Pernahkah Anda mendengar istilah "broken home"? Istilah ini sering kali digunakan untuk menggambarkan kondisi keluarga yang terpecah akibat perceraian, perpisahan orangtua, atau ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Banyak orang beranggapan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang "broken" pasti akan mengalami dampak negatif dalam kehidupan mereka, mulai dari masalah emosional, gangguan perilaku, hingga kesulitan bersosial. Namun, benarkah demikian? Apakah semua anak yang berasal dari keluarga "broken home" akan mengalami kesulitan yang sama?.Â
Istilah ini berasal dari bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia berarti keluarga tidak utuh. Dikutip dari artikel CNBC Indonesia, Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung mencatat ada sekitar 463 ribu kasus perceraian di Indonesia sepanjang tahun 2024. Penyebabnya beragam, mulai dari pertengkaran, masalah ekonomi sampai kasus KDRT dan perselingkuhan. Penyebabnya beragam, dari masalah ekonomi, kesehatan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), perselingkuhan dan sebagainya. Kerap kali perceraian selalu meninggalkan dampak pada anak, entah sebuah trauma atau kebencian terhadap orang tua mereka.Â
Hal ini tentunya akan mempengaruhi kondisi mental anak yang cenderung akan merasakan depresi karena keadaan rumahnya tidak harmonis seperti teman temannya. Timbulnya ketidakpercayaan diri, insecurity, menarik diri dari lingkungan sekitar, lemah iman, hilangnya moral, bahkan depresi. Menurut Gramedia.com, "Traumatik saat sang anak melihat orangtuanya bertengkar, kekerasan fisik atau verbal yang dilakukan orangtua akan membuat anak menjadi depresi." jadi artinya adalah perlu untuk orang tua agar tidak bertengkar didepan anak anak, atau bahkan melampiaskan amarahnya terhadap anaknya. Karena sejatinya kondisi mental anak anak jika sekalinya bengkok atau dalam artian tersgores dan tidak ada yang mencoba untuk memperbaikinya, maka trauma itu akan melekat hingga dewasa ataupun selamanya. Disini peran orang tua sangatlah penting untuk menjaga kondisi mental anak.
Namun, apakah dampaknya selalu buruk mengingat nasib dan keadaan semua orang berbeda. Situasi tiap keluarga yang tak selalu sama, bisa saja dengan perceraian yang selalu dipandang buruk ini telah menyelamatkan sebuah pecahan keluarga dari keluarga tersebut? Atau bahkan beberapa pecahan keluarga. Katakanlah ada sebuah keluarga yang tidak harmonis, dimana kepala keluarganya kerap kali melakukan KDRT kepada keluarganya, baik istri maupun anaknya. Tidak ada alasan lain untuk mempertahankan rumah tangga, tetapi yang menjadi alasan bertahan adalah ketekadan untuk tidak membiarkan anak kehilangan sosok ayah walau itu hanya sebuah alasan sementara untuk bertahan. Keadaan keluarga yang melarat disebabkan kepala keluarga yang kikir dan tidak memikirkan keluarga sehingga dia mengekang keluarga sendiri dan cenderung pelit kepada keluarganya,adalah hal yang terjadi di beberapa keluarga.Â
Namun, setelah mengambil langkah perceraian, hidup kepingan keluarga tersebut bisa  menjadi independen dan memperbaiki hidup mereka. Memang sulit, tetapi dengan adanya perceraian tersebut belenggu yang mengikat selama ini bisa hilang dan bagian keluarga yang terpecah tersebut bisa lebih fokus memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupan, derajat, dan hidup mereka. Tentunya ada banyak hal yang berubah dan menimbulkan suatu lega. Sekarang bagian keluarga tersebut bisa mencari uang sendiri, sudah tidak mengalami kekerasan, tidak lagi mendapat makian, dan sebagainya. Selain sudah terbebas dari belenggu yang ada, tentu akan ada bagian yang hilang. Tetapi dengan kebersamaan dan cinta yang dimiliki, dan saling menguatkan, maka luka traumatis itu akan segera membaik dan membaik.Â
Pada akhirnya baik atau tidaknya suatu musibah, Kesimpulannya adalah bahwa meskipun istilah "broken home" sering dikaitkan dengan dampak negatif pada anak, tidak semua anak dari keluarga yang terpecah akan mengalami kesulitan yang sama. Perceraian atau perpisahan orangtua memang dapat meninggalkan dampak emosional yang berat, seperti depresi, ketidakpercayaan diri, dan trauma, terutama jika anak menyaksikan kekerasan atau pertengkaran di rumah. Namun, dalam beberapa kasus, perceraian juga dapat membawa dampak positif, terutama jika keluarga sebelumnya berada dalam situasi tidak harmonis atau berbahaya, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ketidakadilan ekonomi. Dengan perceraian, anggota keluarga dapat terbebas dari belenggu tersebut dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki kehidupan mereka secara individu, menciptakan kondisi yang lebih sehat dan stabil secara emosional. Oleh karena itu, meskipun perceraian dapat menimbulkan kesulitan, dalam beberapa situasi, hal tersebut bisa menjadi langkah yang tepat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan harmonis bagi sebagian anggota keluarga.
Nama : Jessica Jovanca Valencia Marino
Instusi : Universitas Airlangga
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : IImu Hubungan Internasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H