***
Kartika telah berusia dua puluh tahun ketika Berno akhirnya muncul kembali. Lelaki itu telah berusia dua puluh dua tahun. Sejak kepulangnnya itu, ia memanggil dirinya jagoan, sebab keperkasaannya. Sebagai lelaki, ia belum terkalahkan di setiap arena pesta yang berakhir kacau. Tepatnya, sifat Bengal itu muncul setelah dia kehilangan ayahnya yang mampus tergantung di pohon ketapang samping rumah adat. Pohon yang paling berkesan itu.
Demikianlah Berno telah menjadi berandalan yang kurang ajar. Duka kehilangan ayahnya terus dibawanya kemana-mana. Ia menghilang dari kampung dan muncul kembali pada saat ada hajatan masal. Pengikutnya banyak dan mereka patuh pada titahnya. Banyak orang mulai resah dan takut, kalau-kalau, anak itu mengamuk dan entah dengan cara apa menghabisi lawan-lawannya.
Walau begitu, entah mengapa, cintanya pada Kartika tetap kokoh. Sebagaimana dikatakannya dulu, "Aku mencintaimu seperti televisi tua milik bapakku, yang hanya memiliki satu kanal dan tanpa remot kontrol", walau sebenarnya bapaknya dahulu tidak punya televisi. Suatu keheranan bahwa sekalipun dia seorang penjahat, tetapi Kartika malah berharap kegilaann Berno akan segera lenyap dan kemudian Berno terlahir kembali menjadi manusia normal dan tumbuh layaknya pohon yang pucuk-pucuknya hendak menyentuh biru angkasa. Dan cinta mereka akan kembali mekar sejadi-jadinya seperti puisi yang tidak lagi tahu di mana harus berhenti.
***
Jauh sebelum perang pecah malam itu, kurang lebih tepatnya saat-saat persekutuan memabukan antara Berno dan Kartika sedang mekar-mekarnya, Pau Gasol telah ada dan tinggal bersama keluarga Katika. Pau Gasol sendiri sebagai sanak sepupu, sama sekali tidak menyetujui hubungan mereka. Pau tidak suka terhadap prilaku tengik dan kesombongan Berno. Sebab Berno selalu menghina Pau Gasol sebagai budak dalam keluarga Kartika dan oleh sebabnya, keduanya sering berkelahi walau selalu tanpa pemenang, karena keduanya sama kuat.Sejak saat itu kebencian dan nafsu untuk saling mengalahkan semakin menguat di antara mereka. Dimana-mana, keduanya selalu terlibat duel panas bahkan sampai tamat sekolah menengah.
Hingga, pagi yang basah itu, Pau Gasol akhirnya diketemukan tewas di dekat tanah sengketa, setelah semalaman berduel habis-habisan dengan Berno. Ketika itu, karena tak pernah terpuaskan, Berno secara diam-diam menantang Pau Gasol bertarung hidup mati tanpa benda tajam untuk menentukan siapa paling kuat. Maka, malam itu, Berno yang sudah di ibukota, pulang kampung dan diam-diam menghadapi Pau Gasol berduel di tanah sengketa. Keduanya bertarung sampai penghabisan, dibawah guyur hujan deras, hingga akhirnya Pau Gasol dibantai secara licik oleh Berno dengan sebilah parang.
      Setelah Pau Gasol berpindah ke liang kubur, sanak keluarganya, secara tak terpuaskan dan dengan penuh keingintahuan, menelusuri kembali tanah sengketa tempat pertarungan dan di sana mereka menemukan kalung. Sebuah kalung yang sama dengan kepunyaan Kartika. Dengan penjelasan Kartika kemudian mereka yakin bahwa Pau dibantai oleh Berno. Sejak saat itu, dendam untuk memburu Berno sangat kuat. Namun, karena Berno menghilang, maka mereka pun menyerang ayah Berno dengan lebih sadis dan brutal. Lalu digantung di pohon ketapang samping rumah adat.
***
Sekali lagi, jauh-jauh hari sebelum perang pecah malam itu, dalam kegilaannya setelah kematian sang ayah, Berno, secara diam-diam pula, didekatinya dengan penghasutansemua keluarga dan teman segerombolannya dimanapun, untuk kembali membalaskan dendamnya, berperang melawan keluarga Pau Gasol. Â Bagaimanapun, ia tahu, bahwa ayahnya dibantai oleh keluarga Pau Gasol sebagai imbalan atas nyawa Pau Gasol. Sementara itu, keluarga Pau Gasol telah bersiaga, kalau-kalau, pasukan Berno kembali menyerang. Walaupun, sempat di buat pendamaian antara kedua belah pihak, namun usaha itu tidak ada faedahnya dan tak bertahan lama, oleh sebab dendam iblis yang terus menerus menggelora dalam darah mereka.Akhirnya, kedua kubu pun kembali bertarung malam itu. Mulanya di tanah sengketa, lama kelamaan menjalar di halaman kampung dan di teras-teras rumah, di kegelapan, ditengah tempaan dingin angin laut dan gerimis yang tidak lagi sederhana.
                                                          Â