Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Smelter di Papua Segera Dibangun Setelah Gresik! Serius Nih?

25 Desember 2022   05:04 Diperbarui: 25 Desember 2022   06:20 12865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Smelter. Liputan6.com

Ini sebenarnya persoalan  lama, beberapa tahun yang lalu, terkait pembangunan smelter PT. Freeport di Papua. Yang diharapkan dibangun di Papua namun berpidah ke Gresik, hal ini yang kemudian menghadapkan  pemerintah menunai gelombang protes dari berbagai kalangan, khususnya rakyat papua pada saat itu, vahkan mungkin hingga saat ini.

Kemudian saya sengaja mengangkat kembali berita ini, karena pemberitaan Merdeka.com (6/10/2022), dengan judul berita "Usai dari Gresik, Freeport Bakal Bangun Smelter di Papua".  Judul dan isi konten berita, bagi saya merupakan janji yang harus diwujudukan.  Namun apakah dimungkinkan?  Berapa lama, sementara pemerintah sebentar lagi akan berganti pucuk pimpinannya melalui pemilu 2024. Akankah jaji tersebut menjadi prioritas untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyaralat papua. Karena perlu dicatat pembangunan smelter di Gresik belum rampung saat ini.

Dalam hal ini, juga sering dikemukakan (janji) oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam berbagai pemberitaan dimana ia menekankan pentingnya hilirisasi bagi terbukanya lapangan pekerjaan di daerah, termasuk Papua. Penekanan sang menteri cukup jelas. "Hilirisasi yang menjadikan anak daerah menjadi tuan di negerinya sendiri," Dan ia sendiri mengaku telah berusaha untuk mendorong pembangunan smelter di Papua, namun meminta kesabaran dari masayarakat papua.

Ini bukan menambah isu atau persoalan (atau bisa diartikan secara tendensius sebagai provokasi) yang sengaja meramaikan berbagai isu maupun persoalan yang sudah lama terjadi dan beredar pemberitaannya terkait berbagai masalah di tanah papua  dan masih dibicarakan baik di dalam dan luar negeri dan berlanjut terus serta menjadi sorotann utama.

Pembangunan Smelter di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Berdasarkan 66 perusahaan sebagai bagian dari 253 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang menandatangani pakta integritas sejak Peraturan Menteri No.7/2012 diterbitkan.

Sekalipun, Saya bukan penulis yang memahami dan pemerhati apalagi memahami teknis perminyakan maupun pertambangan. Namun dapat memahami multiplier effect ekonomi dari keberadaan PT. Freeport bagi rakyat papua.

Tapi sebelumnya ada pasti sudah tau Smelter bukan? Atau belum? Ok Singkat-Singkat saja.

Smelter adalah bahasa serapan dari bahasa inggris smelting, jika diartikan ke dalam bahasa indonesia dapat dimaknai sebagai Peleburan.

Biasanya dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya yang masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.

Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian.

Masalah smelter ini, menurut opini saya pribadi, entah anda dan tergantung pemerintah menilainya sendiri. Sebenarnya bagian dari akumulasi persoalan pemanfaatan sumber daya alam (termasuk mineral) yang terjadi di wilayah Timur Indonesia, yang masih menyisahkan pekerjaan rumah terdahulu, penanganan saat ini dan perencanaannya ke depan. Oleh karena itu, tulisan ini sekaligus mencakup gambaran umum persoalan-persoalan tersebut yang harus dituntaskan pemerintah, khususnya di masa mendatang. Sebagai pemegang saham mayoritas.

Oleh karena itu, tulisaan ini sekalipun terkait masalah smelter,  pada dasarnya untuk mengingkatkan bahwa amanat konstitusi Undang-undang dasar 1945 setelah amandemen ke 4,  dimana Pasal 33 ayat  pertama disebutkan Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 

Dalam kamus hukum, asas kekeluargaan secara diartikan, Kesadaran dari hati nurani setiap anggota untuk mengerjakan segala sesuatu dalam keluarga yang berguna untuk semua anggota dan dari semua anggota keluarga tersebut (dalam pemahaman saya seluruh rakat indonesia paling tidak dapat di- direpresentatif melalui wakil-wakilnya di lembaga legeslatif yang terhormat) Indonesia .

Lebih daripada itu dalam masalah ini sebelum ayat 2 (dua) pasal ini. Asas inilah yang haruis dii kedepankan, ya  tentu saja pemerintah dan masyarakat papua sebagai satu kesatuan anggota keluarga (warga negara) Indonesia. Dan selain pengertian hukum, kerifan lokal dan budaya bangsa ini menjadi pedoman seluruh warga negara, siapapun dia, tidak semata-mata menghitung beban dan alokasi APBN.

Pada ayat ke dua disebutkan, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Hal ini dibenarkan dan sudah dipupayakan pemerintah secara maksmimal. 

Namun saya garis bawahi menguasai hajat hidup orang banyak, dalam penjelasan pasal ini menekankan menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sehingga dalam topik tulisan ini, tentu saja selain seluruh bangsa Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah masyarakat daerah dimana industri tersebut berasal.

Penjelasan yang sama juga berlaku untuk ayat ke 3 (tiga) pasal 33, bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Selanjutnya pada ayat ke 4 (empat) lebih dipertegas lagi, bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, Jika dijabarkan satu persatu akan menjadi topik tersebdiri. Namun dalam konteks pembahasan ini, hal ini seharusnya dapat diterapkan dan dirasakan secara adil dan merata oleh rakyat papua pada khususnya selain memberi sumbangan kepada Pemerintah untuk disalurkan ke Daerah lain. Hal yang sama juga harusnya dipraktekan di daerah lain dimana investasi potensial sumber dana pemerintah sedang berjalan dan akan dilaksanakan. 

Inilah amanat konstitusi yang selanjutkan diatur  danharus ditindaklanjuti melalui undang-undang pelaksana dibawahnya. Sehingga maksud penulisan ini, agar dapat di jalankan dengan konsekwen dan dengan konsekwensi apapun, harus dapat diantisipasi oleh pemerintah.  Termasuk untuk melaksanakan butir-butir pancasila khususnya sila ke 5 (lima) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya sebagai slogan saja.

----

Kita kembali pada pemberitaan awal tentang adanya janji smelter akan dibangun di papua setelah gresik,. Hal ini dikemukakan oleh Chairman of the Board & CEO Freeport Mc-MoRan, Richard C. Adkerson, memastikan pihaknya akan membangun industri pengolahan di Papua setelah pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur, rampung pada 2024.

Dia mengaskan bahwa "di masa mendatang, kami juga akan membidik pembangunan fasilitas pengolahan di Papua. Tapi saat ini pemerintah sudah memperingatkan kami untuk gerak cepat," katanya dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal yang digelar di Universitas Cenderawasih, Papua, dikutip Antara

Baik, kita tunggu saja realisasi janji terbutsebab segala sesuatu dapat saja terjadi untuk membuktikan janji tersebut, Jangan membuat janji yang sangat sensitif. Pemerintah harus mengawal niat dari investor, dimana Pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas.

Sampai di sini, saya ingin menilik sedikit ke belakang, ketka keputusan smelter PT. Freeport bukan dibangun di Papua namun di di gresik. Ketika itu, Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, melalui kutipan jurnalis independensi.com yang kemudian diberitakan pada (12/10/2021) dengan judul "Engelina: Smelter Freeport di Gresik, Tidak Adil Buat Papua". Saya membacanya sebagai suatu kritikan yang memiliki dasar argumentasinya.

Menurutnya, "Sejujurnya, ini sangat tidak adil. Papua itu daerah kaya, tapi jadi provinsi termiskin di Indonesia. Ada peluang ekonomi Papua justru ditarik ke Jawa. Dimana Indonesiasentris-nya? Papua juga butuh lapangan kerja, butuh listrik, butuh infrastruktur. Saya baca akan terserap 40 ribu tenaga kerja, yang semestinya itu tenaga kerja di Papua"

Pernyataan ini dapat dipahami, karena pembangunan smelter memiliki multiplier effect ekonomi yang cukup besar untuk masyarakat papua, baik saat membangunan/konstruksi sarana pendukung, pembangunan smelter hinga pengoperasian smelter nantinya,

Jika menurut pemerintah melalui menterinya, bahwa alasan smelter Freeport dibangun di Gresik sudah direncanakan sejak 2017-2018 lalu.

Menurut menteri. pertimbangannya adalah memang yang pertama adalah infrastruktur yang dianggap waktu itu belum memenuhi termasuk di dalamnya adalah listrik.

Maka, pernyataan sang menteri dan dalam hal ini pemerintah, kemudian ditanggapi oleh Engelina, dimana ia menegaskan bahwa, kalau memang di Papua masih kekurangan listrik, infrastruktur dan sebagainya, ya sudah sewajarnya untuk dibangun di sana. Kekayaan diambil dari Papua dan dampak kerusakan akibat pertambangan menjadi beban lingkungan dan orang Papua, tetapi dampak ekonominya dinikmati daerah lain, lebih lanjut menurut Engelina.

Peryataan Engelina ini dapat saya terima, jika untuk mengejar percepatan pembangunan smelter di papua, faktor infrastruktur harusnya dapat dikejar seperti percepatan pembangunan trans papua seperti halnya pembangunan infrastruktur lainnya di Indonesia. Agar Freeport Mc-MoRan dapat membangun smelter di papua, sekalipun cukup alot katanya perdebatan ini bersama investor.

Namun seperti yang dikemukakan Presiden, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenang momentum pengambilalihan PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 2019 lalu. Saat itu, Jokowi memberikan syarat agar Freeport dapat memperpanjang masa operasinya di Tanah Air. Yang diberitakan, cnnindonesia.com (7/09/2022) bahwa syarat tersebut adalah membangun smelter atau pabrik pengolahan. Sebab, Jokowi mengaku sulit meminta Freeport untuk membangun smelter yang sudah diminta sejak 2014 silam.

"Dulu sulit menyuruh Freeport membuat smelter. Mundur-mundur saja. Ini (operasi) diperpanjang baru buat smelter (kata Freeport). Ndak-ndak kamu buat smelter, kita perpanjang," imbuh Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di Menara Bank Mega.

"Nggak bisa juga (bangun smelter), nggak sambung-sambung (perpanjang kontrak)," terang dia.

Ketika Freeport terus mengulur-ulur waktu pembangunan smelter, maka pemerintah memutuskan untuk mengakuisisi 51 persen saham menjadi milik negara. Saham tersebut terbagi 41 persen pemerintah pusat dan 10 persen atas nama rakyat Papua.

Setelah akuisisi dilakukan, pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas jadi memiliki kewenangan lebih menyuruh Freeport untuk membangun smelter. Barulah, proses panjang terlampaui dan pembangunan smelter ditetapkan pada 2021 di Gresik, Jawa Timur. "Kita ambil saja akuisisi 51 persen (saham), setelah dapat 51 persen, (suruh) buat smelter, baru dibikin di Gresik," pungkasnya.

Jika diukur dari time line, 2021. Sebenarnya masih ada kesempatan pemerintah membangun infrastruktur pendukung pembangunan smelter (listrik misalnya) di papua. Bahkan sejak 2017-2018 ketika, smelter direncanakan dibangun di Gresik.  Apalagi yang ditunggu untuk rencana pembangunan smelter berikutnya di papua.

Dari perhitungan waktu ini pula, seharusnya jika janji akan dibangunya smelter di papua. Seperti pertanyaan awal, kapan? Dan apaklah infrastruktur pendukung sudah mulai di bangun di papua? Sementara itu 40 ribu tenaga kerja, yang semestinya itu tenaga kerja di Papua seperti kata Engelina apakah melibatkan rakyat papua, jika tidak, jelas bahwa rakyat papua tidak dapat menikmati multiplier effect ekonomi dari keberadaan PT. Freeport dan apakah mereka harus menunggu janji yang pembangunan di papua yang dapat saja menemui kendala? Dimana keadilan itu? Wajar saja apabila pertanyaan itu dilontarkan.

Seperti yang dikatakan Engelina, sebenarnya momentum pembangunan smelter ini merupakan satu kesempatan untuk mengurangi kesenjangan kawasan timur dan barat. Kalau seperti begini, katanya, kesenjangan kawasan akan semakin melebar. "Smelter ini merupakan ujian nyata, apakah adil atau tidak?" tegasnya

Perlu diingat, bahwa rakyat papua atau kawasan Indonesia Timur tidak hanya dihuni oleh penduduk asli tetapi sudah membaur dan bermukim berbagai suku bangsa di kawasan tersebut secara turun menurun. Sehingga jika berbicara masalah kawasan Indonesia bagian timur, jika ada respon balik dari penduduknya kepada pemerintah, jangan selalu terburu-buru menilai bahwa ada upaya penduduk asli untuk menggugat NKRI. Semua itu menurut saya, adalah karena suara hati rakyatnya yang merasa di "tinggalkan" sehingga menjadi miskin dan terjadi berbagai persoalan sosial, hukum hingga pelanggaran HAM dan lain sebagainya.

Sehingga ketika berbicara kawasan Timur Indonesia, kita berbicara Indonesia dalam bingkai NKRI seutuhnya yang di dalamnya didiami oleh segala suku bangsa Indonesia yang telah membaur, bercampur keturunannya sejak zaman dahulu, hingga anak cucunya saat ini.  Tidak ada dikotomi Barat atau Timur, yang perlu dikemukakan adalah kemajuan dan keutuhan bangsa  dan Negara Indonesia dalam jangka panjang yang pembangunannya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata dibekahan barat maupun timur.  Sehingga jika timur mengalami kemunduran dan tidak merasa pembangunan yang merata, maka menjadi PR bersama.

Seperti kata Engelina, "Minta maaf Bapak Presiden, kebijakan ini bukan saja tidak adil, tetapi telah mengalihkan kesempatan maju bagi orang Papua. Jadi, kita jangan pernah terkejut kalau selalu ada ketidakpuasan di Papua, karena pemicunya ada di Jakarta, semisal kebijakan pembangunan smelter ini"

Oleh karena itu, sebagai penutup, pelu diingat bahwa Tujuan negara Indonesia tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Begini bunyinya:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, ..."

Dikutip dalam buku yang berjudul "Ilmu Negara" oleh Prof. Dr. Lintje Anna Marpaung, S.H., M.H berdasarkan uraian di atas dapat dianalisis bahwa tujuan dari negara RI adalah mewujudkan suatu keadilan dan kemakmuran. Hal ini dapat dibuktikan dari penulisan keadilan dalam isi Pembukaan UUD 1945 tersebut ada kata sampai lima istilah "keadilan", baik di bidang nasional, internasional, hukum, politik, ekonomi dan sosial.

Jangan pernah melupakan hal ini.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun