Mohon tunggu...
Irfan Fahmi
Irfan Fahmi Mohon Tunggu... Advokat & Mediator -

Ayah dari 2 orang anak yang meminati jurnalisme warga dan menggeluti profesi advokat (www.ifadvokat.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik

18 Mei 1998, Tatkala Senjata Mengokang

18 Mei 2014   22:47 Diperbarui: 8 Mei 2018   11:49 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi (kompas.com)

Waktu sudah menunjukkan jam 09.00 WIB. Terlalu pagi sebenarnya memobilasi massa untuk demonstrasi. Namun pada jam itu, sekitar lima ribuan mahasiswa sudah berkumpul di depan gerbang gedung MPR/DPR, jalan Gatot Subroto – Jakarta.

Hari itu, Senin 18 Mei 1998, kelompok aksi mahasiswa dengan bendera “Forum Komunitas Mahasiswa se-Jabotabek” (FKMsJ) melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR. Tuntutannya, “Turunkan Soeharto, Tolak Hasil Pemilu 1997, dan Gelar Sidang Istimewa”.

Ini adalah aksi pertama mahasiswa terbesar di Jakarta setelah peristiwa Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, atau setelah Jakarta dilanda kerusuhan hebat pada 13-14 Mei.

Di pagi hari yang cerah itu, saya berada di tengah-tengah ribuan mahasiswa. Saat itu masih menjadi aktivis mahasiswa yang lugu. Maklumlah, masih duduk di bangku kuliah semester 2. Sehingga tak tahu banyak tentang konstelasi politik yang sedang terjadi saat itu. Dan juga tidak mengikuti pertemuan-pertemuan di tingkat simpul-simpul aktivis mahasiswa yang lebih banyak didominasi oleh para aktivis mahasiswa senior yang mulai masuk kuliah di awal tahun 90-an.

Belakangan akhirnya saya tahu dinamika apa yang terjadi sebelumnya tanggal 18 Mei, sehingga akhirnya diputuskan untuk melakukan aksi pada 18 Mei di depan gedung MPR/DPR.

Jauh sebelum Mei 98, setidaknya ada dua kelompok aksi mahasiswa terbesar di Jakarta yang menggorganisir aksi-aksi sporadis mahasiswa di dalam kampus maupun di luar kampus. Yaitu FKMsJ dan Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (biasa disebut FKSMJ). Agak mirip-mirip, beda tipis jika dibuat akronim.

FKMsJ merupakan kelompok gerakan mahasiswa pada Mei 98 yang kelak dikenal dengan sebutan Forum Kota / Forkot. Elemen ini diorganisir oleh para aktivis mahasiswa ektra kampus. Sementara FKSMJ merupakan kelompok elemen gerakan mahasiswa yang diorganisir oleh para aktivis senat atau intra kampus. Paska Mei 98, FKSMJ dikenal sebagai kelompok gerakan mahasiswa yang memprakarsai pertemuan tokoh nasional (Gusdur, Mega, Amien Rais, dan Sri Sultan) di Ciganjur pada November 1998.

Pada hari Sabtu tanggal 16 Mei 1998, kedua kelompok gerakan mahasiswa ini, kemudian bersepakat untuk melakukan aksi bersama menduduki gedung MPR/DPR pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1998. Moment hari kebangkitan Nasional dijadikan momentum untuk melancarkan aksi massa besar-besaran.

Pada hari Minggu siang (17 Mei 1998), aktivis mahasiswa FKMsJ mendengar kabar bahwa aktivis FKSMJ berniat mencuri start dengan aksi menduduki MPR/DPR pada hari Selasa 19 Mei. Kabar ini direspon oleh para aktivis FKMsJ dengan memutuskan aksi pada hari Senin 18 Mei. Keputusan ini amat mendadak, karena diputuskan pada minggu malamnya.

Maka hari Senin itu, 18 Mei 1998, dengan konsolidasi singkat seadanya terkumpullah 5000-an orang mahasiswa dari gabungan 30-an kampus se-Jakarta di depan gedung MPR/DPR. Keputusan yang mendadak itu juga yang membuat saya dan kawan-kawan senior tak maksimal memobilasi massa dari kampus IAIN Ciputat (sejak 2002 berubah menjadi UIN). Hanya sekitar 20-an orang mahasiswa IAIN Ciputat yang ikut terlibat pada aksi hari itu.

Aksi hari itu semula hanya di depan gerbang gedung MPR/DPR, namun karena massa mendesak, aksi berhasil memasuki halaman gedung. Tak puas sampai ke halaman gedung, massa berusaha masuk ke dalam gedung, dan berniat untuk menginap. Namun niat terpaksa diurungkan.

Sekitar 200-an orang berseragam loreng menggunakan baret mirip pasukan elit dari satuan angkatan bersenjata saat itu, berdiri tegap membarikade laju massa menuju ke dalam gedung MPR/DPR. Tampilannya mengerikan. Senjata laras panjang, tak lagi digantungkan di belakang punggung, melainkan dipegang dan moncong senjatanya diarahkan ke barisan massa mahasiswa.

Emosi massa saat itu tak ciut. Dan tetap berupaya mendesak masuk ke dalam gedung. Beberapa orang aktivis mahasiswa yang berperan sebagai Dinlap (Dinamisator Lapangan) tetap lantang bersemangat berorasi dan mengajak massa berteriak yel-yel membangkitkan emosi dan semangat massa untuk tetap maju mendesak barikade.

Tiba-tiba, “Krak… Krak… Krak…”

Air muka saya langsung ciut dan pucat pasi. Jantung saya berdegup kencang. Sebagian mahasiswa di barisan terdepan, hampir merasakan hal yang sama.

Ternyata terdengar senjata dikokang tiga kali. Artinya, peluru dari dalam magazin senjata laras panjang siap menyalak.

Suasana aksi sekejap menjadi tegang seribu tegang. Pikiran saya langsung melayang, dan membayangkan cerita tentang peristiwa di lapangan “Tiananmen” tahun 1989 di China, di mana 1000-an lebih mahasiswa tewas dibantai oleh tentara pemerintah RRT saat berupaya membubarkan aksi ratusan ribu mahasiswa. Saat itu saya merasa peristiwa Tiananmen bakal terulang di Jakarta pada hari itu.

Saya pun berdoa…

Alhamdulillah, insiden menegangkan itu berlangsung tak lama. Situasi mulai terkendali. Massa tetap tidak panik. Dan akibat insiden itu, simpul-simpul aktivis memutuskan untuk membawa massa aksi kembali mundur. Rencana menginap dibatalkan. Dan memutuskan untuk kembali aksi ke DPR pada esok hari.

Sebelum massa mundur pulang, muncul Amien Rais di tengah-tengah massa. Nampaknya ia berniat berorasi di hadapan massa. Namun massa menolak kehadirannya dan mengusirnya. Bahkan menyorakinya. Ketidakpercayaan terhadap elit politik yang sering dianggap hanya mengambil untung demi kepentingan politik kelompok dan pribadinya, menjadi alasan massa menolak kehadiran Amien Rais. Betapa malunya Amien Rais saat itu. Orang sekaliber dia, ternyata diperlakukan seperti itu, dan diliput oleh media massa pula.

Setelah aksi pada senin 18 Mei 98, besoknya pada hari Selasa 19 Mei 1998 sekitar jam 3 sore, aktivis FKMsJ kembali lagi aksi ke Gedung MPR/DPR dengan melibatkan jumlah ribuan mahasiswa yang jauh lebih besar dibanding aksi hari Senin. Dan sejak itulah selama 2 malam, para aktivis mahasiswa menduduki dan menginap di gedung MPR/DPR.

Yach…. Tulisan ini sekedar mengingat apa yang pernah terjadi dan saya alami tepat di hari ini pada sembilan tahun yang silam (sekarang sudah 16 tahun). Peristiwa yang bisa saja terlupa dalam ingatan karena dikikis perlahan oleh waktu. Semoga menjadi refleksi dan evaluasi di masa depan. Setidaknya, sekedar menjadi cerita dongeng tidur buat anak cucu.

Depok, 18 Mei 2007

- Van Elkindy –

=====================

Comment:

Hari ini 18 Mei 2014, meski hari Minggu, tetapi saya asyik bergelut di depan laptop, tuntaskan kerjaan penanganan kasus yang saya tangani. Namun ingatan kejadian di tanggal 18 Mei 1998, memaksa saya membongkar kembali file lama, memoar seputar aksi-aksi mahasiswa Mei 98.

Akhirnya ditemukanlah memoar seperti di atas.

Saya berharap, banyak veteran demonstran 98 selaku pelaku sejarah, mau membuat memoarnya seputar aksi-aksi Mei 98. Karena selama ini justru memoar “Mei 98” ditulis oleh para elit politik dan pengamat sejarah. Seorang kawan bilang, membuat memoar itu adalah cara terbaik kita untuk merekam dan menyimpan sejarah. Karena ingatan kita terbatas dan mudah dikikis oleh waktu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun