Mohon tunggu...
Valerius Andrian Tarigan
Valerius Andrian Tarigan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa, 21 Tahun

Hanya seorang pemikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Hari Ini dan Masa Depan

16 Juni 2020   11:08 Diperbarui: 16 Juni 2020   10:58 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saya membaca sebuah berita tentang adanya pembukaan sekolah di zona hijau selama masa pandemi untuk memulai tahun ajaran baru. Terkecuali untuk perguruan tinggi, perkuliahan tatap muka masih belum bisa diberlakukan. 

Wajar saja karena perguruan tinggi memiliki mahasiswa yang tidak hanya berasal dari daerah tempat perguruan tinggi itu berada tetapi juga dari daerah lain. 

Ini akan mengakibatkan sebuah perguruan tinggi dapat menjadi episentrum baru penyebaran covid-19. Sebenarnya, kondisi pandemi merupakan kesempatan besar bagi Nadiem Makarim untuk membenahi pendidikan kita.

Pendidikan masa lalu haruslah diubah dan diperbaharui mengikuti perkembangan zaman. Pendidikan tidak lagi berorientasi hanya kepada kognitif dan keterampilan. 

Pendidikan karakter harus lebih ditegakkan. Anak SD tidak boleh lagi "disuapi" oleh ketentuan rangking. Semua peserta didik memiliki kehebatan. 

Kehebatan setiap peserta didik tidak dapat digeneralisir oleh sekolah dengan memberikan ujian yang berat kepada mereka tentang mata pelajaran yang tidak mereka sukai dan tidak mereka mengerti. 

Peserta didik sejak dini juga harus diajarkan untuk berkolaborasi, bukan berkompetisi. Sejak awal, peserta didik sudah "didoktrin" untuk menjadi yang nomor satu, bahkan untuk sesuatu yang tidak mereka sukai. Ini akan berdampak sampai ke dunia kerja ketika setiap orang berlomba-lomba menjadi nomor satu tanpa memikirkan aturan mainnya dan merugikan orang lain. 

Peserta didik harus sejak awal "disuapi" oleh pendidikan karakter secara masif sehingga ke depannya mereka dapat lebih memahami situasi dan kondisi dan dapat lebih bijak menyikapinya. 

Mereka akan dapat lebih menghormati satu sama lain. Orientasi berpikir mereka tidak hanya untuk diri mereka sendiri melainkan lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan lebih peduli pada orang lain. 

Tidak lupa juga pendidikan kewarganegaraan dan pancasila harus ditanamkan ke dalam mereka. Ini akan membuat mereka lebih mencintai tanah air dan lebih bersedia untuk berkontribusi bagi Ibu Pertiwi.

Setelah SMP, peserta didik diharapkan sudah memiliki karakter yang baik. Di sinilah pendidikan kognitif dan keterampilan dapat mulai diberlakukan. Bentuknya masih sederhana, dasar, dan dapat dimengerti setiap peserta didik. 

Mereka juga harus mulai diarahkan perihal tujuan mereka ke depannya mau seperti apa sehingga mereka tahu mereka dapat mengambil jurusan tertentu sesuai minatnya. 

Minat akan didapatkan dari pelajaran dasar. Ketika mereka mempelajari sesuatu, mereka sendiri akan menilai apakah mereka menyukai dan tertarik mempelajarinya lebih lanjut atau tidak. 

Jika iya, mereka dapat mendalami hal tersebut dan sekolah harus dapat mewadahi mereka. Ini memang tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa. Harapannya, lulusan SMP sudah memahami ilmu-ilmu dasar dalam kehidupan yang dapat mereka terapkan sehari-hari.

Maka mulai masuklah mereka ke SMA. SMA merupakan tahapan ketika peserta didik sudah mengetahui arahnya. Di sini haruslah mulai dibagi ke dalam beberapa jurusan. 

Jurusan itu bukan lagi mengarah kepada IPA atau IPS, melainkan lebih spesifik. Contohnya seperti kimia, fisika, biologi manusia, biologi hewan, biologi tumbuhan, sejarah, ekonomi, sosiologi, dan lain-lain. Ilmu pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan sebenarnya tidak perlu ada di SMA. 

Mereka lebih layak dimasukkan ke SMP. Siswa di SMA, terutama di setiap jurusan pasti akan sedikit namun di situlah baiknya. Kelas yang terlalu ramai tidak akan efektif. Guru tidak dapat mengenali lebih dalam siswanya dan tidak dapat lebih intensif dalam mengajar karena kondisi kelas yang tidak kondusif. 

Inilah sebabnya mengapa bimbingan belajar dinilai lebih baik daripada sekolah. Semoga setelah lulus SMA, peserta didik dapat langsung bekerja atau melanjutkan ke universitas. 

Lulusan SMA tidak lagi "rendah" derajatnya. Mereka dapat dikatakan (di dalam bidangnya) setara dengan lulusan D3 yang sudah mengerti cukup dalam perihal ilmu di bidangnya.

Universitas adalah tempat bagi mahasiswa untuk lebih mengerti dan memahami dunia kerja. Ilmu-ilmu dasar tidak perlu lagi diajarkan kepada mereka. Mahasiswa akan dibekali oleh keterampilan khusus dan ilmu-ilmu yang akan menunjang mereka dalam dunia kerja. Di sini para dosen harus memberikan gambaran kepada mahasiswa bagaimana dunia bisnis dan pekerjaan secara lebih luas. 

Di sini bukan lagi gelar yang dikejar melainkan ilmunya. Bukan berarti lulusan universitas lebih pintar daripada lulusan SMA. Gelar semacam itu harus dicabut supaya setiap manusia dapat saling menghormati tanpa melihat statusnya. Mereka yang lulus dari universitas dapat menjadi konsultan bagi para praktisi atau dapat terjun langsung ke dalamnya. Pekerjaan pada dasarnya tidak akan melihat status pendidikannya melainkan ilmunya.

Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pendidikan yang mereka ambil. Wajib belajar 12 maupun 9 tahun tidak akan efektif apabila lulusannya tidak berkualitas. Lebih baik masyarakat sadar sendiri akan pentingnya pendidikan sehingga mereka dapat memilih untuk mengikutinya atau tidak. 

Pendidikan bukanlah soal siapa yang lebih hebat, cerdas, dan terampil dari yang lainnya, melainkan dapat mengaplikasikan ilmunya bagi orang lain secara proporsional dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun