Mohon tunggu...
Valerian Itu Faris
Valerian Itu Faris Mohon Tunggu... Advokat & Konsultan Hukum -

Jangan Tunda. Lakukan Sekarang !

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Selamat Jalan Chris Siner Keytimu "Tokoh Petisi 50"

7 Mei 2015   01:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:18 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430935444370692400

- Doc Foto Pribadi: Valerian Libert Wangge -

SALAH seorang Tokoh Petisi 50 itu, kini telah menjadi sejarah. Pantaslah semua kebaikannya selama hidup kita kenangkan. Sosoknya memang layak diteladani, terutama bagi generasi muda, serta mahasiswa Indonesia. Sejak masa muda hingga akhir hayatnya (75 tahun) "Api Idealismenya" terus menyala.

Drs.Chris Siner Keytimu, dilahirkan di Kampung IlI-Desa Kokowahor, Kecamatan Kangae-Kabupaten Sikka, Flores Nusa Tenggara Timur, tanggal 12 September 1939.

Ia menghembuskan nafas terakhir di RS Saint Carolus Jakarta, Senin tanggal 04 Mei 2015 karena penyakit kanker usus. Chris Siner Keytimu tercatat menjadi salah seorang pendiri Kelompok Cipayung (PMKRI, HMI, GMNI, GMKI, PMII); pendiri Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), serta Sekretaris Pokja PETISI 50.

Bagi mereka yang pernah menjadi bagian dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), sosoknya sangatlah tidak asing. Hal ini tidak saja karena ia pernah menjabat sebagai Ketua Presidium PMKRI Bandung (1968-1969), serta Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PMKRI, selama dua periode (1971-1977), terlebih karena atensinya yang tak pernah habis untuk "mendampingi" proses Pembinaan-Perjuangan PMKRI.

Ia, Chris Siner - tak pernah sungkan mengajak kaum muda mahasiswa untuk selalu berpikir kritis dan bersikap berani melakukan koreksi terhadap kekuasaan, demi memberikan kepastian untuk kebaikan semua orang (bonum comune). Cosmas Batubara, mantan Menteri Tenaga Kerja yang juga salah seorang sahabat Chris semasa di PMKRI mengatakan jika Chris Siner terus memperjuangkan Demokrasi hingga akhir hayat.

SEHARI JELANG HUT PETISI 50

Bagi saya pribadi, ini bukanlah sebuah kebetulan, jika Chris Siner Keytimu wafat tanggal 04 Mei 2015, sehari menjelang peringatan 35 tahun Petisi 50 (tanggal 05 Mei 1980, red).

Kepergiannya justru menjadi penanda, agar generasi muda dan seluruh pejuang Demokrasi hari ini tidak melupakan sejarah dan semua alasan dibalik lahirnya Petisi 50 yang sangat monumental itu.

Petisi 50 adalah sebuah sikap dan ungkapan keprihatinan dari 50 orang tokoh terkemuka di Indonesia terhadap jalannya kekuasaan Presiden Soeharto (Orde Baru).

Mereka antara lain mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Mohammad Natsir dan Chris Siner Keytimu.

Para penandatangan petisi ini menyatakan bahwa Presiden telah menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila; bahwa Soeharto menganggap setiap kritik terhadap dirinya sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila; Soeharto menggunakan Pancasila "sebagai alat untuk mengancam musuh-musuh politiknya"; Soeharto menyetujui tindakan-tindakan yang tidak terhormat oleh militer; sumpah prajurit diletakkan di atas konstitusi; dan bahwa prajurid dianjurkan untuk "memilih teman dan lawan berdasarkan semata-mata pada pertimbangan Soeharto".

Akibatnya Presiden Soeharto kemudian mencabut hak-hak perjalanan para kritikusnya, dan melarang koran-koran menerbitkan foto-foto mereka ataupun mengutip pernyataan-pernyataan mereka. Para anggota kelompok ini tidak dapat memperoleh pinjaman bank dan kontrak-kontrak.

Presiden Soeharto menyatakan: "Saya tidak suka apa yang dilakukan oleh yang disebut Petisi 50 ini. Saya tidak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot". (Wikipedia,red)

UNGKAPAN KEPRIHATINAN

Dibawah ini merupakan isi "Ungkapan Keprihatinan" yang kini dikenal dengan PETISI 50, diungkapkan di Jakarta, tanggal 05 Mei 1980. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Petisi_50)

Dengan berkat rahmat Allah yang Mahakuasa, kami yang bertandatangan di bawah ini, yakni sekelompok pemilih dalam pemilu-pemilu yang lalu, mengungkapkan keprihatinan rakyat yang mendalam atas pernyataan-pernyataan Presiden Soeharto dalam pidato-pidatonya di hadapan rapat panglima ABRI di Pekanbaru pada tanggal 27 Maret 1980 dan pada peringatan hari ulang tahun Koppasandha di Cijantung pada tanggal 16 April 1980. Kami prihatin akan pidato-pidato Presiden Soeharto yang: a) Mengungkapkan prasangka bahwa di antara rakyat kita yang bekerja keras untuk membangun meskipun mereka mengalami beban yang semakin berat, terdapat polarisasi di antara mereka yang ingin "melestarikan Pancasila" di satu pihak dengan mereka yang ingin "mengganti Pancasila" di pihak lain, sehingga muncullah keprihatinan-keprihatinan bahwa konflik-konflik baru dapat muncul di antara unsur-unsur masyarakat; b) Keliru menafsirkan Pancasila sehingga dapat digunakan sebagai suatu ancaman terhadap lawan-lawan politik. Pada kenyataannya, Pancasila dimaksudkan oleh para pendiri Republik Indonesia sebagai alat pemersatu Bangsa; c) Membenarkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji oleh pihak yang berkuasa untuk melakukan rencana-rencana untuk membatalkan Undang-Undang Dasar 1945 sambil menggunakan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit sebagai alasannya, meskipun kenyataannya hal ini tidak mungkin karena kedua sumpah ini berada di bawah UUD 1945; d) Meyakinkan ABRI untuk memihak, untuk tidak berdiri di atas seluruh golongan masyarakat, melainkan memilih-milih teman-temannya berdasarkan pertimbangan pihak yang berkuasa; e) Memberikan kesan bahwa dia adalah personifikasi Pancasila sehingga desas-desus apapun tentang dirinya akan ditafsirkan sebagai anti-Pancasila; f) Melontarkan tuduhan-tuduhan bahwa ada usaha-usaha untuk mengangkat senjata, mensubversi, menginfiltrasi dan perbuatan-perubatan jahat ainnya dalam menghadapi pemilu yang akan datang Mengingat pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam pidato-pidato Presiden Soeharto adalah unsur yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pemerintahan negara ini dan pemilihan umum yang segera akan berlangsung, kami mendesak para wakil rakyat di DPR dan MPR untuk menanggapi pidato-pidato Presiden pada tanggal 27 Maret dan 16 April 1980. Jakarta, 5 Mei 1980 Tertanda H.M. Kamal, Letjen Ahmad Yunus Mokoginta, Suyitno Sukirno, Letjen (purn.) M. Jasin, Ali Sadikin, Prof. Dr. Mr. Kasman Singodimedjo, M. Radjab Ranggasoli, Bachrun Martosukarto SH, Abdul Mu'thi SH (Bandung), M. Amin Ely, Ir. H.M. Sanusi, Mohammad Natsir, Ibrahim Madylao, M. Ch Ibrahim, Bustaman SH, Burhanuddin Harahap, Dra S.K. Trimurti, Chris Siner Key Timu, Maqdir Ismail, Alex Jusuf Malik SH, Julius Hussein, SE, Darsjaf Rahman, Slamet Bratanata, Endy Syafruddin, Wachdiat Sukardi, Ibu D. Walandouw, Hoegeng Imam Santoso, M. Sriamin, Edi Haryono, Dr. A.H. Nasution, Drs. A.M. Fatwa, Indra K. Budenani, Drs. Sulaiman Hamzah, Haryono, S. Yusuf, Ibrahim G. Zakir, Ezra M.T.H Shah, Djalil Latuconsina (Surabaya), Djoddy Happy (Surabaya), Bakri A.G. Tianlean, Dr. Yudilherry Justam, Drs. Med. Dody Ch. Suriadiredja, A. Shofandi Zakaria, A. Bachar Mu'id, Mahyudin Nawawi, Syafruddin Prawiranegara, SH, Manai Sophiaan, Mohammad Nazir, Anwar Harjono, Azis Saleh dan Haji Ali Akbar. SELAMAT JALAN PEJUANG! Chris Siner Keytimu dikebumikan di TPU Pondok Rangoon, Jakarta Timur, Kamis, tanggal 07 Mei 2015,  diawali Misa Conselebran di Margasiswa I Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Sam Ratulangie, No. 01 Menteng, Jakarta Pusat dipimpin Romo Franz Magnis Suseno, SJ. Bagi saya walau raganya telah tiada, namun spiritnya akan selalu hidup. Terlepas dari kekurangannya sebagai manusia yang tak sempurna, namun dari sejarah hidupnya kita belajar tentang (1) keberanian untuk berpikir dan bersikap kritis demi kebaikan semua orang (bonum comune), (2) rela berkorban dan siap menerima konsekuensi perjuangan; (3) kesederhanaan yang bersahaja, serta (4) memandang perbedaan suku, agama, ras dan sebagainya sebagai kenyataan Indonesia (pluralis). - Selamat Jalan Abang. Jasamu akan selalu kami kenang. Spiritmu terus kami nyalakan ! (*) Penulis:Valerian Libert Wangge,SH (Aktivis Mahasiswa 1998; Mantan Ketua Presidium PMKRI Denpasar; Anggota Forum Komunikasi Alumni (FORKOMA) PMKRI; Alumni YLBHI, serta Sekjen Himpunan Advokat Muda Indonesia - HAMI- Bali)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun