Mohon tunggu...
Vanessa Devara Ardine
Vanessa Devara Ardine Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Korupsi saat Pandemi, dari Edhy Prabowo, Walikota Cimahi dan terbitlah Juliari

18 Februari 2021   21:15 Diperbarui: 19 Februari 2022   12:00 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

dOleh : Vanessa Devara Ardine

Korupsi tak ubahnya menjadi budaya di Indonesia, permasalahan laten yang seolah menjadi hal biasa di negeri ini bak budaya jelek yang mengakar pada urat nadi. Nilai-nilai  pancasila benar-benar dihianati, pancasila dinodai oleh oknum oknum tak tahu diri para tikus-tikus negeri.

Saat pandemi sekalipun tak membuat para pelaku menahan diri dari hasrat memperkaya diri sendiri. Pandemi justru menjadi peluang untuk menggarong lebih banyak. Kegentingan dan kedaruratan justru jadi ruang baru untuk bertindak lebih brutal, lebih ugal-ugalan dan lebih tidak tahu malu. 

Di saat kita semua mencoba bertahan di tengah badai, jungkir balik melanjutkan hidup saat semuanya begitu sulit, tapi benar-benar tak mengubah sedikit pun nafsu para pejabat rakus tak punya hati, para maling berdasi yang terus  beraktraksi mengakali anggaran. Kita justru dibebani pekerjaan tambahan. Selain harus bisa bertahan hidup, kita justru harus lebih teliti mengawasi kebijakan dan penggunaan anggaran. Karena Semakin kita apatis, semakin senang mereka menggasak uang negara. Karena Inilah kenyataannya sudah sudah sebegitu rusak kah moral mereka?

Pandemi seharusnya diperkuat dengan persatuan seluruh elemen negeri, bahu membahu berkerjasama mengentaskan virus ini, ketika banyak nyawa yang hilang, ratusan ribu karyawan di-PHK, orang-orang yang kehilangan pekerjaannya, usaha-usaha yang bangkrut, penghasilan yang turut surut dan juga banyak program-program dinas yang dialihkan guna memfokuskan penanggulangan Covid-19 ini malah seenaknya dijadikan sasaran empuk para pejabat rakus yang nodong sana-sini. Dilakukan oleh mereka orang-orang yang disumpah untuk membantu rakyat bisa bernafas lebih mudah di tengah himpitan hidup.

Dari Edhy, Walikota Cimahi dan terbitlah Juliari

Pada 25 November 2020 publik di hebohkan dengan penangkapan Mentri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo beserta beberapa staf khusus dan pejabat kementerian yaitu kasus korupsi terkait izin ekspor  benih lobster, mereka meminta cash-back dari setiap benih lobster yang di ekspor. Dengan barang bukti OTT, ATM BNI atas nama Ainul Fakih, tas Louis Vitton, jam Rolex, jam Jacob n Cotas koper LV dan barang-barang mewah lainnya.

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang senilai Rp.3,4 miliar dan 100.000 dolar AS dari pihak PT.Aero Citra Kargo. Perusahan tersebut diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster, dan patut dicurigai sebelum kasus ini diusut juga, karena perusahaan itu menjadi satu-satunya kargo pengekspor dengan kata lain ekspor hanya  bisa dilakukan melalui PT. Aero Citra Kargo, dengan biaya angkut Rp. 1.800 per ekor.

Selanjutnya, publik tak henti-hentinya di hebohkan, pada 28 November 2020  persis saat banyak orang kelimpungan mencari ruangan perawatan karena kamar-kamar rumah sakit sudah sesak dengan pasien Covid-19, wali kota Cimahi malah memperjualbelikan izin pembangunan rumah sakit. Sungguh benar-benar sakit jiwa mereka.

Dan yang lebih gila lagi Mentri Sosial yang seharusnya benar-benar faham dengan kondisi rakyatnya, yang seharusnya mengayomi memberi nafas rakyat ditengah himpitan pandemi, malah yang paling kencang menggarong duit rakyat.

Para pejabat kementerian sosial, berikut dengan mentrinya sekaligus, malah menodong para vendor dengan uang cash-back. Mereka meminta 10 ribu rupiah dari setiap paket bantuan sosial. Paket senilai tiga ratus rupiah untuk meringankan beban hidup rakyat, tega-teganya dipotong untuk dinikmati sendiri.

Ironisnya sebelum menjadi tersangka Mensos pernah datang ke KPK terkait pembicaraan perlunya pendekatan humanis kepada seseorang agar tidak terjerat korupsi. Namun nasi sudah menjadi bubur dia sendiri yang terjerumus dalam ucapannya, sungguh memalukan.

Sejak awal, dana trilunan rupiah yang digelontorkan pemerintah dalam bentuk bantuan sosial memang rentan diselewengkan, dan sudah banyak yang memprediksi potensi ini namun bukan berarti kita maklum akan hal itu. Banyak hal yang harus jadi perhatian dan evaluasi pemerintah untuk segera mengentaskan korupsi ini, di antaranya,

  • Pertama, perbaikan moral dan hapus celah tindak korupsi. Membosankan memang, tapi disinilah biang permasalahan. Miskinnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparatur penyelenggara negara itu yang menyebabkan korupsi sampai saat ini belum terentaskan termasuk dalam hal presiden yang memilih mentrinya. Lagi- lagi janganlah kecolongan salah pilih mentri.

Dan kecenderungan orang untuk melakukan korupsi itu terjadi ketika ada motif rasionalisasi dari individu dan ada kesempatan yang berhubungan dengan sistem yang memiliki celah untuk korupsi. Maka hapuslah celah-celah  yang ada pada sistem untuk mencegah para tipikor ini melakukan korupsi.

Pemerintah harus berkomitmen untuk menegakan supermasi hukum yang kuat. Karena maraknya korupsi saat ini hampir di setiap lini kehidupan dari pemerintah pusat sampai ke pemerintahan yang paling terkecil, Karena hukum yang diberikan untuk para koruptor adalah hukuman yang ringan yang akhirnya tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi.

Karena hukum adalah pilar keadilan ketika hukum tak sanggup lagi menegakan sendi-sendi keadilan, maka hancurlah kepercayaan publik pada institusi ini. Karena tidak jelasan kinerja para aparat penegak hukum atau pelaku hukum, akan memberi ruang pada tipikor untuk terus berkembang biak dengan leluasa.

  • Kedua, Partai Politik harus mampu menjadi sebuah mesin pengkaderan yang mampu mencetak pemimpin yang jujur, adil, piawai, bertanggung jawab. Tak heran jika sampai saat ini korupsi belum terentaskan, karena peran partai politik saat ini tak lebih dari sebuah EO (Event organizer) bagi penyelenggara calon kepala daerah dan calon legislator untuk maju keranah panggung politik. Karena tak jarang partai politik juga meminta bahkan mengharuskan kadernya yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau legislator untuk membayar mahar dalam jumlah tertentu tentu, dan tentu dengan jumlah dana yang besar.

Ketiga, Optimalisasi Transparansi perencanaan Program penganggaran. Diharapkan setiap program atau penganggaran pemerintah selalu melakukan transparansi nasional, yaitu berkewajiban untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang program kegiatannya di media massa atau papan pengumuman di depan kantor. Melalui transparansi ini, masyarakat akan mengetahui dan bebas mengakses atau melakukan pengawasan dengan mudah dan mengetahui uang rakyat itu digunakan untuk apa saja, dan aliran dananya kemana saja.

Dalam mengentaskan korupsi ini perlu seluruh elemen negeri ikut serta dan sudah seyogyanya menjadi perhatian serius oleh kita semua rakyat Indonesia, dan seluruh generasi anak bangsa dalam rangka mengawal negara untuk menciptakan birokrasi yang bersih.  . karena kita adalah generasi penerus dan sudah menjadi kewajiban setiap bangsa Indonesia untuk tidak apatis tentang gejolak yang merugikan negeri ini Karena Semakin kita apatis, semakin senang mereka menggasak uang negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun