"Maunya sih gak kerja jadi buruh pabrik gue, tapi saat gue kirim surat lamaran ke lowongan-lowongan pekerjaan yang lagi dibuka, gak ada yang terima gue. Akhirnya, gue coba kirim lamaran ke tempat ayah gue kerja, yang sekarang ini gue kerja dan akhirnya diterima", ucap Hendra ketika kutanyakan mengapa tidak bekerja di tempat lain. "Lagian lulusan SMA kayak gue gini, susah dapat kerja yang bagus. Pengennya sih kerja di tempat lain, tapi yah mau gimana lagi", ucapnya.
Buruh pabrik seperti Hendra dan ayahnya hanya mengharapkan mereka dapat hidup dengan baik, makan secukupnya sehingga mereka tidak kelaparan. Mereka tidak pernah mengharapkan untuk memiliki rumah yang mewah, busana yang bagus untuk dikenakan, makan makanan enak atau bahkan untuk berharap dapat mengendarai dan memiliki mobil mewah. Mereka pun tidak pernah terpikirkan untuk dapat menempuh pendidikan hingga jenjang universitas.
Banyak sekali resiko yang dapat mereka hadapi ketika mereka bekerja, tidak adanya jaminan kesehatan dari pengusaha maupun pemerintah dan tidak adanya jaminan keselamatan kerja dari pengusaha. Pada saat Hendra, ayahnya ataupun teman-temannya mengalami kecelakaan saat kerja, mereka hanya dapat menghela nafas dan mengurusnya sendiri.
Pemberi kerja (pemilik usaha) - baik sektor formal dan informal - tidak memenuhi hak-hak dasar terhadap kaum marginal, dapat dilihat dari pendapatan buruh pabrik tidak dapat mencukupi kebutuhan primer sehingga memperbesar dampak kemiskinan struktural.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H