Mohon tunggu...
Valerian Itu Faris
Valerian Itu Faris Mohon Tunggu... Advokat & Konsultan Hukum -

Jangan Tunda. Lakukan Sekarang !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praperadilan Ibu Angkat Engeline Berpotensi ditolak

26 Juli 2015   22:01 Diperbarui: 26 Juli 2015   22:24 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ditunda 2 pekan, sidang praperadilan terkait status tersangka pembunuhan Engeline (sebelumnya Angeline) kembali digelar. Sidang praperadilan atas permintaan kuasa hukum Margriet Megawe dari kantor hukum Hotma Sitompoel & Assosiates ini, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin, (27/07/2015) dipimpin hakim tunggal Achmad Peten Sili.

Sidang kedua ini akan mendengar jawaban termohon (polri), diperkirakan putusan praperadilan akan dibacakan pekan ini. Tim kuasa hukum Margriet dalam sidang perdana, Senin (13/7/2015) telah menyampaikan pokok-pokok permohonan. Mereka meminta agar, Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) yang menyebutkan pasal pembunuhan dengan rencana di buka di pengadilan.

Mereka juga meminta, agar keterangan ahli berdasar hasil Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System), dimana sidik jari ditemukan, yang menjadi dasar penetapan tersangka juga dibuka. Pengacara Dion Pongkor Dkk, juga menyatakan jika polisi dalam menetapkan status tersangka lebih karena besarnya tekanan publik. Untuk hal ini, mereka memohon, agar hakim membatalkan demi hukum dengan segala akibatnya, dasar-dasar dari penetapan tersangka beserta berita cara penyidikan pada kliennya.

MENGUJI UNFAIR PREJUDICE

Upaya hukum praperadilan yang tengah berjalan ini; secara tersirat (sebetulnya), tengah menegaskan, jika kuasa hukum Margriet sangat meyakini, telah terjadi unfair prejudice (persangkaan tidak wajar) terhadap kliennya oleh penyidik (polisi). Persangkaan tidak wajar (unfair prejudice) mungkin saja bisa terjadi, tidak saja untuk tersangka kasus ini, juga bagi tersangka dalam kasus lainnya.

Untuk hal ini, institusi yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menguji ada tidaknya unfair prejudice ini adalah pengadilan melalui mekanisme praperadilan. Sebagaimana pendapat Andi Hamzah, praperadilan merupakan salah satu jelmaan dari habeas corpus sebagai prototype, yakni tempat untuk mengadukan pelanggaran HAM dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana.

Selain itu Adnan Buyung Nasution, juga mengatakan, jika ide lembaga praperadilan berasal dari adanya hak habeas corpus dalam sistem Anglo Saxon (common law system), yang memberikan jaminan dasar terhadap HAM khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus memberikan hak pada seseorang untuk melalui surat perintah pengadilan, menuntut pejabat (polisi atau jaksa) yang melakukan penahanan, membuktikan bahwa penahanan itu tidak melanggar hukum.

Apakah penyidik (polisi) selaku termohon, telah melakukan unfair prejudice ? Pertanyaan ini akan terjawab dalam putusan praperadilan ini.

Praperadilan diatur dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tertuang dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 77 hingga Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), serta Pasal 124.

Dimana pasal 77 KUHAP berbunyi “ Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; (b) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Objek praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP ini, mengalami perubahan pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No: 21/PUU-XII/2004. Putusan MK menyatakan “Pasal 77 huruf (a) UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD RI 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup sah atau tidaknya penetapan tersangka …”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun