Mohon tunggu...
Vania Aurellia Sampara
Vania Aurellia Sampara Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Pelita Harapan - Jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Kisah Hidup Ratu Elizabeth I: Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Konsep Diri Seseorang

23 Desember 2021   22:34 Diperbarui: 23 Desember 2021   23:49 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Elizabeth I dalam karya The Darnley Portrait (1575). Foto: Wikimedia Commons

Pendahuluan

Pernahkah anda berpikir sejenak, apa saja yang sebenarnya dapat memengaruhi anda dalam memandang diri anda sendiri? Siapa saja yang selama ini memengaruhi pandang/persepsi anda terhadap diri sendiri? Atau mungkin anda sering mempertanyakan mengenai diri sendiri, apakah anda cantik atau tidak, layak dicintai atau tidak, dan berbagai pertanyaan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya sedang menggambarkan perenungan seseorang akan konsep dirinya. Perenungan ini muncul karena biasanya seseorang mulai memikirkan sikap atau perkataan orang-orang di sekitar mengenai dirinya. Di sisi lain, pertanyaan tersebut juga dapat muncul sebagai bahan perenungan dan pembelajaran seseorang terhadap konsep diri orang lain dimana hasil perenungan tersebut bisa dijadikan pembelajaran dalam mempelajari maupun memperbaiki konsep dirinya sendiri. Oleh sebab itu, untuk dapat lebih lagi memahami mengenai konsep diri ini, berikut mari kita pelajari bersama mengenai konsep diri melalui kisah hidup Ratu Elizabeth I.

Kisah Hidup Ratu Elizabeth I

Kisah Ratu Elizabeth I ini dimulai pada tahun 1558 saat ia sedang memerintah sebagai seorang penguasa monarki kerajaan Inggris dan Irlandia. Pada saat itu, Ratu Elizabeth I cukup mendapatkan banyak perhatian dari masyarakat, khususnya perempuan, sebab ia merupakan satu-satunya perempuan yang sudah dapat memerintah kerajaan-kerajaan di Eropa saat usia muda. Besarnya perhatian yang diterima, membuat Ratu Elizabeth I ini ingin selalu tampil sempurna di depan publik. Apalagi pada era tersebut, penampilan yang sempurna itu selalu berpatokan pada penampilan keluarga bangsawan atau orang kaya dimana rata-rata dari mereka selalu memiliki kulit putih dan bersih. Tak hanya itu, persepsi masyarakat mengenai tampilan kulit putih ini juga semakin diperburuk dengan adanya pandangan bahwa kulit putih itu dapat melambangkan dan menunjukkan usia muda, kesuburan, reputasi, kecantikan, dan status sosial seseorang. Dari pandangan-pandangan tersebutlah, akhirnya membuat Ratu Elizabeth I ini semakin terobsesi dengan penampilan yang sempurna. Singkat cerita, perjuangan Ratu Elizabeth I dalam mendapatkan tampilan yang sempurna ini ternyata dilakukan dengan cara yang salah. Dalam hal ini, Ratu Elizabeth I menggunakan bahan-bahan kosmetik berbahaya yang berasal dari mineral untuk memutihkan kulitnya dan memerahkan bibirnya. Mulai, dari campuran timah putih dan cuka untuk memutihkan wajah dan leher, hingga penggunaan campuran kulit telur, tawas, dan merkuri untuk menghapus makeup-nya seminggu sekali. Tak hanya itu, lipstik yang digunakan pun berasal dari mineral merah yang mengandung merkuri, yaitu cinnabar, untuk mendapatkan penampilan dengan bibir merah bercahaya. Penggunaan bahan-bahan mineral tersebut pun akhirnya merusak kulit dan tubuh Ratu Elizabeth I secara perlahan. Namun, Ratu Elizabeth I tetap mempertahankan kebiasaan tersebut karena tuntutan budaya akan standar kecatikan. Apalagi jabatannya sebagai ratu pada saat itu semakin membuat dirinya tidak ingin terlihat bercela dihadapan publik. Di sisi lain, hal ini juga semakin diperburuk dengan pendapat orang-orang di sekitarnya mengenai dirinya. Salah satunya adalah pendapat keluarganya sendiri, Earl of Essex, yang mengatakan bahwa ia terlihat seperti perempuan tua yang jelek. Tak hanya itu, Earl bahkan sering menjadikan Ratu Elizabeth I sebagai lelucon di hadapan teman-temannya. Akibatnya, Ratu Elizabeth I memutuskan untuk tidak menikah agar wujud aslinya tidak semakin terbongkar ke publik.

Pembahasan

Dari kisah di atas, kita sebenarnya bisa mendapatkan banyak pembelajaran mengenai pengaruh komunikasi interpersonal terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Berikut analisis dan solusi singkat terhadap poin yang ada:

1. Konsep diri sangat dipengaruhi oleh pengajaran budaya

Kisah Ratu Elizabeth I ini secara tidak langsung menunjukkan kepada kita bahwa penanaman budaya (Nilai, kepercayaan, dan sikap) melalui komunikasi interpersonal di dalam keluarga ataupun lingkungan sekitar, dapat sangat memengaruhi pemahaman maupun pandangan diri seseorang terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini, Ratu Elizabeth I bisa dikatakan besar dalam keluarga kerajaan dimana erat dengan penanaman nilai-nilai kerajaan yang menuntut kesempurnaan dari segala hal, termasuk mengenai penampilan. Apalagi ditambah dengan tuntutan standar kecantikan pada zaman tersebut, maka hal ini tentu akan semakin memengaruhi gambaran dirinya saat itu. Tuntutan budaya akan standar kecantikan inilah yang akhirnya membuat Ratu Elizabeth I memiliki gambaran diri yang "sempurna" layaknya anggota kerajaan pada umumnya. Namun, bisa kita lihat bersama bahwa penanaman nilai-nilai budaya dan tuntutan budaya akan standar kecantikan tersebut akhirnya membawa dampak negatif terhadap pemahaman konsep diri Ratu Elizabeth I. Ia akhirnya harus menentukan standar kecantikan yang berlebihan bagi dirinya agar dapat terlihat sempurna di mata orang. Tak hanya itu, ia juga menjadi tidak bisa menemukan gambaran diri atau konsep diri yang utuh dan tepat dalam dirinya, sebab ia berusaha untuk mengejar "pribadi lainnya" yang tidak realistis dan adil, demi  penanaman nilai dan tuntutan budaya yang sudah ia dapatkan dari orang-orang sekitarnya (Significant Others).

Kisah seperti ini juga pasti sering kita temui dalam kehidupan kita. Apalagi, bagi mereka yang masih hidup dengan nilai-nilai budaya yang kuat, maka dapat dipastikan akan lebih terkoneksi dengan topik ini. Dalam hal ini, penanaman nilai-nilai budaya yang terlalu mengikat dan kaku, terkadang bisa membuat kita memiliki gambaran diri yang salah dan akhirnya berujung pada pandangan bahwa diri kita tidak berarti ataupun tidak pantas untuk hidup. Tak hanya itu, kita juga akhirnya harus menjadi pribadi yang lain sebab tidak mampu mengenali konsep diri sendiri secara utuh sama seperti apa yang dilakukan oleh Ratu Elizabeth I. Kemudian, tindakan yang bertentangan dengan budaya pun juga pada akhirnya ditakutkan akan memberikan pandangan yang negatif terhadap gambaran diri sendiri. Hal ini dikarenakan pasti orang-orang di sekitar kita akan mulai melontarkan hal-hal yang negatif atau bisa dibilang menghakimi tindakan tersebut sebagai suatu tindakan yang buruk. Padahal, dalam kasus seperti ini, perlu adanya kesadaran bagi masing-masing pribadi kita bahwa tidak selamanya tindakan atau perilaku yang bersebrangan dengan nilai-nilai budaya itu buruk ataupun negatif. Artinya, perlu adanya pemikiran terbuka dan selalu ingin berkembang dalam menyikapi perubahan maupun perbedaan yang ada.

2. Perkataan orang-orang terdekat sangat memengaruhi konsep diri seseorang

Pada kisah tersebut, dapat kita lihat juga bahwa perkataan orang-orang terdekat kita (Significant Others), seperti anggota keluarga, teman-teman terdekat, rekan kerja, atau orang terdekat lainnya, dapat sangat memengaruhi kita dalam memahami mengenai konsep diri. Dalam hal ini, Ratu Elizabeth I sebagai anggota kerajaan, pasti akan selalu dituntut orang-orang terdekatnya untuk dapat tampil dengan sempurna. Hal ini tentu dapat memengaruhi dirinya dalam memiliki gambaran diri yang utuh untuk diri sendiri. Tak hanya itu, perkataan negatif yang dilontarkan oleh salah satu anggota keluarganya juga semakin membuat Ratu Elizabeth I tidak dapat melihat gambaran dirinya yang utuh. Sebab, Ratu Elizabeth I akhirnya harus berusaha untuk menjadi "pribadi yang lain"agar tidak mendapat penolakan dari lingkungannya. Dari beberapa contoh tersebut, bisa dilihat bahwa perkataan orang-orang terdekat kita itu ternyata dapat sangat memengaruhi pandangan seseorang terhadap konsep dirinya sendiri.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari sendiri, kita juga pasti sering menerima perkataan-perkataan, baik negatif maupun positif, dari orang-orang terdekat kita. Dalam hal ini, perkataan yang positif, pasti akan membuat kita melihat diri kita sendiri menjadi lebih berharga. Namun, sebaliknya, pada perkataan-perkataan yang negatif, kita pasti akan berusaha untuk menjadi "pribadi yang lain", seperti yang dilakukan Ratu Elizabeth I.

Solusi

Maka dari itu, dalam menanggapi kasus seperti ini, penting sekali bagi kita untuk mencari jalan keluar atau solusi yang tepat agar masing-masing dari kita tidak semakin kehilangan pemahaman ataupun gambaran mengenai konsep diri sendiri yang sesungguhnya dan utuh. Berikut beberapa tips mengenai sikap yang dapat kita pelajari dan terapkan dalam meningkatkan pemaham terhadap konsep diri masing-masing pribadi, berdasarkan buku "Interpersonal Communication: Everyday Encounters" karya Julia T. Wood:

1. Coba belajar untuk mengenali dan memahami diri sendiri

Dari kisah di atas, bisa dilihat bahwa pemahaman yang kurang dalam mengenali dan memahami diri sendiri itu bisa berakibat fatal dimana kita tidak dapat berpikir, berperilaku, dan merasakan emosi diri sendiri dengan tepat dan benar. Maka dari itu, penting sekali bagi kita untuk dapat belajar mengenal dan memahami diri sendiri secara tepat dan mendalam agar gambaran akan diri sendiri pun menjadi utuh dan tepat. Pengenalan dan pemahaman akan diri sendiri ini sebenarnya bisa dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai diri anda dimana hal ini membutuhkan yang namanya keterbukaan diri atau self-disclosure. Dalam hal ini, self-disclosure bisa dilakukan dengan mengkomunikasikan atau sharing mengenai permasalahan kita terhadap orang-orang di sekitar kita (Significant Others). Tak hanya itu, kita juga bisa menggunakan konsep Johari Windows untuk dapat memudahkan kita memahami pandangan orang lain terhadap diri kita dan hal-hal apa saja yang ternyata tidak kita ketahui. Namun, perlu dicatat bahwa self-disclosure ini juga beresiko dimana tentu respon setiap orang pasti akan berbeda-beda tergantung orang tersebut, bisa positif maupun negatif. Maka dari itu, self-disclosure ini memerlukan analisa mendalam mengenai individu yang kita akan ceritakan atau berbagi.

