Mohon tunggu...
Vanesa Ariani Kusuma
Vanesa Ariani Kusuma Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

hobi saya mendesain dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency

Peningkatan PPN 12% di Indonesia: Perspektif Matematika dan Kriptografi

24 Desember 2024   17:28 Diperbarui: 24 Desember 2024   18:53 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cryptocurrency. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pada tahun 2022, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%, dan direncanakan akan meningkat lagi menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini memengaruhi banyak aspek, termasuk bagaimana kita dapat memanfaatkan ilmu matematika untuk memahami dan mendukung pelaksanaannya. Salah satu bidang yang menarik untuk dibahas adalah kriptografi, cabang matematika yang berkaitan erat dengan keamanan data dalam sistem digital.

Matematika di Balik Pajak dan Kriptografi

Secara matematis, harga akhir suatu barang setelah kenaikan PPN dapat dihitung sebagai berikut: 

P_akhir = P_awal * (1+r)

Di mana:

  •  P_akhir = harga akhir setelah pajak.
  •  P_awal = harga sebelum pajak.
  •  r = tarif PPN (dalam desimal).

Sebagai contoh, jika sebuah barang seharga Rp100.000 dan dikenakan PPN 12%, harga akhirnya adalah:

P_akhir = 100.000 * (1+0,12) = 112.000

 

Jadi, harga akhir untuk barang seharga Rp100.000 setelah dikenakan PPN 12% adalah Rp112.000.

Namun, masalah yang muncul di era digital adalah memastikan bahwa seluruh transaksi tercatat dengan benar dan aman. Kriptografi berperan penting dalam hal ini.

Kriptografi: Matematika di Era Digital

Kriptografi adalah ilmu yang digunakan untuk mengamankan komunikasi dan informasi melalui teknik enkripsi. Dengan meningkatnya PPN dan meluasnya digitalisasi ekonomi, pemerintah perlu memastikan bahwa sistem perpajakan berbasis teknologi mampu melindungi data dari ancaman kebocoran atau manipulasi. Berikut adalah beberapa konsep matematika dalam kriptografi yang relevan:

  1. Enkripsi dan Deskripsi: Enkripsi adalah proses mengubah data menjadi format yang tidak dapat dibaca tanpa kunci khusus. Fungsi matematika, seperti fungsi modulo dan eksponensial, sering digunakan dalam algoritma enkripsi.
  2. Fungsi Hash: Fungsi hash, yang memetakan data dalam jumlah besar ke nilai yang tetap, memastikan stabilitas data. Sebagai contoh, jika data transaksi diubah, nilai hash akan berbeda, sehingga perubahan tersebut dapat dideteksi.
  3. Teori Bilangan: Banyak algoritma kriptografi, seperti RSA, bergantung pada sifat bilangan prima. Bilangan prima digunakan karena sulit untuk memfaktorkan hasil perkalian dua bilangan prima besar, yang menjadi dasar keamanan enkripsi.

Aplikasi Matematika dan Kriptografi dalam Pajak

Kenaikan PPN menjadi 12% memberikan kesempatan untuk menerapkan teknologi yang lebih canggih dalam sistem pajak. Salah satu solusi yang memungkinkan adalah dengan menggunakan blockchain, sebuah teknologi berbasis kriptografi, untuk mencatat transaksi pajak. Dalam blockchain, setiap blok data dilindungi oleh algoritma matematika yang rumit, sehingga hampir tidak mungkin untuk dimanipulasi.

Manfaat matematika dalam sistem perpajakan meliputi:

  • Transparansi: Dengan blockchain, setiap transaksi dapat diuji oleh semua pihak yang terlibat.
  • Efisiensi: Algoritma matematika memungkinkan otomatisasi perhitungan PPN, mengurangi kesalahan manusia.
  • Keamanan: Data transaksi dilindungi oleh fungsi hash dan enkripsi, mencegah kebocoran informasi.

Tantangan dan Peluang

Meskipun kriptografi menawarkan solusi canggih, implementasinya tidak tanpa tantangan. Infrastruktur teknologi yang memadai dan kemampuan sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan peraturan yang mendukung inovasi sekaligus melindungi kepentingan masyarakat.

Penerapan teknologi ini dapat memberikan peluang besar untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Pemanfaatan kriptografi yang tepat, risiko manipulasi data dan kebocoran informasi dapat diminimalkan. Mengingat kasus kebocoran data yang pernah terjadi di Indonesia, pemerintah perlu memaksimalkan penggunaan kriptografi.

Kesimpulan

Kenaikan PPN menjadi 12% dapat dilihat sebagai peluang untuk memanfaatkan matematika dan kriptografi dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan aman. Pendekatan berbasis teori bilangan, enkripsi, dan blockchain, tantangan era digital dapat diatasi, sekaligus membuka peluang besar bagi para matematikawan terutama crypthographer untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun