Mohon tunggu...
Irfan Fahmi
Irfan Fahmi Mohon Tunggu... Advokat & Mediator -

Ayah dari 2 orang anak yang meminati jurnalisme warga dan menggeluti profesi advokat (www.ifadvokat.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seni Berdebat

30 Mei 2014   17:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:57 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapapun dia... ("unzur ma qola wa la tanzur man qola"), kalo itu adalah ilmu yg baik, semestinya kita bisa ambil ilmunya... di antaranya ilmu seni menyampaikan gagasan dalam adu debat... dimana lawan debat dibuat berkutik dengan retorika yang sederhana, taktis, "jleb" dan "jebret"... :)

Ada 2 orang yang dulu pernah saya kenal dekat dan merasa perlu untuk belajar dan "mencuri" ilmu retorikanya, yaitu Johson Panjaitan (advokat senior) dan Adian Napitupulu (lawan debat Ahmad Yani dalam Mata Najwa bertema "Prabowo atau Jokowi"). Kini sudah lama saya tidak ketemu dgn 2 sosok tsb..

Keduanya sama2 alumni fakultas hukum UKI, yang satu angkatan 85, yg terakhir angkatan 90... keduanya sama2 orator ulung... jawara utk nguasai panggung debat...

Kalo isi materi dalam forum diskusi mahasiswa, audiens mahasiswa bisa terhipnotis gemetar ketakutan mendengar retorikanya, karena mereka hebat dalam mendramatisir situasi.. lihai menggunakan seni mem-bluffing (menggertak) ditunjang dg gaya bahasa tubuh yg meyakinkan... namun seketika itu juga audiens mahasiswanya bisa dibangkitkan serta dibakar semangatnya dan keberaniannya (kompor meledug).. Jadi triknya, dijatuhkan mental dulu baru kemudian dimotivasi... :)

Meskipun sy tahu, kedua sosok tersebut, bukanlah sosok yg sempurna di mata orang2 yang mengenal dekat dan tahu bagaimana personal profilenya... dan tahu bagaimana manuver2nya... :)

Sekali lagi, kembali kepada prinsip "unzur ma qola".... :)

Ada pula yg mengkritik, gaya retorika kedua sosok alumni FH UKI ini emang bagus utk mematahkan argumen lawan debat, tetapi tidak membuat lawannya menjadi simpatik dan berbalik mendukung...

Kalaupun benar kritik tersebut, nah menjadi PR bagi anda-anda yg suka berdebat untuk merumuskan antitesa bahkan sintesanya, yaitu bagaimana menciptakan seni berdebat yg tidak hanya mampu mematahkan argumen lawan debat secara taktis, "jleb" dan 'jebret".. tetapi juga bisa merangkul dan merebut hati dan kalbu lawan debatnya dan para audiensnya...

Bisa? Insyaallah... :)

Wallahu a'lam..

Salam berkah di hari Jum'at

- Van Elkindy -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun