Skenario ini, tetap menjalankan amanat konstitusi dalam melaksanakan rotasi kepemimpinan di tingkat daerah. Skenario ini adalah suatu kebijakan sementara untuk kembali melaksanakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Pemberian kewenangan kepada DPRD tersebut, memiliki alasan kuat mengingat potensi Covid-19 yang semakin mewabah.Â
Pilkada semacam ini, juga menjadi momentum untuk menguji kembali kualitas produk demokrasi kita, khususnya kualitas kinerja para wakil rakyat yang telah dipercaya rakyat untuk memperjuangkan aspirasinya. Dalam konteks ini, aspirasi tersebut adalah untuk memilih sosok pemimpin yang sungguh akan melayani rakyat untuk lima tahun ke depan.
Di samping solusi pemilihan kepala daerah melalui DPRD tersebut, telah disuarakan juga untuk melakukan pemberian suara oleh rakyat dari rumah atau dengan sistem e-voting.Â
Sebagaimana halnya pilkada "jalan tengah" melalui DPRD, pelaksanaan e-voting juga dimaksudkan untuk menghindarkan kerumunan masyarakat. Pelaksanaan e-voting ini, juga dipandang lebih efektif dan efisien, dalam artian lebih cepat dalam penghitungan suara dan lebih hemat biaya.
Akhirnya, kita kembali dihadapkan pada pertanyaan, masihkah relevan pelaksanaan sistem dan mekanisme demokrasi melalui pilkada secara langsung di masa pandemi Covid-19 ini? Layakkah gagasan pilkada "jalan tengah" melalui DPRD, dilaksanakan pada saat ini?
Dengan segala kondisi yang kita hadapi saat ini, apapun pilihan kita terhadap beberapa alternatif tawaran waktu dan sistem pilkada di atas, sesungguhnya rakyat hanya membutuhkan sebuah produk pilkada yang menghasilkan pemimpin yang sungguh berkualitas. Pemimpin yang mampu dan mau melayani serta mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat, yang jauh dari tipe pemimpin yang dikhawatirkan oleh Lord Acton.
Valentino Barus dan Putu Suasta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H