Mohon tunggu...
Valerianus KopongTupen
Valerianus KopongTupen Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya tinggal di Kota Bumi - Tangerang

Penulis bekerja pada Kemenag Kabupaten Tangerang sebagai penyuluh agama katolik. Selain itu aktif sebagai penulis dan blogger.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teresa

6 Agustus 2019   08:19 Diperbarui: 6 Agustus 2019   08:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Teresa adalah salah satu titik perenungan tentang  kemanusiaan yang terabaikan. " Mengenang Teresa dan perjuangan mengumpulkan orang-orang terbuang di Calcuta, adalah mengenang kemanusiaan yang terabaikan hingga titik nadir. 

Tindakan kemanusiaan yang dilakukan, tidak membuat orang memuji kebaikannya, tetapi lebih banyak orang mencela bahkan mencibir kebaikan yang ia curahkan kepada orang-orang miskin di sudut-sudut kota. 

Kecurigaan akan kristenisasi semakin kuat ketika orang melihatnya sebagai biarawati Katolik berkerudung yang sedang memperkenalkan cinta kasih itu di tengah hiruk pikuknya kehidupan di Calcuta. 

 "Ia mencari popularitas dengan berpura-pura berpihak pada orang-orang miskin," demikian keluhan sinis seorang India ketika melihat gerak perjuangannya yang berpihak pada mereka yang tak berdaya.  

Keluhan yang muncul ini adalah sebuah keluhan tanpa alasan yang pasti dan nyatanya apa yang dilakukan Teresa adalah murni gerakan kemanusiaan atas nama cinta kasih. 

Cinta menjadi dasar utama dalam membangun relasi dengan Tuhan dan menghayatinya dalam kehidupan sosial. Mother Teresa selalu gelisah saat berhadapan dengan realitas kehidupan yang miskin dan telantar. 

Orang-orang miskin dibuang di sudut-sudut kota adalah cermin nurani yang rapuh dan kemanusiaan yang hilang di tengah arogansi zaman. Untuk apa Muder Teresa berani meninggalkan biara dan melepaskan kemapanan hidup untuk bergulat dengan deru nafas kemiskinan?

Buku novel ini memiliki sebuah kekuatan penceritaan lebih dalam, apalagi Anna Farida, si penulis novel keharuman cinta Mother Teresa adalah  seorang muslimah. Dalam kedalaman refleksinya ia menegaskan bahwa "Bunda Teresa adalah guru kemanusiaan, bukan guru ngajinya." 

Tindakan humanis yang telah dicontohkan Mother Teresa tidak pernah lenyap bersamaan dengan kematiannya pada beberapa tahun yang lalu. Tetapi justeru aksi-aksi sosial dan kesalehan hidupnya menjadi contoh semua orang, lintas agama, suku, budaya bahkan lintas generasi. 

Anna Farida berusaha untuk menuturkan apa yang dilakukan oleh Mother Teresa kepada anak-anaknya di rumah. Bahwa kebaikan yang diperlihatkan oleh Teresa terus diwariskan kepada generasi sesudahnya dan dengan demikian cinta Tuhan semakin mekar di dunia. 

"Cinta itu terus berbuah di setiap musim, siapapun berhak untuk memetiknya." Dapatkah kita memetik buah cinta dari Teresa dan membagikannya kepada orang lain?***(Valery Kopong)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun