Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Masuk Akal Negara 'Liliput' Singapura Bisa Mempermainkan Indonesia

28 Juni 2011   10:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_119444" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi - google.com"][/caption]

Sampai detik ini perjanjian ektradisi Singapura-Indonesia tidak menunjukan kemajuan apapun. Ratifikasi dari kedua pemerintah dipastikan akan menemukan jalan buntu. Biang kerok utama adalah persyaratan yang diajukan singapura sebagai bagian dari perjanjian tersebut. Singapura mengajukan draft bidang pertahanan-defence cooperation agreement (DCA), yang didalamnya meminta wilayah Indonesia sebagai tempat latihan militer mereka bahkan meminta kebebasan untuk mengajak negara lain dalam latihan militer di wilayah Indonesia.

Ini merupakan persyaratan yang konyol dan tidak masuk akal, bahkan terkesan melecehkan kedaulatan bangsa Indonesia. Walau pemerintah terus berupaya memulangkan para 'garong' untuk diadili di Indonesia, namun bukan berarti pemerintah dapat menggadaikan kedaulatan dan harga  diri bangsa begitu saja. Apalagi oleh negara 'liliput' Singapura.

Sikap DPR yang menolak ratifikasi perlu mendapat apresiasi oleh masyarakat Indonesia. Dan harus disikapi secara positif.  Tidak ada perjanjian ektsradisipun tidak akan menjadi masalah besar kalau hanya untuk menangkap para 'garong' itu. Masih ada jalan lain yang seharusnya dapat dilakukan untuk mencegah 'garong-garong' baru melakukan hal yang sama. Yang terpenting Jangan sampai kita menempatkan diri sebagai Negara yang mudah didikte oleh bangsa lain.

Sebagai negara yang wilayahnya 'teramat' kecil,  pasar domestik Singapura tentu sangat terbatas, dan sumber daya alamnya langka. Karena itu, perekonomian Singapura sangat tergantung kepada perdagangan luar negeri.  Jelas sekali kalau negera 'liput' ini sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan Organisasi Perdagangan dunia (WTO).

Keberadaan Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya tentu saja menjadi target perjanjian bilateral yang menguntungkan Singapura. Misalnya saja dengan Zona Ekonomi Bebas Pulau Batam, Bintan, dan Karimun di Kepulauan Riau. Melihat peluang strategis disana,  Singapura membuat beberapa perjanjian bilateral dengan Indonesia antara lain :

  1. Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974. Perjanjian Kerja Sama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977).
  2. Perjanjian Kerja Sama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980).
  3. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau P3B (1990).
  4. Persetujuan Kerja Sama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Provinsi Riau (28 Agustus 1990).
  5. Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005.  Indonesia meratifikasi pada Februari 2006.
  6. Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ's), 25 Juni 2006.

Melihat kenyataan di atas, seharusnya Indonesia berada pada posisi "diatas angin" untuk mendikte negara 'liliput' ini, mengapa terjadi sebaliknya untuk masalah ekstradisi.  Lalu bagaimana dengan masalah 'garong' ?  Pemerintah dapat mengupayakan langkah stratgeis, bahkan biar perlu mengeluarkan udang-undang anti korupsi seperti China. Mengapa harus takut dan menjadikan HAM sebagai alasan. Kalau untuk menangani teroris, muncul statement "lebih baik melanggar HAM satu orang, daripada satu orang itu melanggar HAM banyak orang". Mengapa hal yang sama tidak diberlakukan juga untuk para 'garong-garong' itu.  'Garong' dapat melarikan diri, namun keluarganya harus dijadikan jaminan karena secara tidak langsung mereka juga menikmati hasil rampokannya.

Bangsa ini adalah bangsa besar ! Rakyat tidak sudi didikte bangsa lain, apalagi oleh negara 'liliput' seperti Singapura.

sumber data :  depdagri,vivanews, dan sumber lain

Written by valentino

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun