Melihat dari fenomena-fenomena kelangkaan air bersih yang kian marak diberitakan pada masyarakat umum, pernahkah terlintas di benak kita bahwa "Apa jadinya jika air bersih terus langka?" atau "Bagaimana nasib manusia kedepannya jika seluruh air tidak layak digunakan?" atau "Apa yang bisa saya lakukan terhadap pencemaran air disekitar rumah?". Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan contoh pertanyaan yang bermunculan di benak kita terutama saat mendengar kata 'pencemaran air'.
Air sangat berguna bagi kehidupan manusia, bahkan air dapat dikatakan sebagai sumber kehidupan manusia karena kebutuhan penggunaan air tidak terlepas dari setiap kegiatan manusia.Â
Air sebagai air minum, mencuci pakaian, mandi, memasak, dan sebagainya merupakan hal kecil yang membuktikan bahwa air sangat dibutuhkan oleh manusia untuk melanjutkan hidupnya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan / Permenkes No.416/PER/IX/1990, air dapat dikatakan bersih jika air tersebut memenuhi persyaratan kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.Â
Persyaratan kesehatan tersebut dapat diukur dari beberapa parameter yang meliputi fisik, kimia, biologi, dan radiologis sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping. Dalam esai ini, penulis mengangkat kondisi air yang digunakan oleh masyarakat Desa Bedadung, sebagai contoh kasus dalam menjelaskan keadaan sumber air yang dipakai oleh manusia.
DAS Bedadung merupakan salah satu daerah DAS terluas yang ada di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Jember. Ukuran cekungan pada DAS ini mencapai 499,5 kilometer persegi dengan panjang mencapai 90 kilometer. DAS Bedadung memiliki hulu dari lereng barat Pegunungan Iyang di sekitar Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe dan memiliki muara yang berada di Samudra Hindia, dekat dengan Kecamatan Puger.Â
Dengan jumlah air yang melimpah pada DAS Bedadung tersebut, masyarakat sekitar memanfaatkan air tersebut sebagai sumber daya pertanian dan perikanan baik secara tradisional maupun modern. Besarnya debit air sungai tersebut juga digunakan oleh penduduk sebagai bahan pengairan lahan seluas 93.040 hektar dan mayoritas penduduk bermata pencaharian nelayan. Lantas, bagaimana kondisi Sub DAS Bedadung beberapa periode terakhir?
Pada 10 Januari 2022, salah satu koran digital Radar Jember merilis berita mengenai kondisi DAS Bedadung yang darurat akan pencemaran sehingga spesies ikan mulai langka.Â
Dalam hasil ekspedisi (hasil kolaborasi antara mahasiswa pencinta alam dari Unej, UIN KHAS, dan UIJ) mendapatkan adanya puluhan timbunan sampah plastik di permukaan sungai dan kadar fosfat yang sangat tinggi. Sub DAS Bedadung ini juga telah disorot oleh beberapa peneliti karena sering terjadi banjir, kelangkaan ikan, dan air yang kian hari tidak layak untuk dikonsumsi lagi.Â
Dari hasil beberapa penelitian mengungkapkan bahwa aktivitas manusia serta penggunaan lahan terhadap daerah sekitar DAS Bedadung ini kian memprihatinkan.Â
Misalnya, hasil penelitian pada tahun 2013 dengan judul "Model Intervensi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), (Community Based Action Research Pada Masyarakat Di Daerah Aliran Sungai Bedadung Kabupaten Jember)" yang diperoleh dari hasil lapang dan wawancara mengungkapkan bahwa kualitas air sungai DAS Bedadung secara fisik telah tercemar dan tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air bersih karena telah berubah warna menjadi kuning muda dan keruh akibat erosi bahan koloid seperti lumpur, serat tanaman, pecahan batuan, dan sebagainya. Selain dari kondisi alam, adanya pertambahan jumlah penduduk pada wilayah Jember juga turut menjadi penyebab tingginya aktivitas manusia pada sungai tersebut.Â
Dilihat dari data BPS Kabupaten Jember pada Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 didapatkan bahwa dalam jangka waktu kurang lebih sepuluh tahun terakhir yaitu pada periode 2010-2020, jumlah penduduk Kabupaten Jember mengalami peningkatan sebesar 8,75% dengan total 204.003 sehingga jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 2.332.726 Â jiwa menjadi 2.536.729 jiwa.Â