Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tidak Perlu Menunggu "Signal" Jokowi Segala, Jika Memahami Statusnya sebagai Presiden dan Kader Partai

7 Oktober 2023   00:11 Diperbarui: 7 Oktober 2023   08:51 33367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah keniscayaan ketika Jelang "pesta" demokrasi melalui Pemilu, di negara manapun, praktek-praktek yang tidak demokratis bahkan cenderung liberal dengan menggunakan segala instrumen khususnya saluran komunikasi publik untuk kepentingan pihak-pihak yang berambisi meraih atau mempertahankan dinasti kekuasaan.  Namun sepertinya semua kelihatannya baik-baik saja, seolah-olah "bermain" cantik dan senyap atau adapula dengan sengaja menggiring opini publik dengan isu-isu yang kelihatannya masuk diakal.

Akibatnya semua ikut bermain dengan caranya masing-masing, menghembuskan opini liar hingga spekulasi yang boleh jadi dipercayai oleh sebagian masyarakat, baik yang memiliki kepentingan langsung dengan partai atau calon penguasa maupun mereka yang tidak memiliki kepentingan langsung.

Terutama menempatkan  Presiden Jokowi sebagai penentu pilihan bakal Capres-Cawapres? Hal seperti ini, rasanya terlalu berlebihan. Tanpa memahami karakter beliau maupun statusnya sebagai Presiden dan Kader PDI-P. Sejatinya hal ini tidak diinginkannya, yang justru dapat mencederai namanya sebagai kepala Negara yang harusnya netral dan menjaga pemilu dapat berjalan secara aman, langsug, umum, bebas dan rahasia. 

Namun tidak pada tempatnya juga ia harus meluruskan dan menjawabnya,  tetapi dengan kesadaran luhur untuk menghargai aspirasi rakyat yang berkembang, khususnya para relawan dan pendukungnya, oleh karena itu ia hanya dapat memberikan pandangan, motoviasi dan harapan bagi kemanjuan bangsa ke depan. Tidak secara tegas menentukan pilihannya yang diharapkan diikuti para pemilih, khususnya pendukung atau relawannya. Kalaupun ada "kode-kode", ciri ata tanda-tanda tertentu yang seolah-olah diterjemahkan pada calon tertentu, sebenarnya semua itu tentang ciri-ciri (harapannya) terhadpa sosok penggantinya, pemimpin Nasional yang  sebenarnya berlaku umum yang perlu dicermati pemilih.

Semua seolah-olah menunggu dan berspekulasi bahwa "signal" dukungan Jokowi adalah penentu untuk mengarahkan sebagian besar rakyat pendukungnya untuk mengikuti memilih calon penggantinya yang tepat. Sebut saja dimulai dari pengamat (dalam artian luas bukan saja bidang politik), para politisi yang jelas-jelas merasa percaya diri bahwa calonnya direstui Jokowi dan berdampak elektoral bagi calon legeslatif di partainya di berbagai daerah, selain tentu saja adanya jaminan lolos parlemen threshold.

Tak kalah juga,  para kaum inteletktual termasuk para pengamat ikut-ikutan berspekulasi hingga menghembuskan opini dan spekulasi "liar" yang bisa saja dipercayai sebagian masyarakat. Sebenarnya (maaf) tak lain hanya para peramal, lucu sebenarnya, karena termasuk saya yang karbitanpun ikut-ikutan meskipun hanya rakyat biasa.  

Lebih-lebih ormas/organisasi relawan jokowi maupun partai relawan jokowi yang belum berkesempatan lolos parlemen threshold yang yang masih menunggu arahan dengan istilah Tegak Lurus Jokowi,  masih terus bertanya dan menunggu siapa pilihan Jokowi. Rasanya, seperti tidak mengenal karakter dan status junjungannya saja.

Biar jelas untuk memahami karakternya sebagai orang jawa, anda mungkin masih ingat Filsofi Jawa yang menjadi pegangannya ketika diawancarai. Jokowi mengungkapkan tiga filsofi jawa. Pertama Lamun siro sekti ojo mateni, artinya meskipun kamu sakti jangan suka menjatuhkan. Kedua Lamun siro banter ojo ndhisiki, meskipun kamu cepat jangan suka mendahului. Dan yang ketiga Lamun siro pinter ojo minteri, meskipun kamu pintar jangan sok pintar.

Jika para pengamat, relawan, pengagum bahkan rakyat pendukungnya dapat merenungkan Filosofi Jawa ini, maka semua isu kerenggangan hubungan beliau dengan Ketum PDIP, Ibu Megawati. Adalah isapan jempol, dan beliau tidak perlu menjelaskannya. Inipun berisi petuah bagi calon Presiden dan Wakil Presiden nanti. Sehingga jawaban atas filosofi jawa tersebut dengan jawaban singkat ojo kesusu ketika relawan atau pendukungnya bertanya bahkan kesannya mendesak sikap dan arahannya, jika memahami jawaban Jokowi sesunguhnya bahwa ia memberikan kebebebasan kepada para pendukungnya untuk mempertimbangkan pilihan mereka (pemilih) dengan melihat track record paslon Capres-Jawapres. Ia akan konsisten dengan filosofi jawa di atas dan filosofi jawa lainnya yang selama ini menjadi dasar pinjakan ia berpikir dan bertundak.

Filosofi jawa di atas juga mematahkan, spekulasi adanya keretakan Jokowi dan Megawati sebagai kader partai sekalipun jabatan dalam partai berbeda. Artinya, jokowi tidak akan menghianati PDI-P yang "membesarkan" dan mendukunya sejak pilkada Walikota Solo,  Gubernur Jakarta hingga Presiden selama dua periode. Jokowi bukan tipe "kacang lupa kulit". Kalaupun ada perbedaan pendapat masih dalam batas-batas kewajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun