Kota Tangerang, kota tempat kelahiranku. Tepat hari ini, 14 tahun sejak aku pertama kali menghirup udara kota ini. Berbagai peristiwa telah aku alami di kota ini. Hari demi hari, bulan demi bulan, telah ku jalani. Perkembangan seiring berjalannya waktu mulai terlihat. Perkembangan dari segi infrastruktur dan transportasi terlihat paling signifikan. Ayah dan ibuku sering bercerita tentang masa kecil mereka dan keadaan kota Tangerang pada zaman mereka, "Dulu saat ibu masih kecil, jarang sekali ada kendaraan yang melewati jalan raya. Saat itu kebanyakan orang masih menggunakan sepeda atau jalan kaki, bahkan dulu sepeda sudah termasuk hal yang mewah bagi kebanyakan masyarakat." Hal inilah yang membuatku yakin bahwa perkembangan terjadi begitu pesat di kota ini.
    Ayah juga sering bercerita kepadaku betapa indahnya kota Tangerang kala itu. Air sungai yang  begitu jernih, udara yang segar, serta langit yang cerah. Aku membayangkan betapa indahnya hidup di zaman mereka. Namun perekonomian yang buruk membuat kehidupan kedua orang tuaku di kota Tangerang jauh dari kata makmur. Pengalaman menyedihkan dan kesengsaraan mereka yang membuatku berfikir "untung saja aku dilahirkan di zaman dan waktu yang tepat." Kalimat tersebut berulang kali melewati benakku setiap mendengar cerita kesengsaraan mereka. Dari banyaknya cerita mereka, ada juga yang menyenangkan serta dipenuhi canda tawa. Kota ini turut serta menjadi saksi bisu kisah percintaan mereka. Kota yang menjadi saksi akan perjuangan mereka menjalin hubungan hingga membesarkan anak -anak mereka dengan penuh kasih sayang.
      Kakak dan aku tumbuh di kota yang sama, Kota Tangerang. Kini kakak mengenyam pendidikan di daerah yang sangat jauh dari aku dan kedua orang tuaku. Karena kami dibesaekan dengan cara yang tidak jauh berbeda, kami secara tidak langsung menjadi saudara serta teman baik. Kini aku merasa kehilangan, kehilangan akan saudara, dan sahabat. Kota ini dipenuhi dengan kenangan tentang kami. Saat kami bercanda dan menertawakan hal hal bodoh yang terjadi di sekitar kami, di kota ini, kota Tangerang. Ada juga pengalaman tidak mengenakan yang terjadi di kota ini. Aku masih mengingat waktu itu kami bertengkar hebat dikarenakan rasa panik. Saat itu kami sedang merayakan tahun baru, namun salah satu kerabat dekat kami meninggal dunia di hadapan kami. Kami bertengkar karena kakak merasa kepanjkan yang aku alami sangatlah sia-sia. Ia merasa bahwa kepanikan tak akan merubah keadaan  dan hanya akan memperkeruh permasalahan.  Semua hal yang kami lalui di kota ini begitu berkesan bagiku.Â
      Kehidupan kami bisa dibilang cukup berbeda dari satu sama lain. Ia menghabisian sebagian besar waktu yang ia miliki di dalam kamar. Kakak selalu menghabisian sebagian besar waktu dengan bermain permainan yang ia miliki di laptop kesayangan nya. Berbeda dengan diriku yang menghabiskan waktu menikmati indahnya kota Tangerang. Berkeliling tanpa tujuan bersama teman menjadi keseharianku sepulang sekolah. Kami sering mengunjungi rumah-rumah ibadat yang menurut kami menarik. Seperti Klenteng Boen Tek Bio. Kami mengunjungi Klenteng tersebut beberapa kali walaupun beberapa dari kami tidak beragama Buddha maupun Konghucu. Aku dan temanku menambah pengetahuan melalui berkunjung ke tempat - tempat seperti ini. Waktu itu kami pernah mengunjungi Klenteng Boen Tek Bio untuk memohon pertolongan kepada Tuhan agar diberi kelancaran dalam menjalani Penilaian Akhir Tahun (PAT) karena kami akan menjalaninya. Masih ada begitu banyak pengalaman mengesankan di kota ini. Aku berharap Kota Tangerang kedepannya bisa mengalami kemajuan terutama dalam hal kebersihan dan infrastruktur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H