Mohon tunggu...
Vania Zalika
Vania Zalika Mohon Tunggu... Lainnya - siswa

hobi saya menari dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah dan Pengaruh Kerajaan Maritim Majapahit pada Masa Pemerintahan Hayam Wuruk

26 Oktober 2024   10:10 Diperbarui: 26 Oktober 2024   10:10 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Majapahit memiliki basis ekonomi yang agraris dan semi komersial dengan pengaruh Hindu yang kuat. Hal ini membedakan Majapahit dari Mataram yang agraris dengan pengaruh Islam-Hindu, Malaka yang komersial dan berbasis Islam, serta Bali yang agraris dengan pengaruh Hindu yang kuat. Perbedaan ini tidak hanya terbatas pada ekonomi tetapi juga mempengaruhi struktur sosial masing-masing masyarakat, menunjukkan bagaimana kondisi geografis dan ekonomi dapat membentuk kompleksitas dan keunikan sistem sosial dan budaya suatu bangsa. Masyarakat Majapahit adalah contoh sempurna dari masyarakat majemuk. Mengingat wilayah Kerajaan Majapahit yang sangat luas dengan karakteristik beragam dari setiap daerahnya, keragaman ini tercermin dalam banyak aspek kehidupan mereka. Di daerah pedalaman yang bersifat agraris, pola kebudayaan cenderung lebih statis dan tertutup, dengan kegiatan yang berkisar pada siklus yang berulang-ulang dan tradisional. Sebaliknya, daerah pantai yang sering berinteraksi dengan pedagang dan bangsa asing menunjukkan kecenderungan yang lebih terbuka terhadap pengaruh dan ide-ide baru. Kehidupan keagamaan di Majapahit juga mencerminkan fondasi toleransi yang kuat dalam masyarakatnya. Majapahit mengakui dan menghormati dua agama besar pada masa itu, yaitu Hindu dan Buddha. Hal ini terlihat dari cara mereka mengintegrasikan pemimpin dan praktik keagamaan dari kedua agama tersebut ke dalam struktur pemerintahannya. Kehadiran kedua agama ini dalam struktur resmi menunjukkan sebuah pendekatan inklusif dan simbiosis yang langka pada zaman tersebut, yang berkontribusi terhadap stabilitas dan kemakmuran kerajaan.

 Kematian Hayam Wuruk membuka peluang bagi Parameswara untuk menolak status vasalnya kepada tahta Majapahit. Pasukan Majapahit merespons dengan menyerbu wilayah Parameswara dan mengusirnya dari kotanya. Dipaksa dalam pengasingan, Parameswara kemudian nantinya masuk Islam dengan salah satu alasan memanfaatkan pengaruh perkembangan Islam di Nusantara yang sudah mulai berkembang dari perdagangan dari Arab, Persia, India dan komunitas muslim di Cina. Dia mengambil nama Sri Iskandar Shah, dan mendirikan kesultanan dengan nama Kesultanan Malaka yang berkembang dengan bantuan Cheng Ho, pelaut Cina terkenal yang semuanya melewati Jawa dan Selat Malaka. untuk memberikan penghormatan kepada Kaisar Yongle di Beijing. Hubungan politik dengan Cina sangat penting dalam keseimbangan kekuasaan di Asia Tenggara. Sepanjang awal abad ke-15, perlindungan Cina memungkinkan Kesultanan Malaka untuk berkembang sementara Majapahit memasuki periode kemunduran.

Wirabhumi, anak dari selir, pasangan Raja yang bukan permaisuri, menantang klaim atas takhta yang dimiliki oleh Kusumawardhani sebagai pewaris utama yang merupakan seorang perempuan, namun dia sudah menikahi sepupunya Wikramawardhana untuk memperkuat garis keturunan kerajaan. Dan konflik ini memunculkan Perang Paregreg yang berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana dan eksekusi Wirabhumi. Namun, perang saudara ini menguras sumber daya kerajaan dan melemahkan kontrol Majapahit atas wilayah-wilayah taklukannya. Dalam dekade-dekade berikutnya, penguasa lokal di Sumatra, Kalimantan, dan pulau-pulau timur berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit, sementara Kesultanan Malaka melampaui Majapahit sebagai pusat perdagangan utama di wilayah tersebut dan secara aktif mendorong penyebaran Islam. Pada masa pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi oleh armada Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho antara tahun 1405 dan 1433, memperkuat kehadiran komunitas Muslim di kota-kota pelabuhan utara Jawa, seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel, serta membantu penyebaran Islam lebih lanjut di wilayah tersebut. Pada saat yang sama, kebangkitan Kesultanan Malaka menjadi pusat perdagangan dominan di Selat Malaka, semakin mengurangi pengaruh Majapahit di kawasan itu. Kombinasi konflik internal, pengaruh asing, dan munculnya kekuatan baru seperti Kesultanan Malaka menyebabkan berkurangnya pengaruh Majapahit, yang akhirnya mengarah pada disintegrasi kerajaan ini di Nusantara.

 Selama masa pemerintahan Wikramawardhana, kekuasaan Majapahit di Sumatra terbatas pada Indragiri, Jambi, dan Palembang. Penyerahan wilayah Indragiri kepada Mansur Syah dari Malaka sebagai bagian dari pernikahan dengan putri Majapahit menunjukkan berkurangnya pengaruh Majapahit di kawasan itu. Kemudian terjadi lagi krisis pewarisan tahta yang menyebabkan kekosongan kekuasaan adik Rajasawardhana dan putra Kertawijaya, yang kemudian melarikan diri ke daerah Keling, Daha. Ranawijaya, putra Singhawikramawardhana, mengambil alih pada tahun 1474 berhasil mengalahkan Kertabhumi. Ranawijaya, yang kemudian mengambil gelar Girindrawardhana, Majapahit mengalami konflik berkepanjangan dengan Kesultanan Demak, kesultanan yang didasari dari penyatuan beberapa komunitas muslim sebelumnya, dan semakin kesini, semakin mendominasi di pesisir Jawa. Demak berhasil mengambil alih kontrol atas Jambi dan Palembang, yang sebelumnya di bawah Majapahit. Konflik ini mencerminkan pergeseran kekuatan di Jawa dari Majapahit ke Demak. Meskipun konflik politik mereda di bawah pemerintahan Patih Udara, yang mengakui kedaulatan Demak, konflik kembali muncul ketika Patih Udara berusaha mendapatkan dukungan dari Portugis untuk melawan Demak. Dengan runtuhnya ibu kota Majapahit pada tahun tersebut, kekuasaan di Jawa berpindah dari tangan Hindu ke tangan Islam, dengan Pati Unus dari Demak sebagai salah satu pemimpin kunci dalam transisi kekuasaan ini. Kelangsungan budaya dan tradisi Hindu dari Majapahit dilanjutkan oleh mereka yang melarikan diri ke daerah seperti Panarukan dan Blambangan di ujung timur jawa, dan juga pulau Bali. Kehadiran mereka membantu mempertahankan adat dan tradisi Hindu di kawasan tersebut.

Demak memantapkan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, sementara Majapahit sebagai simbol kerajaan Hindu besar terakhir di Jawa menandai peralihan era di wilayah tersebut. Kejatuhan Majapahit memicu penyebaran Islam yang semakin kuat di Nusantara. Pada abad ke-21, era Majapahit memiliki tempat istimewa dalam buku-buku sejarah Indonesia, menempati posisi penting dalam narasi nasional. Penaklukan historis Majapahit dianggap telah menetapkan preseden untuk batas-batas modern Republik Indonesia. Masa-masa kemunduran Majapahit mengajarkan pentingnya stabilitas internal dan dampak negatif dari konflik perebutan kekuasaan.

Pengalaman ini memberi pelajaran tentang pentingnya kestabilan politik dan kebijaksanaan dalam diplomasi untuk menjaga integritas dan kemakmuran negara. Dari sejarah Majapahit, kita belajar tentang kejayaan yang dapat dicapai melalui kepemimpinan yang kuat, diplomasi yang efektif, dan penerimaan terhadap keberagaman. Meskipun kerajaan ini telah lama bubar, warisannya tetap hidup, menginspirasi generasi saat ini dan mendatang untuk menghargai dan memelihara keberagaman yang kaya serta persatuan yang kokoh. Sebagai salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara, Majapahit meninggalkan jejak sejarah yang mendalam, membentuk fondasi budaya dan politik yang masih relevan hingga hari ini di Indonesia. Di puncak kejayaannya, Majapahit bukan hanya sebuah kekuatan militer dan ekonomi, tetapi juga pusat kebudayaan yang melahirkan karya-karya sastra dan filosofis penting, seperti Sutasoma oleh Mpu Tantular yang melahirkan moto "Bhinneka Tunggal Ika." Filsafat ini, yang menjadi prinsip dasar keragaman dan kesatuan Indonesia, menunjukkan betapa Majapahit telah mempraktikkan konsep integrasi dan toleransi budaya jauh sebelum istilah-istilah modern tersebut. Indonesia merangkul warisan Majapahit dengan identitasnya sebagai negara multikultural modern dan perannya sebagai pemimpin ekonomi di panggung dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun