Jerome Polin Sijabat adalah seorang YouTuber, selebriti internet, dan pengusaha berkebangsaan Indonesia. Jerome dikenal setelah memulai kanal YouTube bernama Nihongo Mantappu yang membagikan kehidupan pribadinya sebagai mahasiswa Indonesia di Jepang.
Dua tahun yang lalu, tepatnya pada 4 Juni 2020, Jerome membagikan thread tentang privilege yang ternyata dinilai sebagian besar orang sangat tidak relevan dengan realita. Cerita ini berawal dari isi twitnya yang seperti ini.
Kemudian twitnya menjadi viral dan banyak yang membalas twitannya.
Ribuan retweet banyak yang tidak mendukung jerome dan banyak yang beramai-ramai 'meng-cancel' Jerome. Alasannya karena pendapat Jerome yang diketahui punya privilege dianggap justru memberi pandangan tidak logis terhadap privilege itu sendiri. Akhirnya Jerome kesulitan membela dirinya dan threadnya pun berakhir.
Mengacu pada Dictionary.com, cancel Culture adalah sebuah praktik yang sedang populer di media dengan berusaha mengumpulkan dukungan untuk 'meng-cancel' seseorang jika ia telah melakukan atau menyatakan sesuatu yang ofensif maupun tidak menyenangkan. Sederhananya, menghentikan dukungan karena perspektif mereka menyebabkan ketidaknyamanan khalayak. Biasanya orang yang terkena cancel culture adalah selebtriti atau tokoh terkenal, dan sebutan untuk mereka adalah 'cancelled'.
Sebuah penelitian menyebutkan sebanyak 84 orang dengan rata-rata umur 19 tahun sebagian besar menggunakan media sosial lebih dari 3 jam per hari (54,8%) dan mengalami kecemasan (59,5%). Subyek yang menggunakan media sosial lebih dari 3 jam per hari secara signifikan lebih besar kemungkinannya mengalami kecemasan dibandingkan dengan yang kurang dari 3 jam per hari. Maka, degan adanya praktik cancel culture akan memperparah rasa kecemasan dari pengguna media sosial.
Dari contoh permasalahan diatas bisa kita lihat bagaimana peran tukang 'cancel' alias netizen yang langsung men'skakmat' Jerome terlepas dari benar atau tidaknya pendapat dia. Akibatnya apa? Orang yang 'di-cancelled' ini jadi takut untuk kembali menyuarakan pembelaannya karena semakin banyak suara yang tidak membelanya. Tentu hak kebebasan berbicara korban menjadi terbatas.