Mohon tunggu...
Vanessa Salvathea
Vanessa Salvathea Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Van

Baru belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menukar Nilai Cerita Menjadi Nilai Jual dalam Film "Toko Barang Mantan"

25 November 2020   21:59 Diperbarui: 25 November 2020   22:32 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai readers, kali ini penulis ingin mengajak pembaca untuk membahas film dari Indonesia yang baru keluar di tahun 2020. Film yang akan dibahas yaitu film Toko Barang Mantan.

Sekarang penulis ingin bertanya kepada pembaca, untuk kalian yang sudah pernah menjalani sebuah hubungan saling memberikan hadiah? Lalu setelah hubungan selesai, barang tersebut ditaruh di mana? Atau kalian berikan kepada orang lain?

Sebenarnya sebelum ada film ini, penulis juga pernah merasa pusing dengan barang pemberian mantan, dan pada akhirnya hanya menumpuk di gudang. Pernah juga penulis kepikiran kenapa tidak ada orang yang membuka toko untuk memperjual beli barang mantan.

Hingga film ini tayang, sungguh penulis ingin rasanya menciptakan toko barang mantan menjadi nyata. Karena cerita pengalaman dari sebuah hubungan yang sudah selesai itu memiliki seni yang berbeda dan tentu saja unik.

Mungkin bisa disebut juga sebagai toko penjual barang antik, yang di mana barang-barangnya didapatkan dari berbagai pemilik di berbagai daerah.

Lanjut masuk ke topik, kali ini penulis teringat akan salah satu teori milik Mosco. Teori komodifikasi yang merupakan proses perpindahan nilai fungsi atau nilai guna menjadi nilai jual (nilai tukar).

Lalu alasan penulis menggunakan teori komodifikasi untuk membahas Film Toko Barang Mantan yaitu kalian sadar tidak jika dalam film tersebut, ada proses perpindahan nilai fungsi menjadi nilai jual.

Sebenernya teori ini tidak hanya digunakan untuk menganalisis media televisi ataupun iklan saja. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kita sadar bahwa kita juga menerapkannya, namun hanya berbeda kegiatan.

Penulis tidak akan membahas kisah dari Tristan yang berproses dengan luka lama dengan Laras. Tetapi penulis ingin membahas dari toko milik Tristan yang penulis anggap unik.

Secara teori, komodifikasi yang lebih tepat digunakan yaitu komodifikasi konten. Karena kalau dilihat film ini juga menerapkan nilai komersil.

Harga barang akan dianggap menguntungkan dari keoriginal kisah hubungan yang selesai melalui barang pemberian ataupun barang pasangan. Kualitas barang dan cerita menjadi kunci utama.

Bagaimana, apakah pembaca tertarik jika toko barang mantan beneran ada di dunia nyata? Tentu saja akan ramai, apalagi barang-barangnya yang unik dan memiliki harga jual yang tinggi.

Sumber:

Youtube

Film bisa ditonton melalui Netflix

Muktiyo, W. (2015). Komodifikasi Budaya dalam Kontruksi Realitas Media Massa. link diakses melalui media.neliti.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun