Doc Foto. Facebook R.Arief Darmawan S, Relawan Jokowi Presiden RI
ANDAIKAN saja Jokowi mau membuka ruang transaksi untuk berbagi kue kekuasaan, maka jumlah persentase suara dari parpol pengusung serta pendukung akan sangat besar. Prediksi saya, jumlahnya akan jauh melampaui persentase suara yang saat ini dimiliki pasangan PRAHARA. Lantas mengapa Jokowi tidak melakukannya? Bukannya rumus politik itu masih sama, siapa memperoleh apa, dengan cara apa dan bagaimana?
Apakah Jokowi terlampau percaya diri, seperti ungkapan sebagian kalangan padanya. Lantas dengan menggandeng JK yang saat ini tidak memiliki posisi penting dalam tubuh Partai Golkar, apakah akan memberikan keuntungan? Apalagi jika menggandeng Abraham Samad, sosok muda yang sangat dibenci politisi korup ini?
Saya bukanlah Jokowi atau bagian dari lingkaran dalam Jokowi yang memiliki pengaruh untuk menjawab pertanyaan diatas, apalagi menentukan arah kerjasama politik. Saya dan sebagian besar pembaca yang sejak setahun lalu, tak henti mengajak semua orang mengusung Jokowi hanya berbekal keyakinan bahwa jika Jokowi menjadi Presiden RI, maka harapan mencapai gerbang Indonesia Baru sedang berada dalam jalurnya yang benar, sebab Jokowi itu orang benar.
Jokowi berani maju dan meyakini kemenangan justru karena kita dan seluruh relawan dibelakangnya. Seperti ucapannya di markas DPP Bara JP, Kamis (10/4/2014)“ " Saya ngomong apa adanya. Saya tidak mempunyai kekuatan apa-apa. TV, saya tidak punya. Koran dan media, juga tidak punya. Saya kira semua orang tahu. Yang saya punya adalah relawan-relawan, rakyat yang dengan semangat dan gigih mendukung. Ini karena yang ingin kita bangun ke depan adalah bangunan pemerintahan yang berorientasi kepada rakyat. Hanya itu yang saya punya" ujar Jokowi.
Keyakinan ini semakin bertambah dengan disandingnya JK menjadi pendamping Jokowi. Bagi saya, terlepas dari berbagai kekurangan JK, namun ia ibarat puzle yang menggenapkan ketidaksempurnaan Jokowi. Terlampau jauh membandingkan JK saat bersama SBY dulu yang dianggap akan terjadi matahari kembar.
Seingat saya dalam kamusnya Jokowi, jika melayani segenap rakyat adalah sebuah kebaikan, tak peduli posisi yang penting tindakan. Jokowi-JK saya yakini akan mempercepat langkah maju bangsa ini yang terlalu lama terperangkap dalam mentalitas kelambanan bahkan kemalasan. Saatnya mengembalikan jati diri Manusia Indonesia, tidak penting beretorika terlampau jauh menjadi Macan Asia. Benahi mentalitas, cara berpikir dan berani mengambil putusan, maka mengusai dunia adalah keniscayaan !
Good Bye Politik Transaksional
Kembali pada pengandaian diatas, jika Jokowi mau membuka pintu transaksi politik untuk berbagi kue kekuasaan, maka inilah kemungkinan yang bakal terjadi. (1) Jokowi tetap akan memenangkan pertarungan dalam Pilpres 09 Juli 2014 karena popularitasnya yang luar biasa. (2) Sebaliknya, Jokowi dan pasangannya akan menerima kekalahan telak karena dipandang tidak setia pada mandat dan harapan rakyat padanya.
Untuk pengandaian ini, bagaimana posisi saya dan anda? Saya memastikan, kita sudah lebih awal hengkang dari barisan Jokowi. Mau jadi Presiden RI ataupun tidak, tidak memberikan jaminan apa-apa bagi Indonesia Baru yang diharapkan. Kecil kemungkinan untuk mendukung Capres lain, apalagi PRAHARA. Lantas apakah kita kehilangan Harapan? Â Tegas, saya katakan Tidak! Selalu ada harapan dalam diri pejuang. Jika saat ini kita belum berhasil membuat terang harapan itu, maka kesempatan lain akan ada.
Bagi saya kekuasaan yang diperoleh lewat jalan transaksional serta mengangkangi ketulusan seluruh barisan pendukung, maka tidak perlu repot-repot untuk Pilpres, tak ada untungnya. Dalam kondisi diluar pengandaian diatas, jika Jokowi terpilih, kita tetaplah harus berjuang untuk menafkahi diri sendiri dan keluarga melalui profesi yang ada. Namun, terpilihnya Presiden Jokowi terang membuka jalan arah perubahan yang lebih baik, karena Indonesia Raya dikemudikan orang benar.
Cukup Sudah untuk Dusta
Lantas, mengapa saat ini kita tetap ada dalam barisan pendukung Jokowi? Karena Jokowi masih menjadi diri kita ! Jokowi adalah kita yang tetap memegang komitmen untuk memerdekakan bangsanya sendiri dari penjajajahan kaum bandit bangsa sendiri.
Jokowi seperti kita yang pernah mengalami ketidakadilan akibat rakusnya kaum bandit berbaju Negara. Jokowi adalah kita yang sadar jika kekuasaan bukanlah tujuan, namun cara untuk memperluas keadilan sosial bagi semua. Jokowi adalah kita yang memahami sungguh jika kepemimpinan itu bukanlah posisi namun tindakan !
Jokowi adalah cermin paling rupawan, gambaran seorang rakyat biasa, datang dari kaum kebanyakan yang tetap menjaga kesederhanaan berpakian dan tutur, namun mewah budi dan hati. Jokowi adalah rakyat biasa yang lama hidup di pinggang sungai, salah satu dari jutaan rakyat korban penggusuran.
Jokowi akan mengembalikan harga diri rakyat korban penggusuran, penghilangan paksa, korban transaksional kekuasaan para bandit. Jokowi adalah anak zaman, dimana sejarah dengan caranya yang terbilang mustahil tengah berkehendak membaptisnya menjadi Presiden Republik Indonesia ke-7. Cukup sudah untuk dusta yang memimpin kita. Kembali saya mengingatkan seruan Wiji Thukul ini, " Aku bermimpi tentang sebuah gerakan, tapi mana mungkin kalau Diam "* Astungkara !
Denpasar 21 Mei 2014
*) Valerian Libert Wangge: Aktivis Bara JP tinggal di Denpasar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H