Mohon tunggu...
Valeskha KC
Valeskha KC Mohon Tunggu... Lainnya - Siswi SMA

Saya adalah murid yang antusias dalam mempelajari hal baru, terutama dalam bidang sains dan kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Resistensi Antibiotik: Pandemi yang Diam-Diam Merenggut Jutaan Nyawa

1 Februari 2024   11:45 Diperbarui: 1 Februari 2024   11:54 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kini bakteri sudah tahan terhadap antibiotik. Gambar dari Harian Disway.

    Beberapa tahun ini, masyarakat terus memberikan fokus mereka pada Covid-19. Akan tetapi, masyarakat menjadi tidak sadar akan adanya ancaman kesehatan lain yang harus diatasi, yaitu resistensi antibiotik. Dengan terjadinya resistensi, antibiotik tidak lagi mampu membunuh bakteri sehingga bakteri terus berkembang biak dan kondisi pasien semakin parah, bahkan dapat berujung pada kematian. Penyakit yang sebelumnya mudah disembuhkan dengan antibiotik menjadi lebih sulit untuk ditanggulangi.

     Resistensi antibiotik telah menjadi pandemi global yang sudah merenggut nyawa jutaan orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa resistensi antibiotik menyebabkan 5 juta kematian manusia akibat infeksi bakteri setiap tahunnya. Hal ini ditekankan lebih lanjut oleh Jurnal The Lancet yang memperlihatkan bahwa dengan menyebarnya 33 bakteri mematikan, diperkirakan resistensi antibiotik menyebabkan kematian 7,7 juta orang per tahun.

     Tetapi kabar baiknya, kita tidak harus meneruskan keadaan ini. Dengan berkolaborasi bersama pemerintah dan memainkan peran aktif dari diri kita sendiri, kita semua dapat bekerja untuk menghindari kondisi terburuk. Sayangnya, masalah ini masih belum disadari oleh sebagian besar masyarakat dan penggunaan antibiotik kini sudah menyebar luas. 

     Resistensi antibiotik mengancam semua orang, bagi mereka yang sedang sakit ataupun yang sehat dan tidak pernah terkena penyakit infeksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan antibiotik tidak hanya berperan dalam mengobati infeksi, tapi juga penting dalam menangani masalah kesehatan lain seperti penanganan pasca operasi, pengobatan kanker, dan transplantasi organ. Secara ringkas, antibiotik yang efektif adalah suatu kebutuhan penting dalam pengobatan.

Angka kematian akibat resistensi antibiotik diperkirakan bisa mencapai 10 juta per tahu. Gambar  penelitian O'neil 2016.
Angka kematian akibat resistensi antibiotik diperkirakan bisa mencapai 10 juta per tahu. Gambar  penelitian O'neil 2016.

     Antibiotik merupakan obat golongan antimikroba yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Semakin tinggi prevalensi penyakit infeksi, maka penggunaan antibiotik semakin banyak di masyarakat. (Ivoryanto, 2017). Sebenarnya, antibiotik telah berhasil menyelamatkan jutaan nyawa dari berbagai penyakit infeksi fatal tetapi penggunaannya yang berlebihan malah menjadi bumerang bagi kita.


     Terjadinya resistensi antibiotik disebabkan penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak saksama dalam pengobatan. Bakteri dinyatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotika pada dosis maksimum. Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang keliru dan perkembangan dari mikroorganisme tersebut, keadaan tersebut juga karena adanya mutasi atau resistensi gen yang didapat sehingga terjadi resistensi terhadap antibiotik. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005, menunjukkan sekitar 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, diantaranya: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%) (Menkes RI, 2015).

Penggunaan antibiotik semakin banyak dalam masyarakat. Gambar dari Alodokter.
Penggunaan antibiotik semakin banyak dalam masyarakat. Gambar dari Alodokter.

     Penyebab utama resistensi antimikroba yakni penggunaan antibiotik yang berlebihan atau dosis tidak tepat. Pengetahuan masyarakat tentang antibiotik yang minim, dapat mempengaruhi sikap dan perilaku kesehatan, termasuk dalam penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Pengetahuan memiliki peran penting dalam membentuk kepercayaan dan sikap mengenai perilaku tertentu, termasuk perilaku dalam penggunaan antibiotik. (Ivoryanto, 2017).

     Ditinjau dari data Riskesdas 2013 menunjukkan 35,2% masyarakat Indonesia seringkali melakukan pengobatan mandiri, dimana 27,8%-nya adalah antibiotik. Selain itu, data tahun 2014 menunjukkan penggunaan antibiotik untuk kasus ISPA serta diare non-spesifik cukup tinggi di Puskesmas Kota Bekasi yaitu 29,1 dan 36,7%. Padahal, batas ideal yang ditetapkan Kemenkes untuk penggunaan antibiotik adalah dibawah 20% (Dinkes Kota Bekasi 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun