Pada tahun 2009 Aktivis lingkungan dari Denpasar, Bali, Yuyun Ismawati, menerima Penghargaan Lingkungan Goldman 2009, Yuyun, adalah salah satu fellow dari Program Leadership on Environment and Development (LEAD Programme) Indonesia.
Yuyun Ismawati, memulai karirnya sebagai insinyur pemerintah yang bekerja dengan konsultan untuk merancang sistem suplai air wilayah pedesaan dan perkotaan. Merasa keterampilannya dimanfaatkan bukan untuk warga miskin yang paling membutuhkan pengelolaan sampah yang baik, Ismawati mengubah haluan karirnya. Sejak 1996, dibantu oleh jaringan LSM, ia membagi keahlian teknik lingkungannya untuk membantu warga miskin dalam merancang fasilitas pengelolaan sampah yang terkoordinasi dengan baik dengan prioritas utama kesehatan lingkungan dan manfaat ekonomi bagi warga setempat. Pada bulan Juni 2000, Ismawati mendirikan LSM-nya sendiri, Bali Fokus, untuk menyebarluaskan program pengelolaan lingkungan perkotaan berbasis masyarakat hingga mencapai taraf yang dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
YOSEPHA ALOMANG (2001) [caption id="attachment_104097" align="alignleft" width="164" caption="YOSEPHA ALOMANG- pendidikanpapua.blogspot.com"]
Yosepha Alomang atau Mama Yosepha menerima Penghargaan Lingkungan Goldman 2001. Ia adalah seorang perempuan tokoh Amungme, Papua. Dan terkenal karena perjuangannya membela hak-hak asasi manusia dan junga lingkungan hidup khususnya masyarakat di sekitar PT Freeport Indonesia.
Pada 1991, Yosepha mengadakan aksi unjuk rasa selama tiga hari di bandar udara di Timika, dengan memasang api di landasan udara, sebagai tanda protes atas penolakan Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mendengarkan keprihatinan rakyat setempat dan perlakuan buruk yang berkelanjutan terhadap rakyat Papua.
perjuangannya melawan perusahaan itu tetap berlanjut. Pada akhir 2003, ketika sebuah lubang penambangan runtuh di tambang Grasberg milik Freeport dan menewaskan 9 orang buruh tambang, Yosepha kembali menyerukan agar Freepot menghentikan operasinya di Indonesia, karena dituduh telah menyebabkan kecelakaan itu serta kerusakan lingkungan hidup secara besar-besaran.
LOIR BOTOR DINGIT (1997) [caption id="attachment_104096" align="alignleft" width="100" caption="Loir Botor Dingit - goldmanprize.org"][/caption]
Loir Botor Dingit menerima Penghargaan Lingkungan Goldman 1997. Tak usah disangsikan, bagi dunia internasional maupun lembaga swadaya masyarakat, anak seorang kepala adat ini adalah seorang pahlawan. Julukan berbeda didapatkannya dari pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kalimantan Timur. Dengar saja komentar Kaspoel Basran, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kalimantan Timur, mengenai dirinya, "Selama ini ia hanya dikenal sebagai tokoh masyarakat yang sering melakukan perlawanan atas berbagai kebijakan pemerintah."
Melalui situs Goldman Prize Loir Botor Dingit digambarkan sebagai seorang pencetak sejarah dalam perjuangan Masyarakat Adat Dayak Bentian. Dengan keuletan dan kegigihannya, Pak Dingit mempersatukan dan mengorganisir Masyarakat Adat Dayak hingga pada 1993 terbentuk satu kelompok yang bernama Sempekat Jato Rempangan (SJR) dan Loir Botor Dingir diangkat menjadi ketuanya. Ia bersama SJR mulai berjuang untuk mengembalikan ketenangan kehidupan masyarakat Bentian. Ketenangan kehidupan diartikan sebagai hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya, dengan kata lain selain pembela hak masyarakat adat, Pak Dingit adalah seorang pejuang lingkungan hidup. Seperti yang diucapkannya dan dikutip dalam situs tersebut, “Hutan dan Tanah Adat adalah gantungan hidup dan harapan untuk kehidupan manusia dimuka bumi. Oleh karena itu, kami sebagai masyarakat adat, akan selalu mempertahankannya sampai titik darah penghabisan dan memutih tulang”.
Sumber : Dari Berbagai Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H