Umur saya 22 tahun, baru saja terlepas dari masa remaja yang sebelumnya anak-anak. Baru dua tahun saya melambaikan tangan ke masa "teens". Jadi saya masih ingat jelas bagaimana rasanya menjadi seorang teenager, MASSIH INGAT JELAS.
Kenapa saya menekankan masalah usia saya? Itu karena saya ingin para pembaca tahu bahwa artikel ini di tulis dari sudut pandang seseorang yang masih ingat jelas perasaan dan kelakuan para tujuan sensor. Tujuan sensor sebenarnya adalah anak-anak dan remaja, bukan?
Belakangan netizen Indonesia di hebohkan dengan sensor berlebihan yang di lakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Banyak sekali sensor absurd seperti yang di lakukan pada badan atlit renang pada gambar 1, atau pada mata Sasuke seperti pada gambar 2.
Saya tahu sekali bahwa tujuan dari sensor ini sebenarnya adalah untuk kebaikan para generasi muda Indonesia, saya tahu sekali. Jika penonton adalah anak-anak, maka KPI adalah orang tua (orang yang memiliki hak asuh) dari si anak tersebut. Tentu saja semua tindakan mereka dimaksudkan untuk hal baik.
Tapi apakah semua hal dengan maksud baik akan berujung baik? Tidak begitu!
Sebagai generasi muda yang sebelumnya merupakan sasaran sensor, saya akan dengan gamblang mengatakan bahwa "KPI, ujung dari kebijakan kamu tidak akan sesuai yang di harapkan".
Kenapa? Karena sensor yang berlebihan hanya akan menimbulkan rasa ingin tahu yang berlebihan pula. Dan ingin tahu yang berlebihan bagi seorang anak biasanya berujung pada dua:
1. Baik, jika dia mengungkapkan rasa ingin tahu nya pada orang yang benar.
2. Zonk, saat rasa ingin tahu dia di puaskan oleh orang yang salah.
Pertanyaannya adalah: seberapa banyak anak Indonesia yang ingin tahu nya di puaskan oleh orang yang benar? Saya yakin angka nya akan rendah. Kenapa? Karena tingkat keterbukaan orang Indonesia dengan orang-orang dewasa terdekat nya juga rendah.Â
Ambil contoh saat yang di sensor adalah iklan kondom. Seorang remaja yang pertama kali melihat tentunya akan penasaran tentang apa itu kondom. Dia sebenarnya tahu bahwa itu adalah produk seksual, hanya saja dia tidak tahu itu persis nya apa. Apakah dia akan menanyakan itu pada orang tuanya (saat mereka menonton bersama misalnya)? Tidak! Di Indonesia tabu hal nya membicarakan yang seperti itu dengan orang tua.
Untuk memenuhi rasa ingin tahu nya, si remaja akan pergi ke Google atau temannya. Apa yang di sarankan untuk mesin pencari? Coba saja ketik kondom di kolom pencarian kamu! Lalu bagaimana untuk penjelasan temannya? Ya antah berantah.
Indonesia sudah terlalu maju untuk di perlakukan seperti di zaman purba dulu. Cara menghadapi generasi muda sekarang ini sudah tidak seharusnya lagi di mulai dengan "don't", tapi seharusnya memakai "you know what. . ."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H