[caption id="attachment_189810" align="aligncenter" width="560" caption="Screenshot Tulisan Pak Seand di Kompasiana"][/caption]
Artikel "kontroversial", Kompasianer Seand Munir  yang  berjudul "Ternyata Para Penumpang Sukhoi Itu Mengaktifkan HPnya di Pesawat" yang sampai hari ini telah di klik sebanyak 1.028.674 memang menuai banyak protes dari para Kompasianer sendiri atau dari beberapa penulis  di beberapa situs lain di luar kompasiana.
Terlepas dari kontroversial, isi Content atau masalah Context, wajar kalau admin mengapresiasi sebuah tulisan yang menarik banyak pengujung. Saya tidak bilang  pembaca tetapi pengujung atau lebih enak lagi sebut saja jumlah "klik". Karena belum tentu yang klik ikut membaca isi artikel yang cukup panjang tersebut.
Lalu dimana persoalannya? Bisa dipilah-pilah, bagi yang ingin membahas soal content dipersilahkan membahasnya sampai tuntas tidak usah memaksakan keyakinan dan nalar orang lain. Bagi yang mau membahas bagaimana meningkatkan pembaca atau pengujung situs secara teknis  juga dipersilahkan. Bagi yang ingin membahas masalah Context dipersilahkan juga. Bebas saja...
Saya tidak ingin membahas isi content terlalu jauh, yang saya tahu berita yang digunakan penulis sebagai rujukan sampai saat ini tidak dihapus. Masih ada walaupun sudah ada klarifikasi. Jadi untuk apa memaksa admin Kompasiana untuk menghapus tulisan yang dianggap Hoax tersebut? Memangnya kalau ada klarifikasi kemudian tulisan tersebut dan berita pada situs rujukan dengan serta merta dihapus? Tidak semudah itu bukan?
Berikutnya, masalah pro kontra bahaya penggunaan ponsel di dalam pesawat. Silahkan beda pendapat. Tetapi hargai juga orang lain yang mempunyai keyakinan yang berbeda, bahwa penggunaan ponsel berbahaya. Jangan serta merta memaksakan klarifikasi dari Kominfo bahwa sinyal ponsel tidak mengganggu penerbangan, sehingga menganggap sah-sah saja orang menghidupkan ponsel di dalam pesawat? Silahkan anda naik pesawat lalu hidupkan dan memberi alasan bahwa Kominfo memperbolehkan.
Jelas-jelas UU No 1/2009 melarang menghidupkan ponsel selama penerbangan. Begitu juga dengan Amerika Serikat melalui Federal Communications Commission (FCC) dan Federal Aviation Administration (FAA) melarang hal yang sama. Anda melanggar, anda berurusan dengan hukum. Jadi sangat disayangkan artikel tersebut dipelintir begitu jauh sehingga harus melebar kemana-mana.
Untuk masalah kualitas konten, saya tidak mau membahasnya lebih jauh. Tetapi faktanya tulisan tersebut dirujuk oleh banyak situs baik dalam dan luar negeri. Kalau nantinya rujukan tersebut berupa bantahan dan tuduhan Hoax,  namun yang pasti tulisan tersebut menjadi rujukan. Silahkan di-googling, dengan cara judul tersebut diapit dengan tanda petik ganda  (""), agar tepat menemukan keseluruhan dari judul tersebut. Anda akan  menemukan hasil sebanyak 23.600 hasil pecarian Google.
[caption id="attachment_189808" align="aligncenter" width="550" caption="google search results"]
Jika 50% situs hasil pencarian google tersebut memuat back link ke tulisan Pak Seand tersebut, maka dengan asumsi awal dapat dipahami terjadi peningkatan pengujung. Â Jika 10.000 situs memasang back link dengan rata-rata 30 unik user yang klik maka pengujung tulisan mencapai 300.000, wajar bahwa peran situs-situs tersebut memiliki kontribusinya terhadap peningkatan pengujung tulisan.
Ini baru bicara soal jumlah situs, belum lagi link yang dibagikan melalui media sosial. Pada tulisan pak Seand terdapat indikator 2.100 kali di like di Facebook. Sedangkan dalam pemberitaan id.yahoo yang berasal dari Tribunnews yang didalamnya juga berisi back link ke tulisan tersebut, terdapat 1.000 Â kali Facebok share. Â Anggap saja 3,000 indikator ini, masing-masing diklik oleh 100 unik user saja (mengingat satu user Facebook memiliki lebih dari 100 teman) maka pengujung tulisan tersebut bisa bertambah 300.000.