Hari Tuli Nasional diperingati pada tanggal 11 Januari setiap tahunnya. Peringatan ini merupakan bagian dari perjuangan kesetaraan dan kesejahteraan bagi Teman Tuli di Indonesia yang ditetapkan oleh Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia (Gerkatin) pada tahun 2017. Hari Tuli Nasional juga bertepatan dengan lahirnya Organisasi Tuli pertama di Indonesia, yaitu Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia (SEKATUBI) yang memperjuangkan kesadaran dan kebangkitan Tuli. Salah satu Teman Tuli, Evant Christina yang biasa dipanggil Christy, mengungkapkan dirinya masih meneruskan perjuangan tersebut hingga sekarang.Â
Christy merupakan salah satu anggota magang di Campaign.com, sebuah startup aksi sosial pemilik aplikasi Campaign #ForChange. Menurut Christy, saat ini Teman Tuli masih mendapat banyak diskriminasi, terutama dalam hal pekerjaan dan pergaulan dari masyarakat. Bahkan, dirinya sendiri pernah mengalami diskriminasi di sekolah umum, kuliah, dan tempat kerja sebelumnya.
"Waktu itu, saya pernah di-bully secara fisik karena identitas saya Tuli, pernah juga tidak mendapat kesempatan untuk bergabung dengan teman dengar pada saat mendapat tugas kelompok. Dalam mencari pekerjaan pun untuk teman Tuli tidak mudah dibanding dengan teman dengar karena keterbatasan dan sedih kalau mereka tidak percaya pengakuan saya sebagai teman Tuli," ujar Christy.Â
Ia juga mengaku dirinya pernah mengalami ableisme, yakni perilaku diskriminasi yang menganggap penyandang disabilitas tak berdaya dan inferior. Perilaku ini seringkali diikuti dengan memaksa mereka menjadi normal dan bisa melakukan berbagai hal. "Diskriminasi lainnya, seperti 'Tuli kok bisa ngomong' hingga saya dianggap tidak cocok jadi mahasiswa karena tidak bisa mendengar," imbuh Chirsty. Ia sangat berharap Teman Tuli tidak mudah menyerah dalam mencapai impian walau diterpa berbagai rintangan.
Bekerja sebagai content writer, perempuan berusia 33 tahun tersebut hanya dapat menangkap suara 20-30% melalui Alat Bantu Dengar. Meski begitu, Christy menunjukkan bahwa identitas Tuli tidak menjadi penghalang baginya untuk dapat bekerja secara profesional.Â
Selama bekerja di Campaign.com, Christy memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menunjang pekerjaannya, seperti Google Workspace, Slack, dan WhatsApp. Ia menambahkan, "Setiap ada hal yang belum saya pahami, saya selalu meminta mereka (tim Campaign.com) untuk mengulang penjelasan atau jawaban tanpa takut. Saya terbantu dengan fitur chat di Google Meet dan closed caption di Zoom yang ditulis secara manual oleh peserta rapat. Untuk berkomunikasi pun tidak hanya dengan mengetik di kolom chat, saya berbicara dengan bahasa bibir/oral dengan tempo pelan untuk mempermudah teman-teman mengerti apa yang saya sampaikan. Selain itu, saya juga menggunakan web captioner di laptop."
Kerja sama ini merupakan bukti nyata Campaign.com merealisasikan kesetaraan dalam lingkungan kerja dan menjadi tempat kerja yang inklusif. Sebagai platform aksi sosial, kesetaraan menjadi salah satu fokus isu Campaign.com bersama 3 isu lainnya, yaitu pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Laras Sabila Putri, Communications Manager di Campaign.com, mengungkapkan, "Kerja sama ini berjalan harmonis karena Campaign.com berupaya mempersiapkan segala kebutuhan dengan matang, terutama etika berkomunikasi dalam bekerja. Salah satunya dengan mengadakan pembekalan agar anggota tim memahami bagaimana cara menyapa, berinteraksi, dan bekerja secara teknis bersama teman-teman penyandang disabilitas. Hal ini dilakukan agar tidak ada miskomunikasi dan senantiasa menjunjung tinggi nilai saling menghormati," ujar Laras.
Tidak hanya Christy, Bella Tamira Putri juga menjalani masa magang di Campaign.com.Bella merupakan seorang Tuna Daksa yang tergabung dalam tim Design. Dengan semangat dan kemampuan yang dimiliki, ia menunjukkan karya-karyanya dengan mendesain konten media sosial. Bella berpendapat, "Partner dan mentor yang sangat ramah serta lingkungan yang sehat dan positif membuatku nyaman magang di Campaign.com."Â
Sejalan dengan kisah Christy, Bella pun pernah dikonfrontasi seseorang yang tidak dikenal dengan 'sayang sekali ya kamu, padahal cantik dan masih muda tapi jalannya pincang'. Perkataan tersebut tentunya menyakiti perasaannya. Tetapi, dibandingkan marah dan kecewa, Bella memilih untuk berdamai dengan keadaan yang Ia alami. Maka dari itu, Bella berharap fasilitas publik yang ramah dan aksesibel bagi disabilitas makin bertambah.