Mohon tunggu...
Von Lamalera
Von Lamalera Mohon Tunggu... -

pemikir pejuang - pejuang pemikir

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Paripurna: Popularitas PLUS Rasionalitas

24 Maret 2014   04:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jumad, 21 Maret 2014, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ (lebih dikenal dengan sapaan Romo Franz), dosen dan Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, saat dihubung wartawan terkait deklarasi Jokowi sebagai bakal calon presiden, memberikan komentar sebagai berikut (berita bisa dibaca di kompas.com)

"bangsa Indonesia tidak memerlukan seseorang yang populer, tapi memerlukan seseorang yang memberikan kesejahteran, keamanan, kemajuan ekonomi"

"keinginan baik tidak cukup, popularitas juga tidak cukup. Popularitas tidak menunjukan substansi kemampuan memberikan harapan . . .  .Indonesia punya banyak permasalahan, mulai dari ekonomi, politik hingga keamanan negara"

Lebih jauh, Romo Franz mengatakan bahwa seorang pemimpin harus punya visi, misi dan program yang hebat.

Saya sepakat bahwa adalah tugas beliau untuk menyuarakan harapan masyarakat dan mengkoreksi hal - hal yang perlu dikoreksi.  Ini adalah mulia dan kepakaran, integritas dan ketokohan beliau tidak perlu diragukan lagi.  Dalam berbagai kesempatan, beliau dengan lantang menyuarakan protes keras, bahkan kritik mengenai penyelenggaraan negara maupun kebijakan - kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat (terutama kepada kemanusiaan).  Di tataran etis, Romo Franz harus menyuarakan hal ini, menunjuk pada sesuatu yang ideal, yang harusnya menjadi acuan dan pedoman.

Romo Magniz beranjak dari fakta keras, bahwa Jokowi memang sudah melakukan deklarasi, bahwa Jokowi memang belum mengumumkan visi, misi dan strategi yang jitu.  Dari fakta - fakta ini, kemudian Romo Magniz bergerak di tataran yang lebih umum, lebih konseptual, lebih ideal.

Tantangan bagi saya adalah, bagaimana "menarik turun" tataran kepedulian Romo Magniz, dari tataran ideal-etis, ke tataran faktual-politik, sehingga selaras dengan situasi real politik dewasa ini yang penuh dengan tarik menarik kekuatan, strategi perang para peserta pemilu dan fakta brutal mengenai ganasnya dunia perpolitikan di Indonesia.   Dalam ungkapan yang lebih lugas, bagaimana menempatkan pendapat Romo Magniz ke lingkungan pertarungan yang bersifat Machiavellian: pertarungan demi merebut kekuasaan.  Machiavellian dalam bentuk yang paling primitif, mengabaikan sama sekali aspek etika dan moral, hanya mengedepankan aspek rasionalitas semata.

Pertama, amat benar bahwa Jokowi - secara pribadi, sebagai bakal calon presiden - sama sekali belum bicara tentang visi, misi dan strategi yag jitu untuk mengatasi persoalan bangsa yang sudah ga jelas mana ujung mana pangkalnya. Umumnya orang akan menunjuk pada moral para politikus dan penyelenggara negara yang sudah bejat.  Tapi berteriak - teriak tentang moralitas tidak menyelesaikan masalah sama sekali, dibutuhkan strategi yang jitu.  Tetapi strategi - strategi haruslah merupakan derivasi dari visi tentang Indonesia 5 tahu, 10 tahun, 20 tahun ke depan, sehingga apabila strategi - strategi tersebut dieksekusi, maka visi yang dirumuskan menjadi lebih nyata dan konkrit, tidak hanya sekedar visi (vision, gambaran masa depan belaka, yang tetap jauh di depan tak teraih).  Untuk merumuskan visi, misi dan strategi, perlulah mengidentifikasi persoalan bangsa secara umum, dan kemudian menukik secara tajam dan mendalam untuk menemukan AKAR PERMASALAHAN.

Apakah Jokowi memiliki kapasitas dan kompetensi di tataran identifikasi masalah, yang membutuhkan kemampuan analitis yang tinggi?  Saya tidak tahu persis karna saya bukan temannya Jokowi.  Mestinya Jokowi dan PDIP memiliki think-tank yang telah melakukan hal ini sejak jauh - jauh hari.  Mestinya cetak biru mengenai Indonesia ke depan, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan seterusnya sudah terpapar di meja Ketum PDIP dan tim pemikirnya, tinggal menunggu kapan diluncurkan untuk dikupas tajam oleh semua kita, sebagai rakyat yang peduli akan bangsa, peduli akan siapa pemimpin yang mampu membawa Indonesia berubah menjadi lebih baik, entah apapun definisi "lebih baik" itu.

Mengapa visi, misi,strategi - singkatnya cetak biru - tersebut belum muncul? Romo Magniz menyatakan dengan tegas bahwa

"saya menuntut semua calon presiden keluar dengan program yang menunjukan (gagasan untuk) mengatasi masalah bangsa.  Kita pilih presiden untuk menyelamatkan bangsa"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun