agaknya,' kata Putri Rabiah dengan sedih." (Rusli, 1922)

Kutipan di atas menggambarkan kesedihan Putri Rabiah, yang menganggap bahwa Sultan Mahmud tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai mamak dari anaknya. Sultan Mahmud dianggap tidak dapat menjaga dan melindungi Putri Rubiah dan anaknya, serta tidak mampu menemukan calon yang cocok untuk anaknya.

Selain sebagai mamak, laki-laki juga memiliki peran sebagai ayah dalam keluarganya. Laki-laki minangkabau pada zaman dahulu tidak memiliki kewajiban untuk membiayai anaknya, karena anaknya telah diurus dan dibiayai oleh mamaknya, juga menggunakan uang harta warisan dan harta pusaka dari keluarga ibunya. Laki- laki pada masa gitu juga menganggap tidak apa-apa memiliki istri dan anak banyak, karena bukan dia yang membiayai melainkan mamak dari anak dan istrinya. Hal ini tercermin dalam karya sastra novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, seperti pada kutipan berikut : 

" 'Apa yang hamba susahkan?' kata Sutan Hamzah pula. 'Biarpun berpuluh istri hamba, beratus anak hamba, belanja tak perlu hamba keluarkan dari kocek hamba, sebab istri hamba ada orang tua dan mamaknya. Demikian pula anak hamba, bukan tanggungan hamba. Apabila mentua hamba tiada cakap atau tiada sudi lagi membelanjai hamba, hamba ceraikan anaknya dan hamba kawini perempuan lain, yang mampu; tentu dapat hamba uang jemputan dua tiga ratus rupiah dan berisilah pula kocek hamba......" (Rusli, 1922)

Meskipun begitu, peranan ayah sangatlah penting. Ayah memiliki peran linier sebagai ayah dalam keluarga batin, tetapi saat mencapai usia matang untuk menikah peranan tersebut akan dipindah tangan kepada mamak. Selain itu, dalam pernikahan adat  Minangkabau ayah juga memiliki peran dalam acara babako-babaki, di mana sejumlah keluarga ayah datang rombongan ke rumah calon mempelai wanita. Hal ini bermaksud kasih sayang dan peranan yang penting dalam mempertahankan hubungan suami istri. Selain itu dalam pernikahan juga sebagai wali nikah tetap ayahnya (jika ayahnya masih hidup) sesuai dengan ajaran Agama Islam, bukan diganti dengan mamaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun