Seiring berjalannya waktu, orang Indonesia harus beradaptasi dengan situasi 'baru' dengan adanya virus corona di sekitar mereka. Sejak harga kebutuhan dasar kebersihan sempat meningkat, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya kasus positif virus corona pada tanggal 2 maret 2020; pemerintah dianggap sangat lunak terhadap aturan yang telah mereka buat. Di dalam berbagai media, pemerintah awalnya masih ragu akan langkah yang harus mereka buat demi memutus rantai virus corona. Pemerintah masih enggan menerima kenyataan bahwa virus corona sudah terdeteksi di Indonesia dan menyebar begitu cepat. Pada 15 April 2020, diumumkan bahwa pemerintah akan menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB), istilah ini telah dinyatakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2020.
Penerapan PSBB Pertama
Persyaratan PSBB ini pertama kali diterapkan di Jakarta, dengan membatasi kantor dan sekolah, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial budaya, moda transportasi (khususnya transportasi umum), dan pembatasan kegiatan lain yang secara khusus terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan. Menteri Kesehatan menjelaskan, sekolah dan tempat kerja ditutup kecuali untuk kantor atau lembaga strategis yang menyediakan layanan terkait, seperti pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar dan gas, layanan kesehatan, bidang ekonomi, keuangan, komunikasi, Industri, ekspor dan impor, dan logistik distribusi, juga kebutuhan dasar lainnya. Dengan memiliki PSBB selama situasi ini, pemerintah bertujuan untuk mengurangi penularan virus corona dan melandaikan kurva (flatten the curve).
Ini dianggap efektif pada awalnya, karena petugas dan polisi yang ditempatkan di berbagai pos pemeriksaan memastikan setiap transportasi yang lewat apabila mereka sudah mengikuti peraturan tersebut. Namun, mereka menerapkan instruksi yang menyatakan bahwa orang masih bisa keluar 'jika diperlukan'. Ketidaktegasan pemerintah pun dilihat dari pesan yang disampaikan berbeda dari berbagai media. Ini dianggap sangat ambigu, karena kata 'jika diperlukan' adalah kata yang luas yang dapat digunakan untuk membuat alasan. Meskipun demikian, peraturan ini tidak dilaksanakan dengan tepat dan merata di setiap wilayah, salah satu alasannya karena informasi yang diberikan tidak tersebar merata.
Pemerintah Dianggap Terlambat
Pemerintah Indonesia juga dinilai sangat terlambat dalam mengambil tindakan. Sejak wabah virus corona pertama di Wuhan, Cina, pemerintah Indonesia terlihat menyepelekan dan sangat optimis bahwa virus tidak akan dapat mencapai Indonesia; mengatakan bahwa daya tahan tubuh kita lebih kuat dari negara lain.Â
Masyarakat membuat lelucon tentang virus corona di sosial media tanpa memikirkan kondisi lebih lanjut. Dan, warga menjadi sangat acuh tak acuh dengan keberadaan virus yang mematikan ini. Setiap negara harus memiliki peraturan mereka, jika kita melihat lebih jauh ke negara lain, mereka melakukan kebijakan untuk memutus rantai virus corona dengan baik.Â
Di Vietnam misalnya, mereka menangguhkan penerbangan ke dan dari China sejak awal ketika mereka mendeteksi ada dua orang yang positif Covid-19 tiba di Hanoi, Vietnam; warga negara juga wajib mengenakan topeng sebagai tindakan pencegahan sejak saat itu. Mereka melakukan sekitar 180.000 tes dan mendeteksi 268 positif tanpa kematian, hingga sekarang. Memang dinyatakan bahwa kasus virus corona sempat menurun karena adanya PSBB, akan tetapi tidak semua orang bisa mematuhi peraturan yang ada.
Sedangkan, Indonesia baru mulai menerapkan PSBB, bekerja dari rumah, dan menjaga jarak fisik (physical distancing) setelah ratusan kasus dinyatakan positif. Padahal, sejak awal WHO sudah memperingati pemerintah untuk melakukan physical distancing. Prasyarat PSBB harus menjadi yang paling efektif bagi Indonesia untuk meratakan kurva, karena situasi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk melakukan lock down.Â
Namun, warga tampaknya memilih ego mereka dengan pergi ke luar rumah karena bosan, alih-alih melihat manfaat bersama dari diam di rumah saja. Sehingga, kasus positif virus corona dan yang meninggal malah bertambah semakin hari. Ditambah lagi, konon katanya PSBB diduga tidak akan diterapkan lagi, meskipun virus tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda menghentikan penyebarannya di sekitar kita. Hal in dikarenakan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga dan kasus-kasus kriminal.
Pemerintah dan Publik Harus Satu Tujuan
Pemerintah dan publik dirasa tidak memiliki satu pemikiran dalam hal ini. Pemerintah yang awalnya menyepelekan tersebarnya virus corona di Indonesia, harusnya bisa membangun kesan baru terhadap bahayanya virus corona dengan meningkatkan kesadaran lebih untuk rakyatnya. Situasi seperti ini tidak mudah untuk dihadapi, karena pemerintah pun masih sangat toleran dalam menghimbau prosedurnya.Â
Namun di sisi lain, sebagai warga negara yang bijak, kita perlu bekerja sama dengan cara diam di rumah, dan mengikuti aturan pemerintah yang sudah dibuat; karena dengan hal kecil seperti itu kita bisa membantu banyak orang, terutama front liners Covid-19. Publik pun harus lebih kritis dalam mengambil keputusan, apalagi semasa pandemi ini. Bagaimana virus mematikan ini bisa terputus penyebarannya kalau bukan dari kesadaran dari kita sendiri juga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H