Menyiapkan dan mewujudkan SDM unggul menuntut upaya komprehensif dan berkesinambungan, sejak dalam kandungan. Â Demikian disampaikan dr. Euis Magdalena, SpOG dan psikolog Dr. Mildawani, MA dalam seminar dengan tema "Membangun Generasi Sehat" di Jakarta, 19/1.
Tanpa bermaksud mengesampingkan peranan pendidikan formal, peranan ibu sebagai peletak dasar-dasar keunggulan seseorang sejak masa janin sungguh merupakan fondasi yang penting dan sangat menentukan, demikian dr. Euis. Menurut dr, Euis. kesehatan janin sangat dipengaruhi oleh kesehatan, suasana hati dan kejiwaan serta juga asupan makanan seorang ibu. Kedekatan relasi seseorang dengan sang ibu, yang sudah terbentuk sejak janin hingga dewasa, Â akan sangat berpengaruh terhadap perkembangannya.
dr. Euis yang memperoleh gelar sebagai ahli kandungan dari UGM itu kemudian memaparkan bahwa manusia modern dewasa ini dimanjakan dengan adanya pilihan untuk melakukan persalinan, apakah dengan persalinan normal atau Caesar. "Masing-masing pilihan itu memiliki plus dan minus dengan alasannya sendiri-sendiri," katanya. Operasi Caesar dianggap lebih mendukung keharmonisan suami istri, lebih praktis, dapat ditentukan waktu persalinan dan harinya.
Meski demikian, operasi Caesar juga mengharuskan adanya pembiusan dan pembiusan yang dimaksudkan kepada sang ibu sangat mungkin juga nyasar ke janin. "Bukankah ini akan berdampak pada kemampuan pikir si bayi? Ditengarai ini juga merupakan bentuk awal pengenalan terhadap obat bius,"kata dr. Euis, yang kemudian sempat mempertanyakan mungkinkah ada hubungan antara penggunaan obat bius saat operasi Caesar dengan penggunaan narkoba pada diri individu.
Menurut dr. Euis,  operasi Caesar, selain karena harganya yang  relatif lebih mahal, sebaiknya dilakukan apabila ada kondisi-kondisi yang mengharuskannya.
Sementara itu, meski persalinan normal seringkali diringi dengan rasa sakit yang amat sangat, tetapi dianggap lebih sehat dan alami. Selain itu, dengan persalinan normal, air susu ibu (ASI) lebih cepat ke luar. Relasi atau hubungan anak dan ibu yang erat melalui persalinan normal merupakan modal awal adanya potensi keunggulan sang anak di kelak kemudian hari. Â Potensi ini semakin diperkuat dengan kesediaan ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya selama minimal 6 bulan pertama kehidupan.
Psikolog Mildawani yang tampil sebagai pembicara kedua menyampaikan bahwa keberadaan bayi hingga anak usia dini yang sehat harus dilanjutkan dengan dukungan asupan, lingkungan sosial dan sarana prasarana yang sehat pula. Dalam hal ini, perlu dicermati betapa masyarakat dewasa ini sangat dimanjakan oleh gadget atau smart-handphone. Ketersediaan telepon genggam ini memberikan berbagai informasi, berita dan hiburan yang tiada batas secara langsung, baik: di kursi, di dapur, di ruang keluarga, Â bahkan di ruang tidur membuat manusia dewasa ini sangat sulit untuk lepas dari benda ini.
Mendapat jawaban bahwa sebagian besar peserta (umumnya ibu-ibu) telah memberikan gadget kepada anak atau cucu mereka yang masih berusia di bawah 10 tahun, Mildawani mengatakan: "Telepon genggam sebagaimana namanya adalah alat yang dapat membantu kita untuk mempermudah berbagai hal dalam pekerjaan kita, tetapi pada saat bersamaan dia dapat menjadi alat yang justru menguasai dan memberi dampak negatif, khususnya kepada anak-anak usia dini yang masih sangat membutuhkan bimbingan."
Para ahli dan keluarga yang mengutamakan pendidikan anak, sangat memperhatikan penggunaan gadget bagi penggunanya. Â Bill Gates bahkan memberi anaknya hak memakai gadget pada usia 14 tahun. Selain itu, di beberapa negara, seperti halnya Belanda, lanjut Mildawani, orang yang memakai gadget di sembarang tempat, misal pada saat melakukan perjamuan makan siang dengan seseorang, bisa kena denda. Â Â
Dr. Mildawani dan dr. Euis sepakat bahwa pemakaian gadget lebih dari 5 jam sehari secara terus menerus, sudah berlebihan. Â Seseorang dikatakan kecanduan pada gadget ketika orang tersebut sudah "melekat" pada benda tersebut, menggunakan barang tersebut seharian, sehingga melupakan kegiatan rutin yang seharusnya dilakukan, seperti makan, mandi, bahkan beribadah, sehingga tidak mempedulikan lagi kehadiran orang di sekitar, apalagi situasi sekitar.Â
Penggunaan gadget yang berlebihan potensial berdampak pada penurunan kemampuan nalar, penurunan penglihatan, penurunan pendengaran dan juga semakin rendahnya kepekaan terhadap lingkungan. Mildawani selanjutnya mengingatkan para orang tua untuk peka terhadap indikasi perilaku anak yang obsesif terhadap gadget.