Kemudian, pengenalan dan pemahaman akan diri sendiri juga bisa dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi seseorang dalam memandang dirinya. Analisis ini membutuhkan pemikiran kritis agar dapat dengan tepat menemukan faktor-faktor tersebut. Anda juga bisa menggunakan poin-poin yang tercantum dalam analisis kisah hidup Ratu Elizabeth I dan merenungkannya bagi diri anda sendiri. Maka dari itu, dengan self-disclosure dan analisis faktor yang memengaruhi, diharapkan masing-masing pribadi kita dapat semakin mengenali dan memahami gambaran diri sendiri secara utuh dan tepat.

2.  Cobalah untuk memiliki pemikiran yang terbuka dan bertumbuh

Pemikiran terbuka dan betumbuh ini sangat dibutuhkan dalam pemahaman akan konsep diri. Sebab, pemikiran yang terlalu sempit dan kaku dapat membuat kita akhirnya tetap terjebak dalam gambaran diri yang salah. Tak hanya itu, pemikiran yang sempit dan kaku juga dapat membuat kita akhirnya tidak bisa melihat perspektif yang berbeda ataupun positif dari setiap perkataan maupun pandangan orang-orang terdekat kita (Significant Others). Maka dari itu, dibutuhkan pemikiran yang terbuka dan bertumbuh agar setiap perkataan maupun pandangan yang diterima akhirnya bisa diproses terlebih dahulu. Apabila hal tersebut membawa dampak yang positif bagi pembentukan dan pertumbuhan konsep diri kita, maka hal tersebut bisa diterima serta diterapkan dalam kehidupan kita, dan begitu sebaliknya.

3. Lebih realistis dan adil

Salah satu penyebab seseorang tidak bisa menemukan konsep dirinya yang utuh dan tepat itu dikarenakan standar yang ditentukan dalam memandang diri sendiri itu terlalu tinggi dan cenderung merugikan diri sendiri. Penentuan standar yang tinggi dan tidak realistis ini disebabkan karena seseorang mencoba mengeneralisasikan pendapat atau pandangan orang-orang di sekitarnya (Significant Others), sehingga menghasilkan standar yang tidak realistis. Sama halnya dengan contoh Ratu Elizabeth I, akibat dari terlalu mengeneralisasikan pendapat dan pandangan orang-orang di sekitarnya (Significant Others), akhirnya ia menentukan standar kecantikan yang terlalu tinggi dan menyiksa bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, kita perlu menyadari bahwa tidak selamanya seseorang itu dapat terlihat "sempurna". Sebab, kesempurnaan yang sejati itu tidak datang dari pendapat dan pandangan orang-orang di sekitar kita atas diri kita. Kesempurnaan yang sejati itu ada ketika kita dapat melihat, menyadari, dan menerima diri kita sendiri dengan apa adanya, meskipun terus mendapatkan beragam pendapat dan pandangan dari sekitar kita. 

Referensi

Abraham, R. (2019). Ratu Elizabeth I, Ternyata Pakai Makeup Berbahaya! Retrieved from https://editorial.femaledaily.com/blog/2019/06/21/ratu-elizabeth-ternyata-pakai-makeup-berbahaya

Kumparan Women. (2019). Sejarah Riasan Wajah Ratu Elizabeth I yang Kontroversial. Retrieved from https://kumparan.com/kumparanwoman/sejarah-riasan-wajah-ratu-elizabeth-i-yang-kontroversial-1rcW6bbgJqW/full

Wood, J. T. (2010). Interpersonal Communication: Everyday Encounters. In Communication (Sixth Edit). Lyn Uhl.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun