Mohon tunggu...
Valeska Cheryl
Valeska Cheryl Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - hi :)

mau isi apa ya

Selanjutnya

Tutup

Film

Beda Iman tapi Sesama Manusia: Resensi Film "?" (Tanda Tanya)

12 Maret 2022   17:50 Diperbarui: 15 Maret 2022   10:58 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber poster: imdb.com

"Maafin Ping Hen, Pih. Sekarang aku mengerti kenapa Papi selalu baik sama orang yang bukan seagama, sekalipun mereka tidak baik sama Papi."

- Hendra (Ping Hen)

Judul: "?" (Tanda Tanya)

Sutradara: Hanung Bramantyo

Penulis: Titien Wattimena

Produser: Celerina Judisari, Hanung Bramantyo

Pemeran utama: Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, Rio Dewanto, Hengky Solaiman, Deddy Sutomo

Penata musik: Tya Subiakto

Sinematografer: Yadi Sugandi

Penyunting: Satrio Budiono, Saft Daultsyah

Distributor: Dapur Film, Mahaka Pictures

Tanggal rilis: 07 April 2011

Durasi: 100 menit

Bahasa: Indonesia

Anggaran: Rp5.000.000.000,00

Bhinneka Tunggal Ika, siapa yang tidak mengenal motto itu? Sudah umum diketahui bahwa warga Indonesia harus menganut agama atau kepercayaan, di antaranya yaitu Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Namun, tidak semua agama terbagi rata di seluruh pelosok Indonesia karena terbukti bahwa agama Islam dianut oleh sebagian besar warganya. Hal tersebut tentunya menimbulkan sejumlah konflik antaragama, ditambah dengan adanya kelompok fanatik yang tidak membantu meringankan diskriminasi ini. Jadi, masih pentingkah kita berbeda?

Film berjudul "?" (Tanda Tanya) berusaha menjawab pertanyaan itu dengan kisah drama yang menyangkut kemajemukan agama. Usai dirilis, film ini menerima sejumlah ulasan yang menguntungkan, bahkan pernah mendapatkan nominasi pada sembilan kategori Piala Citra dan memenangkan penghargaan dalam Tata Sinematografi Terbaik yang diterima oleh sinematografer Yadi Sugandi di Festival Film Indonesia tahun 2011. Mengingat juga bahwa konten tersebut cukup sensitif bagi beberapa kalangan masyarakat, film ini sempat menuai kritikan berupa kontroversi sesaat setelah dirilis, terutama dari kelompok konservatif Front Pembela Islam (FPI) dan sayap pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Banser. Kontroversi ini berakhir ketika sutradara film, Hanung Bramantyo, bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju untuk memotong beberapa adegan agar terhindar dari protes lebih lanjut.

Terlepas dari segi kontennya, sutradara film Hanung Bramantyo berhasil menggambarkan permasalahan mengenai perbedaan agama di Indonesia. Karya-karya Hanung mencakup berbagai tema dan ideologi politik dengan sebagian besar karya awalnya bergenre komedi romansa, sementara kini film-filmnya mengandung unsur agama, seperti film "?" (Tanda Tanya). Lahir di Yogyakarta pada 1 Oktober 1975, Hanung sudah tertarik dengan teater sejak kecil. Hal ini dapat dilihat dari karirnya sebagai sutradara yang telah memenangi dua penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia melalui kedua filmnya; Brownies (2005) dan Get Married (2007).

Film ini menceritakan tentang tiga keluarga dengan agama berbeda, yaitu Islam, Katolik, dan Buddha, yang menetap di sebuah desa di Semarang, Jawa Timur. Sambil memegang kuat tradisi Tionghoa, Tan Kat Sun sebagai kepala keluarga beragama Buddha, mengelola Restoran Canton miliknya yang menjual berbagai masakan Cina. Seorang pegawai restoran tersebut beragama Islam, yaitu Menuk. Meskipun berkeyakinan berbeda, keluarga Tan Kat Sun menunjukkan sikap toleransi terhadap Menuk. Di sisi lainnya, Rika, seorang janda yang pindah agama dari Islam ke Katolik, harus menghadapi omongan orang-orang di mana ia dianggap seorang kafir dan murtad. Terlebih lagi, hal tersebut membuat Abi, anaknya yang beragama Islam, bersikap acuh tak acuh kepada ibunya di awal cerita. Orang tua Rika pun kecewa anaknya berpindah kepercayaan. Ini dapat dilihat dari adegan di saat Rika menelepon ibunya bahwa ia telah dibaptis menjadi seorang Katolik. Di menit 58:38 hingga 58:48, Rika berkata, "Bu, tadi malam Rika dibaptis. Nama depan Rika ditambah jadi Theresia." Setelah itu, ibunya menutup jaringan teleponnya.

Tidak hanya itu, suami Menuk, Soleh, adalah seorang pengangguran dan harus segera mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena tak kunjung mendapat pekerjaan dan melihat Menuk bekerja sebagai pegawai di restoran Cina, Soleh sempat bercekcok dengan istrinya agar mereka bercerai. Rupanya hal itu tidak terjadi, sebab Soleh segera bertugas menjadi anggota Banser, kelompok amal Islam satu badan dengan Nahdlatul Ulama (NU). Surya, salah satu teman Rika yang beragama Islam, juga menghadapi hal yang serupa, lantaran selama sepuluh tahun cita-citanya untuk menjadi aktor hanya sebatas tokoh figuran dengan gaji yang tak seberapa. Namun, ketika ditawarkan oleh Rika untuk berperan sebagai Yesus dalam sebuah drama di gereja, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat.

Menariknya dalam film ini, Ping Hen atau biasa dipanggil Hendra, anak Tan Kat Sun yang hobi mabuk-mabukan, dulunya pernah menjalin hubungan asmara dengan Menuk, meskipun ia mengetahui bahwa Menuk menganut agama yang berbeda. Namun, karena alasan patuh agama (saleh), Menuk menikahi Soleh sehingga menimbulkan perasaan kecanggungan ketika Menuk dan Hendra berpapasan di restoran. Entah mengapa, sejak Hendra ditinggalkan mantannya, pandangannya terhadap Islam berubah. Nantinya, dalam pertengahan cerita, konflik menegangkan pecah ketika Hendra membuka restorannya dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri—perbuatan yang setimpal dengan harga nyawa ayahnya.

Seperti yang telah disebut sebelumnya, film ini mengambil tema pluralisme agama. Latar tempat cerita adalah sebuah desa wilayah Pasar Baru di Semarang, Jawa Timur. Tokoh-tokohnya diperankan oleh Revalina S. Temat sebagai Menuk, Reza Rahadian sebagai Soleh, Rio Dewanto sebagai Ping Hen, lalu ada Endhita sebagai Rika, Agus Kuncoro sebagai Surya, dan Henky Solaiman sebagai pemeran Tan Kat Sun. Bahkan Doni, tokoh sampingan yang merupakan teman Rika dari gereja, dibintangi oleh penyanyi legendaris Glenn Fredly. Alur cerita maju dan sedikit terkesan serba cepat karena adegan-adegannya berlatar di waktu yang berbeda, mulai dari sekitar awal tahun 2010, Paskah, bulan Ramadan, hingga Natal dan tahun baru di penghujung cerita. Setiap latar tersebut selalu dibumbui konflik, seperti pada bulan Ramadan, Hendra memaksa untuk membuka tokonya meskipun ayahnya telah melarangnya. Perbuatan tersebut mendorong Soleh dan sekelompok orang Islam lainnya untuk melakukan aksi unjuk rasa serta mengeroyok Restoran Canton pada pertengahan cerita. Puncak klimaks terjadi saat perayaan Natal di mana Soleh mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan umat gereja yang sedang mengikuti misa dari serangan bom teroris.

Film “?” (Tanda Tanya) juga tidak lepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam filmnya, terutama nilai agama dan sosial. Nilai agama banyak ditemukan dalam film ini, salah satunya yaitu hampir setiap tokoh menunjukkan sikap ibadah yang baik dan taat. Sikap ini diperlihatkan saat Rika berdoa di gereja dengan sungguh-sungguh setelah adegan Abi yang marah dan mengunci dirinya dalam kamar, serta adegan kilas balik ketika mantan suami Rika, Mas Panji, mengaku bahwa ia selingkuhan. Nilai sosial juga tidak kalah banyak, ada adegan saat Menuk menunjukkan sikap saling membantu dan toleransi ketika ia membantu Tan Kat Sun yang terjatuh setelah dihantam oleh tongkat kayu Soleh. Kejadian ini membuat Menuk sangat kecewa terhadap suaminya. Akhirnya, pada Hari Natal, Soleh meminta maaf kepada Menuk yang sedang melayani umat gereja. Pada sekitar menit ke-99 dan detik ke-4, Soleh berkata, “Nuk, aku minta maaf karena sudah selalu ngerepotin kamu, Nuk.” Meminta maaf merupakan salah satu etika sosial setelah melakukan kesalahan.

Nilai sosial tidak lepas dari teori ilmu sosiologi dan antropologi, begitu juga dengan adegan-adegan lainnya dalam film ini, khususnya tentang diferensiasi sosial berbasis agama. Diferensiasi sosial secara umum adalah pengelompokkan masyarakat yang dilakukan secara horizontal atau sederajat. Berbeda dengan stratifikasi sosial yang bersifat vertikal, diferensiasi sosial melingkup pengelompokkan masyarakat berdasarkan agama, ras, suku, etnis, dan sebagainya. Meskipun berbeda kelompok, kedudukan mereka setara; tidak ada yang lebih tinggi maupun rendah. Hal ini sangat berkebalikan dengan beberapa adegan dalam film ini, khususnya ketika muncul konflik agama seperti saat Soleh dan Hendra saling beradu tinju di luar gereja sewaktu Misa Jumat Agung sedang berjalan. Beberapa kali film ini juga dikaitkan dengan ideologi terorisme sebab pembunuhan seorang pastor di awal film dan pengeboman gereja saat Natal adalah ulah para teroris yang mempunyai maksud untuk meneror masyarakat minoritas; dalam kasus ini yaitu para umat Katolik.

Selain konten sensitifnya, tersirat banyak amanat yang dapat diambil dari film “?” (Tanda Tanya). Menuk dan keluarga Tan Kat Sun yang saling menghormati sesama dapat dijadikan contoh sikap toleransi walaupun berbeda iman. Hal ini dapat dilihat ketika istri Tan Kat Sun, Lim Giok Lien, tampil bersembahyang tidak jauh dari Menuk yang sedang salat. Kemampuan akting para aktor dan aktris juga patut diapresiasi karena mampu “mendalami” tokoh-tokoh dalam film sehingga penonton dapat terkagum seolah tokoh-tokoh tersebut nyata, seperti bagaimana Reza Rahadian sebagai Soleh berbicara dengan aksen lokal Semarang dengan baik. Sinematografer Yadi Sugandi pun lihai dalam memperlihatkan situasi keberagaman dalam film secara dramatis diiringi dengan alunan musik yang mencerminkan setiap agama.

Gambar: Ci Lim dan Menuk yang sedang beribadah sesuai kepercayaan masing-masing. Sumber: beritabaru.co
Gambar: Ci Lim dan Menuk yang sedang beribadah sesuai kepercayaan masing-masing. Sumber: beritabaru.co

Terlepas dari kelebihannya, film ini mengandung beberapa kekurangan. Pertama adalah terdapat kata-kata kasar yang bersifat diskriminatif di beberapa adegan, seperti saat kelompok orang masjid memuntahkan kata “sipit” dan “cino” kepada Hendra. Sebaliknya, Hendra juga menuduh mereka dengan kata “teroris” sebelum kedua pihak bertengkar di jalan raya. Kata-kata kasar ini mungkin saja dapat mengganggu sebagian penonton. Kemudian, resolusi cerita di mana Hendra tiba-tiba berpindah agama menjadi Islam kurang alasan yang kuat. Selain karena ia ingin menepati janji ayahnya agar bisa berubah, keputusannya untuk berpindah agama sedikit kurang logis, seolah-olah perkembangan karakternya meningkat drastis, bahkan bisa dikatakan berubah. Ditambah lagi, keputusannya dipertimbangkan dalam jangka waktu yang sangat dekat, yaitu hanya beberapa bulan sejak Idul Fitri. Hal inilah yang membuat akhiran dari cerita ini sedikit terpaksa dan menggantung.

Secara keseluruhan, film “?” (Tanda Tanya) disarankan agar ditonton oleh remaja dan dewasa yang berumur enam belas tahun ke atas karena film ini mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) yang kental, diselingi dengan konflik-konflik berbau unsur tersebut. Kendati demikian, film ini sangat layak ditonton khususnya bersama teman-teman lintas iman. Barangkali, pesan kuatnya dapat membuahkan dan mengembangkan sikap toleransi kita sebagai masyarakat heterogen.

DAFTAR PUSTAKA

? film. (2021, 17 Desember). Dari Wikipedia. Diakses pada 6 Maret 2022, dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/%3F_(film)

Hanung Bramantyo. (2021, 23 Desember). Dari Wikipedia. Diakses pada 5 Maret 2022, dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Hanung_Bramantyo

Saretta, I. R. (2021, 1 Desember). Diferensiasi Sosial, Cara Mengelompokkan Anggota Masyarakat. Diakses pada 10 Maret 2022, dari https://www.cermati.com/artikel/diferensiasi-sosial-cara-mengelompokkan-anggota-masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun