Pernyataan ini disampaikan oleh Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), Uchok Sky Khadafi, seperti yang diberitakan VIVAnews, hari ini.
Menurutnya, "DPRD lumpuh, karena mereka bukan melakukan pengawasan terhadap eksekutif, tapi lebih bekerja sama dengan eksekutif untuk mencari materi dari program-program APBD demi kebutuhan pribadi dan partai mereka.
Tak heran kalau pendapat ini benar,  pasalnya sesuai data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan ) untuk Semester II  Tahun 2011 menunjukan  Total kerugian negara dari seluruh provinsi, menurutnya mencapai Rp 4,1 triliun.
[caption id="attachment_215555" align="aligncenter" width="601" caption="Sumber : Data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan ) untuk Semester II Tahun 2011"][/caption]
Setelah mencari-cari angka kerugian tersebut, melalui laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK, saya sendiri belum dapat merangkumkannya dengan tepat, Namun jika angka ini dipakai sebagai pegangan kerugian negara, maka anda perlu juga melihat tabel laporan BPK untuk periode yang sama, dimana disebutkan bahwa rincian temuan pemeriksaan BPK secara keseluruhan selama semeter II tahun 2011 yang meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinereja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, memperlihatkan terjadinya 12,612 kasus dengan total nilai sebesar Rp. 20.255 Triliun. Khususnya untuk kasus pemeriksaan keuangan sendiri berjumlah 4.507 dengan nilai Rp. 1.741.780.000.000. Sedangkan untuk kerugian negara/daerah/perusahaan sebanyak 2.319 kasus senilai Rp. 1,66 triliun (baris pertama tabel di atas).
Jika diamati lagi terlihat adanya selisih kerugian negara dengan sebesar 3,56 Triliun antara tabel di atas dengan laporan Fitra. Lalu dimana sisanya? Mungkin Fitra telah merangkumkan secara detil, karena diakhir laporan BPK, terdapat banyak tabel lampiran yang dapat saja dikelompokan oleh Fitra sebagai kerugian negara.
Terlepas dari perbedaan data yang belum saya temui secara tuntas, jika nilai yang disebutkan dapat diterima dengan berbagai pertimbangan, maka perlu diketahui penyebab terjadinya kerugian negara tersebut.
Menurut BPK dalam laporan resminya tersebut, penyalahgunaan keuangan negara disebabkan karena adanya belanja fiktif, kekurangan volume pekerjaan dan atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume, pemahalan harga (mark up), pembayaran honorarium dan atau biaya perjalanan dinas ganda, fiktif dan atau melebihi standar dan penggunaan uang untuk kepentingan pribadi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah.
[caption id="attachment_215556" align="aligncenter" width="504" caption="Sumber : Data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan ) untuk Semester II Tahun 2011"]
Sebagai catatan penting, jika kita kembali ke tahun 2005, berdasarkan hasil pemeriksaan tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, BPK telah memberikan rekomendasi  temuan sebanyak 216.122 kasus dengan nilai sebesar Rp. 121,34 triliun untuk ditindaklanjuti, yang hingga saat ini masih menyisakan 41.718 kasus yang belum ditindaklanjuti dengan nilai sebesar 24,37 triliun. Seperti yang dapat dilihat pada tabel hasil pemantauan BPK di bawah ini.
[caption id="attachment_215557" align="aligncenter" width="589" caption="Sumber : Data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan ) untuk Semester II Tahun 2011"]