Mohon tunggu...
Kartika Putri Mentari
Kartika Putri Mentari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pandai bercerita, Pendengar yang baik, Penggemar orang hebat, Penulis yang baru belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dear Mahkamah Konstitusi, Kami Titipkan Rasa Percaya Kami Pada Keputusanmu!

18 Agustus 2014   17:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:14 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408333419443067259


sumber

Ajang Pemilu alias Pemilihan Umum adalah salah satu tanda dari berjalannya sistem demokrasi di Indonesia. Baik buruknya atau lebih kurangnya penyelenggaraan pemilu akan menentukan apakah bangsa ini akan berhasil menjadi negara demokratis atau justru sebaliknya. Maka wajar saja apabila kubu Prabowo – Hatta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan dugaan kecurangan yang terjadi pada pilpres 9 Juli lalu.

Masih segar dalam ingatan saat 22 Juli lalu Prabowo dan tim nya dengan tegas menolak hasil KPU. Awalnya saya sempat kaget dengan tindakan yang dilakukan salah satu idola saya ini. Namun saya belajar memahami situasi dan keadaan. Logikanya, apabila Prabowo – Hatta menerima hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU maka tindakan gugatan ke MK hanya bersifat sia – sia. Walau banyak yang mencibir tindakan Prabowo dianggap kurang gentle, coba kita telaah lagi. Nggak mungkin lah seorang negarawan sekelas Prabowo bertindak bodoh di depan publik. Kalau dipikir dengan logika, tindakannya untuk walk out dari hasil KPU adalah langkah awal untuk menegakkan keadilan.

Semuanya terbukti pada tanggal 6 Agustus lalu, bertempat di gedung Mahkamah Konstitusi, sidang pertama perkara permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) diadakan. Bukan hanya tim Kuasa Hukum Prabowo – Hatta yang menjalani sidang, namun para pendukung pasanagan nomer urut 1 ini rela berpanas – panasan, menunggu dan mengawal sidang demi menegakkan keadilan.

Bukan hanya kali ini ada gugatan hasil pilpres yang melayang ke MK. Bahkan 5 tahun lalu pun ada gugatan yang sama. Bedanya mungkin kali ini hanya ada 2 pasangan capres dan saat ada gugatan beberapa orang yang mulutnya usil langsung bersuara bahwa tim Prabowo – Hatta nggak fair dengan tidak menerima kekalahan. Emang, ngasih komentar ke orang lain jauh lebih mudah dari menerima kenyataan.

Buktinya, tim Prabowo – Hatta punya bukti – bukti kuat seputar indikasi kecurangan Pilpres 2014. Salah satunya adalah disayangkannya tindakan KPU mengeluarkan surat edaran untuk membuka kotak suara tanggal 25 Juli lalu. Tindakan ceroboh ini justru bisa menjadi bumerang untuk KPU karena seharusnya pembukaan kotak suara harus disetujui oleh MK terlebih dahulu. Dengan adanya kejadian ini dari sisi hukum berarti penyelenggaraan pilpres dianggap telah terjadi pelanggaran.

Saya sempat merinding saat Prabowo dengan tegasnya mengungkapkan kesiapannya untuk menerima segala keputusan terkait pilpres ini asal penyelenggaraannya dilakukan secara jujur dan adil. Bahkan Prabowo sendiri berjanji akan menghadirkan saksi, bukan hanya puluhan saksi, bahkan ribuan saksi pun siap ia bawa. Saya kembali menelan ludah, tindakan Prabowo ini nggak main – main. Kalau sudah bawa – bawa saksi berarti memang ada sesuatu yang nggak beres.

Menurut saya, gugatan tim Kuasa Hukum Prabowo dan Hatta bukan menitikberatkan pada urusan menang atau kalah. Prabowo bukan orang yang gila jabatan, bukan juga gila materi. Seorang milyuner sekelas beliau nggak perlu jadi presiden kalau hanya mengharapkan materi, beliau berkorban sekian puluh tahun untuk negara tercinta. Indonesia.

Jaman sekarang, keadilan memang menjadi barang mahal. Bahkan anehnya, baru kali ini saya mendapat kabar bahwa pasangan capres-cawapres no urut 1 ini mendapat 0 suara di 2.152 TPS di seluruh Indonesia. Kaget? Iya. Bagaimana mungkin seluruh warga hanya memilih 1 pasangan capres – cawapres yang sama? Kalau sudah begini, saya hanya berharap pemilu ulang dilakukan. Namun dengan syarat, asas LUBER JURDIL yang selama ini mendarah daging dalam PEMILU harus dilakukan dengan sebaik – baiknya.

Seperti judul yang saya tulis di atas, gugatan kali ini bukan hanya sebatas gentle atau nggak gentle, bukan juga hanya sebatas tidak lapang dada. Gugatan ini justru menjadi hal yang positif demi demokrasi Indonesia. Bahkan menurut Ketua Bidang Hukum DPP Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Bpk. Syaiful Bakhri, gugatan kubu Prabowo – Hatta ini positif untuk pembelajaran demokrasi agar kedepan demokrasi lebih matang dan dewasa. Saya setuju, karena pada dasarnya penyelenggaraan pemilu tidak boleh berpihak pada salah satu calon, melainkan seimbang.

Dan untuk mereka yang masih mencibir tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi, untuk mereka yang hanya bisa ikut – ikutan menghina karena tren, saya kutipkan perkataan dari Gandi Parapat, Koordinator Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI), “Gugatan Prabowo – Hatta dalam sengketa Pemilu Presiden di MK merupakan bagian dari kemajuan demokrasi di Indonesia. Kita harus menghormati dan mendukung upaya hukum itu. Tidak usah ditanggapi berlebihan.”

Jadi, siapapun kamu, siapapun calon idamanmu, sebagai warga negara yang baik kita harus mengawal dan menghormati hasil keputusan MK nantinya. Pesan yang sama berlaku untuk seluruh calon capres – cawapres. Saya percaya, demokrasi di Indonesia akan lebih dewasa kedepannya. Aamiin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun