Permasalahan kerusakan lingkungan merupakan salah satu isu yang masih dan akan terus ada, masalah kerusakan lingkungan tempat kita tinggal ini akan selalu menjadi mimpi buruk dan ancaman bukan hanya untuk satu wilayah melainkan berdampak pula secara keseluruhan atau global. Dampak yang dihasilkan pun tak main-main yang mana dapat merusak ekosistem dan keseimbangan kawasan.Â
Oleh karena itu masalah kerusakan lingkungan selalu berhasil mendapat sorotan dan menarik perhatian masyarakat internasional, mengingat faktor penyabab utama masalah kerusakan lingkungan adalah kita, manusia itu sendiri. Salah satu masalah kerusakan lingkungan yang tengah ramai saat ini adalah Willow Project.Â
Willow project adalah suatu project kontroversial yang pertama kali dibuat pada tahun 2017 oleh sebuah perusahaan bernama The ConocoPhilips. Willow Project adalah project besar-besaran pengeboran minyak yang berlokasi di Lereng Utara (North Slope) Alaska di National Petroleum Reserve Alaska, kurang dari 30 mil dari Samudera Arktiks. Project ini pertama kali mendapat persetujuan oleh Presiden AS Donald Trump, namun banyak mendapat kecaman yang datang dari para aktivis lingkungan dan masyarakat sehingga proyek ini tidak dilanjutkan.
Namun pada 13 Maret 2023, Presiden AS yang sedang menjabat pada periode ini yakni Joe Biden menyetujui project itu, padahal dengan lantang dia sampaikan pada kampanye pilpres tahun 2020 bahwa capres terpilih tersebut berjanji untuk tidak menyetujui project ini serta tidak akan melakukan pengeboran minyak dan gas di lahan publik.Â
Bukan hanya Presiden Joe Biden yang menyetujui project tersebut, namun para anggota parlementer Alaska dan pendukung Willow Project juga kian bermunculan dan berdalih dengan mengatakan bahwa proyek senilai 8 milliar dollar AS (Rp. 122.9 Triliun) ini akan menarik beberapa ribu lapangan pekerjaan, memproduksi 180.000 barel minyak perhari pada puncaknya, atau setara dengan 576 juta barel selama 30 tahun.Â
Project Willow dilaksanakan dengan mengembangkan minyak dan gas selama 30 tahun kedepan hasilnya akan mencapai 287 juta metrik ton karbon dioksida. Waktu tersebut akan membantu Amerika Serikat beralih dari bahan bakar fosil. 287 metrik ton karbon dioksida sebanding dengan emisi tahunan dari 76 pembangkit listrik batu bara, sepertiga dari semua pembangkit batu bara di AS. Emisi dari Project Willow akan melampaui emisi yang dihindari melalui pencapaian tujuan energi terbarukan pemerintahan Biden di lahan dan perairan publik pada 2030.Â
Dengan dikeluarkannya izin atas pelaksaan Willow Project, hal tersebut memunculkan banyak reaksi. Para anggota parlemen negara bagian mendukung project tersebut karena project itu akan menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi energi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan negara pada minyak asing. Ketiga anggota parlemen dalam delegasi kongres bipartisan Alaska bertemu dengan Presiden Joe Biden dan penasihat Seniornya pada 3 Maret 2023, mendesak Biden dan pemerintahannya untuk menyetujui project tersebut. Sebuah koalisi kelompok penduduk asli Alaska di Lereng Utara juga mendukung project tersebut, dengan berpendapat bahwa project tersebut dapat menjadi sumber pendapatan baru yang sangat dibutuhkan untuk wilayah tersebut dan mendanai layanan termasuk di dalamnya merupakan pendidikan dan kesehatan.Â
Disamping dukungan terhadap Willow Project, kecaman dan penolakan juga gencar disuarakan oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan wilayah project akan direncanakan. Tak hanya itu, beberapa aktivis dan organisasi pun dengan keras mengecam pelaksanaan project ini.
Salah satu organisasi yang mengecam Willow Project ini adalah EarthJustice. EarthJustice sendiri adalah sebuah organisasi non pemerintah (Non-Governmental Organization/NGO) yang berfokus pada advokasi lingkungan. Organisasi ini beroperasi di Amerika Serikat dan memiliki tujuan untuk melindungi alam dan memperjuangkan hak-hak lingkungan melalui penggunaan strategi hukum dan advokasi. EarthJustice sendiri memiliki kantor regional di Alaska, di sekitar kota Anchorage, sejak tahun 1978. Kantor EarthJustice di wilayah regional Alaska ini telah berupaya melawan pengeboran, penambangan, dan penebangan minyak dan gas yang merusak serta mengancam masyarakat, tanah, perairan serta satwa liar di kawasan itu. Willow Porject sendiri hampir dipastikan akan menghadapi tuntutan hukum dikarenakan EarthJustice telah melayangkan nota protes dan dan mempersiapkan langkah untuk melayangkan tuntutan.
Pengajuan perkara penolakan proyek Willow oleh Kantor cabang Earthjustice di Alaska kepada pemerintah federal. Sebenarnya pada tahun 2020, kelompok Earthjustice ini telah berhasil membatalkan perintah eksekutif Trump untuk membuka sebagian besar Samudra Arktik untuk pengeboran minyak dan gas. Jeda pengeboran dibatalkan oleh hakim federal pada tahun 2021. Namun, setelah itu proyek ini disetujui kembali pada masa kepemimpinan Biden yang memberikan izin untuk membuka beberapa area untuk pengeboran baru.
Willow Project menerima banyak kritik dan kecaman, tidak hanya dari Amerika tetapi juga dari berbagai lapisan masyarakat di dunia. Hingga saat ini, petisi untuk menghentikan Willow Project telah mendapat sekitar 4 juta tanda tangan dari komunitas global. Pada tanggal 15 Maret, EarthJustice mengajukan gugatan bersama dengan Dewan Pertahana. Sumber Daya Alam (NRDC) atas nama kelompok konservasi untuk memblokir persetujuan administrasi Biden atas Willow Project.Â
Project ini adalah salah satu contoh project AS yang hanya menguntungkan nasionalnya tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya bagi negara lain maupun bagi lingkungan itu sendiri. Diharapkan terhadap pemerintah Amerika Serikat terutama Presiden Joe Biden yang berjanji untuk menekan iklim dunia agar melihat kemungkinan yang terjadi jika mereka memberikan izin operasi bagi Willow Project ini. Karena kegiatan ini termasuk eksploitasi terhadap alam yang akan berdampak pada perubahan iklim dan cuaca secara global dan bisa saja merusak lingkungan setempat bahkan dapat menghancurkan planet tempat kita tinggal ini. Tidak hanya flora dan fauna yang punah kemungkinan besar manusia juga akan terjangkit oleh penyakit yang diakibatkan CO2.Â
"Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata kuliah Aktor Non Negara (Non State Actor) dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H