Distributor: Dapur Film, Mahaka Pictures
Tanggal rilis: 07 April 2011
Durasi: 100 menit
Bahasa: Indonesia
Anggaran: Rp5.000.000.000,00
Bhinneka Tunggal Ika, siapa yang tidak mengenal motto itu? Sudah umum diketahui bahwa warga Indonesia harus menganut agama atau kepercayaan, di antaranya yaitu Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Namun, tidak semua agama terbagi rata di seluruh pelosok Indonesia karena terbukti bahwa agama Islam dianut oleh sebagian besar warganya. Hal tersebut tentunya menimbulkan sejumlah konflik antaragama, ditambah dengan adanya kelompok fanatik yang tidak membantu meringankan diskriminasi ini. Jadi, masih pentingkah kita berbeda?
Film berjudul "?" (Tanda Tanya) berusaha menjawab pertanyaan itu dengan kisah drama yang menyangkut kemajemukan agama. Usai dirilis, film ini menerima sejumlah ulasan yang menguntungkan, bahkan pernah mendapatkan nominasi pada sembilan kategori Piala Citra dan memenangkan penghargaan dalam Tata Sinematografi Terbaik yang diterima oleh sinematografer Yadi Sugandi di Festival Film Indonesia tahun 2011. Mengingat juga bahwa konten tersebut cukup sensitif bagi beberapa kalangan masyarakat, film ini sempat menuai kritikan berupa kontroversi sesaat setelah dirilis, terutama dari kelompok konservatif Front Pembela Islam (FPI) dan sayap pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Banser. Kontroversi ini berakhir ketika sutradara film, Hanung Bramantyo, bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju untuk memotong beberapa adegan agar terhindar dari protes lebih lanjut.
Terlepas dari segi kontennya, sutradara film Hanung Bramantyo berhasil menggambarkan permasalahan mengenai perbedaan agama di Indonesia. Karya-karya Hanung mencakup berbagai tema dan ideologi politik dengan sebagian besar karya awalnya bergenre komedi romansa, sementara kini film-filmnya mengandung unsur agama, seperti film "?" (Tanda Tanya). Lahir di Yogyakarta pada 1 Oktober 1975, Hanung sudah tertarik dengan teater sejak kecil. Hal ini dapat dilihat dari karirnya sebagai sutradara yang telah memenangi dua penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia melalui kedua filmnya; Brownies (2005) dan Get Married (2007).
Film ini menceritakan tentang tiga keluarga dengan agama berbeda, yaitu Islam, Katolik, dan Buddha, yang menetap di sebuah desa di Semarang, Jawa Timur. Sambil memegang kuat tradisi Tionghoa, Tan Kat Sun sebagai kepala keluarga beragama Buddha, mengelola Restoran Canton miliknya yang menjual berbagai masakan Cina. Seorang pegawai restoran tersebut beragama Islam, yaitu Menuk. Meskipun berkeyakinan berbeda, keluarga Tan Kat Sun menunjukkan sikap toleransi terhadap Menuk. Di sisi lainnya, Rika, seorang janda yang pindah agama dari Islam ke Katolik, harus menghadapi omongan orang-orang di mana ia dianggap seorang kafir dan murtad. Terlebih lagi, hal tersebut membuat Abi, anaknya yang beragama Islam, bersikap acuh tak acuh kepada ibunya di awal cerita. Orang tua Rika pun kecewa anaknya berpindah kepercayaan. Ini dapat dilihat dari adegan di saat Rika menelepon ibunya bahwa ia telah dibaptis menjadi seorang Katolik. Di menit 58:38 hingga 58:48, Rika berkata, "Bu, tadi malam Rika dibaptis. Nama depan Rika ditambah jadi Theresia." Setelah itu, ibunya menutup jaringan teleponnya.
Tidak hanya itu, suami Menuk, Soleh, adalah seorang pengangguran dan harus segera mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena tak kunjung mendapat pekerjaan dan melihat Menuk bekerja sebagai pegawai di restoran Cina, Soleh sempat bercekcok dengan istrinya agar mereka bercerai. Rupanya hal itu tidak terjadi, sebab Soleh segera bertugas menjadi anggota Banser, kelompok amal Islam satu badan dengan Nahdlatul Ulama (NU). Surya, salah satu teman Rika yang beragama Islam, juga menghadapi hal yang serupa, lantaran selama sepuluh tahun cita-citanya untuk menjadi aktor hanya sebatas tokoh figuran dengan gaji yang tak seberapa. Namun, ketika ditawarkan oleh Rika untuk berperan sebagai Yesus dalam sebuah drama di gereja, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat.
Menariknya dalam film ini, Ping Hen atau biasa dipanggil Hendra, anak Tan Kat Sun yang hobi mabuk-mabukan, dulunya pernah menjalin hubungan asmara dengan Menuk, meskipun ia mengetahui bahwa Menuk menganut agama yang berbeda. Namun, karena alasan patuh agama (saleh), Menuk menikahi Soleh sehingga menimbulkan perasaan kecanggungan ketika Menuk dan Hendra berpapasan di restoran. Entah mengapa, sejak Hendra ditinggalkan mantannya, pandangannya terhadap Islam berubah. Nantinya, dalam pertengahan cerita, konflik menegangkan pecah ketika Hendra membuka restorannya dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri—perbuatan yang setimpal dengan harga nyawa ayahnya.