Mungkin ini akan terdengar seperti omelan emak-emak with daster gower yang lagi nungguin nasi mateng (read: random dan sangat subyektif). Tapi yeah, memang itulah tujuan Kompasiana, bukan? Sebagai wadah mengeluarkan uneg-uneg dan pendapat dari berbagai pihak.
Tadi sewaktu jalan-jalan ke halaman topik pilihan, saya tetiba langsung naik darah. Ada asap, ya pasti ada naga yang lagi kepedasan lah. Mana bisa sesuatu terjadi tanpa penyebab.Â
Usut punya usut, ternyata yang membuat cewek cantik yang satu ini naik darah adalah fakta bahwa revisi terbaru dari Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang remisi terpidana korupsi, ternyata meringkankan para koruptor.
Apa? Bukankah hukuman yang sebelum-sebelumnya saja sudah ringan? Imposible!
Seperti yang sudah di tulis oleh keepo.me, Indonesia sudah berada pada tingkat terendah dalam urusan menghukum pelaku korupsi.Â
Jika Korea dan Jepang dengan hukum bunuh diri, Malaysia dan Arab Saudi dengan hukum pancung, Cina dengan hukum tembak mati, serta Jerman dan US dengan hukuman penjara maksimal dan denda yang menggila, koruptor Indonesia anteng-anteng saja dengan hukuman ringan plus remisi. Tidak heran dong bagaimana meme di atas bisa dibuat.
Koruptor di Indonesia mah enggak rugi modal walaupun di tangkap. Uang yang dirampok sudah bisa buat makan dan shopping tujuh turunan, disidang paling dapat putusan beberapa puluh tahun penjara (yang nanti ada remisi lagi) dan denda uang juga tidak seberapa, lalu kamar tahanan juga bintang empat pakai WiFi, plus, jalan-jalan ke Bali bisa sesuka hati. Apa masalahnya, ya korupsi aja keleus!
Para generasi berikutnya juga menjadi lebih pintar dan penuh persiapan dalam berkorupsi ria. Mereka juga semakin menerapkan prinsip selow lah enggak rugi modal inih kok yang mereka pelajari dari para senior. Korupsi, semakin menggila!
Sekarang saya ingin bertanya, uang siapa yang para koruptor rampok?Â
Uang rakyat!Â
Mostly dari mana?
Dulu saya pernah bertanya-tanya mengapa orang Indonesia kok tidak ikhlas sekali bayar pajak, padahal pajak di Indonesia itu kecil sekali jika di bandingkan dengan negara lain seperti US, Denmark, atau pun Belanda?
Setelah sekian lama, akhirnya saya dapat jawaban dari pertanyaan itu. Â Sekarang malah saya hampir saja bertanya kok masih ada yang mau bayar pajak secara penuh dan teratur sedangkan besar kemungkinan uang itu akan diselewengkan? (NOTE: INI BUKAN AJAKAN UNTUK TIDAK MEMBAYAR PAJAK).
Saya hanya berharap Indonesia tidak hanya berani menindak tegas para maling sendal atau maling kakao, tapi maling uang rakyat juga harus lebih tegas lagi. Dengan begitu, nanti ketika saya sudah bekerja, saya akan membayar pajak dengan ikhlas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H