Emansipasi wanita bukan lagi menjadi kata-kata yang asing untuk di dengar. Berbicara mengenai emansipasi wanita tampak tidak pernah lepas dari sesosok pejuang yang dikenal dengan Raden Ajeng Kartini. Usahanya dari awal abad-20 dalam memperjuangkan hak wanita dan mengangkat derajat kaumnya dari keterpurukan budaya patriarki telah memberikan perubahan dan hasil yang konkret dalam kehidupan saat ini.
Berdasarkan Kompas.com, emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa wanita zaman dahulu memiliki banyak keterbatasan, kebiasaan, dan bahkan pembatasan hak. Pada masa itu, wanita hanya boleh melakukan aktivitas rumah tangga. Sedangkan diluar rumah, kaum perempuan tetap dipandang lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan kaum pria.
Emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh R. A Kartini pada masa itu adalah kebebasan setiap perempuan dalam mengenyam pendidikan, mengemukakan pendapat, maupun kebebasan untuk bekerja. Bukan untuk saling menyaingi agar mendapat pengakuan diri dan mensejajarkan diri dengan kaum pria.
Di zaman sekarang, wanita sudah mendapatkan kebebasan dalam mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, melakukan pekerjaan diluar aktivitas rumah tangga dan juga memiliki karir.Â
Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kini emansipasi wanita tampaknya mulai mengalami beberapa pergeseran dari makna sesungghnya. Sebagian wanita masih belum paham bagaimana menggunakan haknya sesuai dengan apa yang sudah diperjuangkan oleh R. A Kartini pada masa itu.
Berdasarkan madjongke.com, ada beberapa penyalahgunaan makna dari emansipasi wanita, diantaranya:
Masih banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Dalam arti, wanita yang menghidupi suami dan anak-anaknya hingga lupa bahwa pada dasarnya, meskipun wanita memiliki kebebasan dalam hal berkarir dan bekerja, wanita masih memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dari suami.Â
Masih banyak wanita yang menjadikan emansipasi sebagai "alasan" mereka untuk bisa melakukan segala hal termasuk menyetarakan dirinya dengan pria dan menganggap bahwa emansipasi wanita merupakan sebuah tindakan pemberontakan wanita dari kodrat kewanitaannya.
Masih banyak wanita yang mengangap bahwa dengan adanya emansipasi wanita, mereka memiliki kesetaraan gender dengan pria, bahkan menganggap bahwa dirinya memiliki kodrat yang lebih tinggi dari pria.
Lalu, bagaimana cara kita sebagai wanita untuk bisa menggunakan hak kita sebagai perempuan sesuai dengan apa yang sudah diperjuangkan oleh R. A. Kartini?
Kita harus menyadari bahwa pria dan wanita diciptakan dengan peran dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kita sebagai wanita harus dengan bijak memahami bahwa hak yang diperjuangkan oleh R. A Kartini pada masa itu adalah hak wanita untuk mendapatkan ilmu dan pendidikan yang layak.Â
Jadi meskipun saat ini wanita sudah memiliki kebebasan dalam mengenyam pendidikan, mengeluarkakan pemikiran maupun bekerja/berkarir, kita harus tetap sadar bahwa wanita saat ini memiliki dua peran, yaitu tetap menjalankan kewajibannya sesuai kodrat wanita dan di satu sisi harus mampu menyeimbangkan karirnya maupun dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tidak ada alasan bahwa wanita melupakan kewajibannya (dalam artian, melepaskan peran nya sebagai ibu dan istri) karena kedok "emansipasi".
Selain itu, bagaimana peran kita sebagai pelajar wanita dalam memaknai emansipasi wanita?
Menurut saya, sebagai pelajar, kita harus mulai menanamkan sikap disiplin dan juga gigih seperti apa yang sudah dilakukan oleh pahlawan kita R. A Kartini. Maka dari itu kita bisa mulai bertanggung jawab dengan pendidikan kita, mulai dari belajar dengan rajin, tidak membolos sekolah, serta memiliki tujuan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi untuk mengharumkan nama bangsa dan negara.
Selain itu, belajar memaknai arti dari emansipasi sesungguhnya sebagai bekal kita wanita dimasa depan agar bisa menjadi wanita yang sukses dan mandiri, berpendidikan, dan mempunyai kecerdasan. Namun tidak melepaskan dan meninggalkan peran utama kita sebagai seorang istri dan ibu, sehingga semuanya mampu berjalan dengan baik dan harmonis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H